RH Minggu, 17 Juli 2011

TAK AKAN BERKEKURANGAN (1 Raja-raja 17: 8-16)

Pada 1964, perekonomian Indonesia benar-benar sedang terpuruk. Namun, sepasang suami istri yang tidak berpunya tetap mengulurkan tangan untuk menolong orang yang lebih tidak mampu. Mereka menampung sebuah keluarga untuk tinggal bersama di rumah kontrakan yang sangat sederhana. Akibatnya, mereka sendiri harus tidur berdesak-desakan dengan 10 anak mereka dalam sebuah kamar. Namun, Tuhan tetap memelihara kehidupan mereka. Bahkan kini, berpuluh tahun kemudian, anak-anak mereka telah memiliki kehidupan ekonomi yang jauh lebih baik.

Beberapa di antara kita mungkin berpikir bahwa ia harus menunggu kaya dulu, baru ia akan dapat menolong orang lain. Akan tetapi, kenyataannya orang demikian tidak akan pernah merasa mampu untuk menolong orang lain sebab siapa pun cenderung selalu merasa tidak puas dan berkekurangan. Sebaliknya, hati yang mau memberi dan menolong orang lain, tidak pernah bergantung dari berapa banyak yang dimiliki. Namun, bersumber dari hati yang mengasihi Tuhan. Dan, setiap orang yang suka menolong tak perlu khawatir, sebab Tuhan pasti memelihara hidupnya hingga tidak berkekurangan.

RH Sabtu, 16 Juli 2011

YANG KECIL SAJA (Filipi 4: 10-20)

Dua orang ibu tinggal di dekat pelabuhan. Setiap pagi mereka menyiapkan minuman hangat untuk para nelayan yang pulang melaut. Sebagai gantinya, mereka akan diberi beberapa ikan hasil tangkapan. Ibu yang pertama selalu berterima kasih setiap kali diberi ikan kecil maupun besar. Lain halnya dengan ibu kedua. Ia selalu panik jika diberi ikan besar. Katanya, "Maaf, bolehkah saya minta yang kecil saja?" Suatu saat, karena bingung melihat kebiasaan temannya itu, ibu pertama bertanya kepada ibu kedua, "Mengapa engkau selalu menolak diberi ikan besar?" Dengan tenang ibu itu menjawab, "Karena saya tak punya wajan yang cukup besar untuk memasaknya." Ibu pertama tak dapat menahan tawanya, "Bukankah engkau bisa memakai pisau dan memotong-motongnya?"

Seperti dua ibu itu, setiap saat kita diperhadapkan pada hal-hal kecil dan besar. Kita tetap harus menghargai hal-hal kecil. Namun, kita juga jangan menolak impian, pekerjaan, dan pelayanan yang Tuhan percayakan hanya karena kita melihat semuanya itu terlalu besar dan hati kita tidak cukup luas/iman kita terlalu kecil untuk menerima berkat-Nya. Bukan saatnya lagi "minta yang kecil saja", karena yang kita perlukan adalah kerja ekstra dan keyakinan bahwa segala perkara, seberapa pun ukurannya, dapat kita tanggung dalam Dia yang memberi kekuatan kepada kita.

RH Jumat, 15 Juli 2011

TERUS BELAJAR (Yohanes 3: 1-13)

Nikodemus adalah seorang yang mau terus belajar. Ia adalah seorang Farisi, pemimpin agama Yahudi pada zamannya. Seseorang yang dihormati masyarakat dan dipandang sebagai orang yang paling mengerti ajaran-ajaran agama. Yesus hampir pasti lebih muda dan lebih rendah secara status sosial. Namun, suatu malam ia datang kepada Yesus untuk belajar. Di tengah pengajaran-Nya, Yesus sempat mengeluarkan teguran keras (ay. 10). Sebagai seorang yang terpandang, sangat normal kalau Nikodemus tersinggung dan meninggalkan Yesus. Namun, ia merendahkan hatinya dan terus mendengarkan pengajaran Yesus, bahkan menjadi pengikut-Nya (Yoh. 19: 39).

Kerendahan hati Nikodemus ini perlu diteladani. Kerap kita merasa sudah cukup pintar, cukup senior dan terhormat sehingga tidak lagi perlu diajar. Namun, sebetulnya selama hidup, kita harus terus belajar. Tentang apa pun; pengetahuan, hikmat, iman. Juga dari siapa pun, termasuk mereka yang lebih muda dari kita. Dan kapan pun, dalam forum formal maupun informal. Membuat diri kita makin baik, bijak, dan sempurna seperti Yesus. Pertanyaannya, apakah kita cukup rendah hati untuk terus diajar?

RH Kamis, 14 Juli 2011

KASIH KARUNIA (Efesus 2: 1-10)

Kita kerap mendengar kata anugerah, tetapi seberapa banyak yang menghayati dan mengalaminya? Sebagian merasa tak layak menerimanya karena dosa yang begitu banyak. Sebagian yang lain merasa layak menerimanya karena selama ini menjalani kehidupan dengan baik. Namun, anugerah tidak ditentukan oleh baik atau buruknya diri kita. Anugerah semata-mata inisiatif Tuhan. Anugerah ialah pemberian Allah. Bukan karena perbuatan kita, talenta dan potensi kita, atau gagah dan kuat kita. Kita menyadari bahwa kita adalah manusia berdosa, yang tengah berjalan menuju kebinasaan kekal yang sangat mengerikanHidup kita makin tenggelam menuju maut dan kita memerlukan anugerah Allah untuk mengangkat dan menyelamatkan kita.

Hari ini Tuhan mungkin menjungkirbalikkan pemahaman kita tentang anugerah. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena kita baik. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena kita punya potensi dahsyat melayani Tuhan. Bersyukurlah bahwa Allah memilih kita bukan karena apa yang kita lakukan. Namun, karena inisiatif Allah yang penuh kasih, kudus, dan mulia.

RH Rabu, 13 Juli 2011

LUKISAN HIDUP (Yeremia 29: 1-14)

Dalam sebuah lukisan, biasanya seorang pelukis menggunakan kombinasi warna-warna terang dan gelap. Warna gelap dan terang memberi bentuk dan dimensi atas lukisan tersebut. Juga menunjukkan emosi di dalamnya. Jika warna lukisan seluruhnya terang, maka lukisan itu akan tampak datar dan tidak enak dilihat. Jika keseluruhan warna yang digunakan adalah warna gelap, kita tidak akan melihat apa-apa di situ selain kesuraman. Maka, setiap lukisan adalah gabungan warna-warna gelap dan terang. Itulah hidup. Hidup dirancang Tuhan seperti lukisan. Ada warna gelap untuk mewakili masa-masa suram dan sulit. Ada juga warna terang untuk mewakili masa-masa gemilang dan kemenangan kita. Kita adalah lukisan Tuhan. Kita harus menyadari bahwa Tuhan tidak akan membuat kita menjadi lukisan yang pucat, kusam, atau gelap. Kalaupun dalam hidup ini kita mengalami masa gelap dan terang silih berganti, mari kita memandang hal itu sebagai cara Allah membentuk kita. Agar kita makin memuliakan Dia melalui berbagai peristiwa dan pengalaman hidup sehari-hari. Oleh sebab itu, syukurilah setiap momen dalam hidup ini sebagai cara Allah "melukis" kita’

RH Selasa, 12 Juli 2011

POTRET YANG LEBIH BAIK (1 Yohanes 3: 1-6)

Suatu saat C.H. Spurgeon menerima buku Andrew Bonar, Commentary on Leviticus. Merasa sangat diberkati, ia mengembalikan buku itu dengan pesan, "Dr. Bonar, tolong cantumkan tanda tangan dan potret Anda di buku ini." Tak lama kemudian ia menerima lagi buku itu, dilampiri sepucuk surat pendek: "Spurgeon yang baik, ini buku dengan tanda tangan dan potret saya. Andaikan Anda mau menunggu beberapa waktu lagi, Anda akan mendapatkan gambar yang lebih baik - saya akan menjadi sama seperti Dia, sebab saya akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya (1 Yoh. 3:2)." Dr. Bonar mengutip ayat yang menunjukkan tujuan akhir setiap orang percaya, yaitu menjadi serupa dengan Kristus (Rm. 8:29). Tujuan itu akan tercapai melalui proses pengudusan yang dimulai sejak kita mengenal Kristus dan menerima kehidupan ilahi-Nya. Kekudusan hidup terpancar bukan hanya ketika kita menolak dosa dan hawa nafsu daging, tetapi terutama ketika kita berkata "ya" terhadap kehendak Tuhan. Dengan itu kita mengikuti jejak kekudusan-Nya, menjadi makin serupa dengan Dia. Apakah hari ini kita makin serupa dengan Kristus? Apakah karakter-Nya buah Roh (Gal. 5: 22-23) makin kuat terpancar dari kehidupan kita? Apakah "potret" kita makin baik?

RH Senin, 11 Juli 2011

HARI INI (Matius 25: 1-13)

Di tepi Danau Como, Italia, ada sebuah vila tua yang sangat bagus. Bertahun-tahun, vila itu dirawat begitu baik oleh seorang tukang kebun tua yang terpercaya. Seorang wisatawan yang berkunjung bertanya kepada sang tukang kebun, "Tentu pemilik vila ini kerap kemari untuk mengawasi pekerjaan Anda." Si tukang kebun menjawab, "Tidak, Tuan. Pemilik vila ini baru sekali datang kemari, 15 tahun yang lalu. Sejak itu saya belum berjumpa lagi dengannya." Wisatawan itu memuji tukang kebun itu. "Ini benar-benar mengagumkan. Tak seorang pun mengawasi Anda bekerja, tetapi Anda melakukannya dengan baik seolah-olah Anda berharap pemiliknya akan datang esok pagi." Si tukang kebun menyahut cepat, "Bukan esok pagi, tetapi hari ini!"

Sebagai orang kristiani, semestinya kita belajar dari tukang kebun yang setia itu. Semestinya kita menjalani hidup seolah-olah Tuhan Yesus segera datang kembali. Andaikata kita menjalani kehidupan seolah-olah Tuhan Yesus datang hari ini, kita pasti akan bertanggung jawab atas hidup kita. Tak ada lagi kompromi dengan dosa. Tak ada lagi hidup yang suam. Tak ada lagi waktu terbuang sia-sia. Kita akan menata waktu untuk menghasilkan lebih banyak lagi buah bagi kemuliaan-Nya.

Artikel

Ditolong Oleh Buaya

Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu. (Mazmur 119: 71)

Pada masa perang dunia II, ada sebuah metode menarik yang diterapkan dalam sebuah kamp pelatihan tentara di Amerika Serikat. Metode yang pertama kali diterapkan di Florida ini disebut dengan “gator aid” atau pertolongan buaya. Materi pelatihan yang diberikan kepada prajurit itu sebenarnya sama saja dengan kebanyakan materi-materi di tempat pelatihan lainnya, di dalamnya termasuk berlari melewati daerah yang penuh rintangan.

Namun yang membedakan adalah pada akhir tes yang tujuannya menguji daya tahan, para prajurit itu harus bergelayut pada seutas tali dan kemudian melintasinya. Tali itu sendiri dipasang di atas sebuah kolam yang lebar namun tidak terlalu dalam.

Di bawah sinar matahari, permukaan kolam sungguh berkilauan, sangat menarik hati sehingga banyak prajurit hanya menyeberang separuh kolam lalu menceburkan diri ke dalamnya dan kemudian berenang sampai ke seberang kolam. Tiba-tiba seorang Letnan yang berani memasukkan seekor buaya besar ke dalamnya. Sejak itu, setiap prajurit yang hendak melompat sudah mengambil ancang-ancang hampir lima meter dari tepi kolam dan melintasi kolam yang lebar itu tanpa mau menceburkan diri ke dalamnya dan akhirnya mereka mendarat di seberang dengan bergulingan.

Demikian pula sifat kita sebagai orang Kristen, terkadang harus dipacu oleh “dorongan” situasi yang tidak kita harapkan. Tanpa koreksi penuh kasih dari Allah dan disiplin yang sungguh-sungguh, daya tahan rohani dan kemampuan kita untuk menanggung segala sesuatu tak akan pernah bertumbuh. Jika Tuhan tidak mengizinkan kita mengalami keadaan sulit, kita akan segera terjebak dalam perasaan puas diri dan terlalu percaya diri.

Saat ini, jika Anda sedang mengalami kepedihan karena keadaan yang menekan, ingatlah perkataan Daud, “Bahwa aku tertindas itu baik bagiku, supaya aku belajar ketetapan-ketetapan-Mu” (Mzm. 119: 71).

Tantangan dalam hidup bukanlah untuk menghancurkan kita melainkan mengarahkan kita kepada Allah.

Artikel

Selamat Karena Menolong Orang Lain

Ada cerita mengenai seorang pejalan kaki yang mengadakan perjalanan di malam bersalju yang tebal dan dingin di bawah nol derajat di New England. Ia sudah begitu lelah dan tahu kakinya sudah beku. Dan ia merasa tidak dapat bergerak lebih jauh lagi. Hatinya mulai tergoda untuk menyerah dan ingin berbaring di atas salju. Tapi ia sadar itu berarti kematian. Sementara ia terus berjuang dan berjalan di atas salju, kakinya terantuk pada sebuah gundukan. Dan ternyata gundukan itu adalah tubuh seseorang. Ia membalikkan tubuh orang itu dan melihat bahwa orang itu masih hidup. Hatinya bergumul antara ditinggal atau ditolong. Ia merasa tenaganya sendiri saja seperti tinggal menunggu ajal. Ia merasa tidak mungkin menolongnya. Karena ia sendiri sedang berjuang untuk hidup.

Tapi tiba-tiba rasa belas kasihan mulai berkobar dalam dirinya. Dan ia merasakan ada sesuatu yang bergejolak yang memberi semangat baru untuk hidup bagi dirinya dan bagi orang yang ditolongnya. Ia mulai berbicara padanya dan mencoba untuk menggosok kaki tangan orang itu. Ia angkat orang itu dengan sisa tenaganya. Mulai berjalan berjuang menempuh jalan bersalju sambil membopong orang itu. Tidak lama kemudian ia menjadi berkeringat dan ia merasakan aliran darahnya mulai mengalir kembali pada anggota tubuhnya. Di kejauhan ia melihat cahaya dan ia maju terus mendekati cahaya itu. Dan akhirnya jatuh rebah tepat di depan pintu rumah orang itu.

Rumah itu adalah milik seorang petani bersama istrinya dan mereka menyeret dua tubuh laki-laki setengah kaku itu. Membawanya ke tempat perapian dan menghangatkannya. Memberikan makanan dan minuman hangat dan tempat tidur. Orang yang ditolong mengucapkan terima kasih kepada penolongnya karena telah menyelamatkan jiwanya. Pejalan kaki dari New England ini berkata,”Saya pun senang bertemu dengan anda. Oleh karena telah menolong hidup anda sebenarnya saya juga menyelamatkan hidup saya sendiri. Karena tadinya saya juga sebenarnya mau menyerah.”

Setiap usaha dan tugas yang dibuat untuk orang lain sebenarnya justru juga untuk mendatangkan keuntungan bagi diri kita sendiri. Kalau kita melukai orang lain maka sebenarnya kita juga melukai diri kita sendiri. Setiap kita memberkati orang lain, maka kita juga memberkati diri kita sendiri. Setiap kata simpati yang diucapkan pada orang yang berduka, sering juga melepaskan simpati pada diri kita sendiri.

Sebuah artikel mengatakan bahwa kesukaan berbuat baik pada orang lain memberi cahaya pada perasaan-perasaan yang memancar melalui syaraf, mempercepat sirkulasi darah dan mendukung mental bahkan kesehatan tubuh. Maka dari itu marilah kita belajar berhikmat dan bijaksana dengan melihat kebutuhan-kebutuhan orang lain. Karena kita akan dibuat antusias dan bergairah dalam hidup.

Artikel

Kesetiaan Membawa Anda Pada Promosinya Tuhan

Sebelum Joel Osteen menjadi gembala di Lakewood Church, dia bekerja kepada ayahnya selama 17 tahun dan bertanggung jawab pada bagian pelayanan televisi. Dan inilah ceritanya tentang apa artinya kesetiaan. Dulu kami membuat acara khusus televisi yang besar, konser, dan semua hal menyenangkan lainnya. Tetapi menjelang akhir hidup ayah saya, dia tidak ingin melakukannya lagi. Suatu hari, saya mendapatkan jam tayang di banyak stasiun radio untuk memancarkan acara ayah saya. Saya telah begitu bekerja keras, dan merupakan suatu kesepakatan yang besar. Saya meminta ayah saya untuk turun ke studio hanya selama satu jam saja setiap minggunya, tetapi katanya, “Joel, saya tidak ingin melakukan itu. Saya telah berumur 75 tahun. Saya hanya ingin rileks dan menggembalakan gereja.”
Saya merasa sangat kecewa. Saya pikir, “Tuhan, saya masih muda. Saya tidak ingin melakukan hal kecil. Saya memiliki mimpi yang besar. Saya ingin melakukan lebih lagi.”
“Mungkin ini saatnya untuk saya pergi. Mungkin ini saatnya bagi saya untuk mencari beberapa peluang lainnya,” demikian pikir saya.

Namun ketika saya bertanya pada hati kecil saya, saya tahu harus berada bersama ayah saya. Saya tidak tahu pasti kapan keputusan itu saya buat, tapi selanjutnya saya hanya melakukan yang terbaik hari demi hari.
Dua tahun kemudian, Ayah saya kembali ke rumah Bapa. Saya menyadari sekarang mengapa Tuhan menaruh dalam hati saya sebuah mimpi yang besar, yaitu untuk membangun pelayanan saya sendiri. Tapi saya harus menunggu waktu yang tepat dari Tuhan. Jika saja saya tidak setia dimana saya ditempatkan, dan saya tidak menghormati dan tunduk pada otoritas di atas saya dan memilih yang benar, saya percaya saya tidak akan berdiri dimana saya sekarang berada.
Teman, mungkin Anda melihat sepertinya pintu tertutup bagi mimpi Anda. Mungkin otoritas di atas Anda memiliki pemikiran yang berbeda dari Anda. Tetapi begitu Anda memutuskan untuk berbunga, ditempat Anda ditanam, dan menjaga sikap Anda; Ketika Anda memutuskan untuk tidak kecewa ketika otoritas di atas Anda tidak setuju dengan Anda, maka Anda akan menuai benih yang Anda tabur, dan Tuhan akan membawa Anda ke tempat dimana Dia mau Anda berada. Jadi tetaplah berdiri, tetaplah percaya, dan tetap lakukan yang terbaik karena Tuhan akan membawa Anda ke tempat dimana Anda belum pernah memimpikannya.

Maka kata tuannya itu kepadanya: Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu. (Matius 25: 23)

Ringkasan Khotbah Minggu, 03 Juli 2011

Tuhan adalah Gembalaku
(Mazmur 23: 1-6)

Seandainya kita hanya diberi satu kata untuk menggambarkan semua yang telah Tuhan lakukan dalam hidup kita, kira-kira kata apa yang paling tepat? Figur Tuhan sebagai apa yang kira-kira bisa menjadi rangkuman perjalanan hidup kita? Hari ini kita akan mempelajari ungkapan pengalaman pribadi seseorang dengan Tuhan. Perjalanan hidupnya telah membawa dia untuk mengakui bahwa Tuhan adalah gembala. Daud bisa mengalami Tuhan sebagai gembala karena hidupnya dimulai dengan Tuhan (ay. 1 - Tuhan adalah gembalaku) dan berujung pada Tuhan (ay. 6 - aku akan diam dalam rumah Tuhan sepanjang masa). Menilik kedalaman nilai rohani yang terkandung dalam mazmur ini, mazmur ini tampaknya tidak ditulis oleh Daud ketika ia masih muda (masih menjadi gembala domba). Penulis mazmur ini tampaknya adalah seseorang yang telah melalui berbagai macam fase kehidupan. Kemungkinan besar mazmur ini ditulis ketika Daud melarikan diri ke padang karena dikejar-kejar Saul atau Absalom.

Apakah artinya kalau Tuhan sebagai gembala kita?
1. Sebagai gembala, Tuhan memberikan apa yang kita perlukan (ay. 1-3). Ketika ia mengibaratkan dirinya sebagai domba, Daud berkata takkan kekurangan aku di tangan Tuhan. Apa yang menjadi keperluannya disediakan Tuhan. Rumput yang hijau (pemeliharaan Tuhan tidak musiman; bukan kadang dipelihara – kadang tidak), air yang tenang (waters of rest), menyegarkan jiwaku (memulihkan jiwaku), memimpin ke jalan yang benar (walaupun itu harus melalui lembah kekelaman).
2. Sebagai gembala, Tuhan melindungi kita dalam masa yang sulit (ay. 4). Lembah kekelaman (“bayang-bayang kematian/salmawet “ atau “kegelapan yang paling dalam”/salmut); kita hanya melewati, bukan tinggal; Allah menjaga kita dengan gada dan tongkat.
3. Sebagai gembala, Tuhan memberikan sukacita (ay. 5). Dari metafora gembala, sekarang Daud sekarang beralih ke metafora lain, yaitu seorang raja yang menjamu undangannya. Ketika seorang raja yang mengadakan perjamuan, maka kata “minyak” dan “piala” melambangkan sukacita (Mzm. 104: 15; 2 Sam. 14:2). Pengalaman pribadi tersebut memberikan kepastian yang kuat bagi masa depan setiap orang yang menjadikan Tuhan sebagai yang awal dan yang utama: kita akan dikejar oleh berkat TUHAN seumur hidup kita (ay. 6a) dan kita akan tinggal dalam hadirat TUHAN seumur hidup kita (ay. 6b).


By: Gembala Sidang - Minggu, 03 Juli 2011