RH Minggu, 28 Maret 2010

Minggu, 28 Maret 2010

Kencana Wingka (Mazmur 127)


Wingka ialah pecahan genting, sedangkan kencana berarti emas. Meskipun sejatinya hanya pecahan genting, ia dianggap sebagai sebungkah kencana, emas yang amat berharga. Begitulah cara pandang orang Jawa terhadap sosok anak. Mereka menggunakan istilah kencana wingka untuk menggambarkan kasih sayang orangtua kepada anak mereka. Sejelek-jeleknya, sebodoh-bodohnya, atau senakal-nakalnya si anak, orangtua akan tetap mengasihi dan menyayanginya, bahkan jika perlu membela kelemahannya itu. Pandangan ini mengandung kebaikan selama kita menerapkannya secara wajar. Sayangnya, orang cenderung bersikap berlebihan. Alkitab menyetujui pandangan bahwa anak itu kencana. Anak adalah karunia Tuhan yang sangat berharga. Ia pun diciptakan menurut rupa dan gambar Allah. Namun, anak kita juga mengandung wingka, tabiat dosa yang mencemari semua manusia. Jadi, kita sepatutnya mengasihi dan menghargai anak tanpa mengabaikan kecenderungan berdosa yang membuatnya suka melawan. Untuk itu, kita tidak boleh melalaikan pendidikan dan pendisiplinan anak, yang akan membentuknya menjadi “anak panah di tangan pahlawan”, memenuhi panggilan Tuhan bagi hidupnya. Kasih bukan hanya diungkapkan melalui pelukan namun juga melalui teguran dan didikan.

RH Sabtu, 27 Maret 2010

Sabtu, 27 Maret 2010

Menghadapi Raksasa Kehidupan (1 Samuel 17: 40-58)

Pada saat kita harus berhadapan dengan kesukaran yang teramat besar. Entah berupa penyakit yang tak kunjung sembuh, atau tekanan pekerjaan yang sangat berat; entah juga berupa kehadiran “orang sulit” di dekat kita, atasan di kantor, rekan sepelayanan, tetangga sangat menjengkelkan, tetapi kita tidak bisa hindari. Semua itu membuat kita merasa kecil dan tak berdaya. Dalam keadaan demikian, kita bisa belajar dari Daud ketika menghadapi Goliat. Secara fisik, Daud tidak sebanding dengan Goliat. Daud berperawakan biasa, Goliat raksasa. Daud penggembala kambing domba, Goliat prajurit profesional. Daud bersenjata “umban dan batu”, Goliat bersenjata perang lengkap. Namun akhirnya, Daud berhasil mengalahkan Goliat . Apa kunci sukses Daud? Daud berhasil karena ia berfokus kepada Allah. Jika kita berfokus pada kesukaran yang menghadang, maka kesukaran itu akan kita rasakan berkali-kali lipat lebih besar daripada yang sebenarnya. Namun, kalau kita berfokus pada Allah kita akan mendapat kekuatan ekstra untuk menghadapi segala tantangan. Bersama-Nya kita bisa dan tidak ada alasan untuk kita tidak sanggup mengatasi kesukaran sebesar apa pun.

RH Kamis, 25 Maret 2010

Kamis, 25 Maret 2010

Masalahnya Adalah Dosa (Nehemia 1)

Seberapa besar kemampuan manusia dalam menyelesaikan masalah? Manusia memang memiliki kepintaran, sehingga sanggup menyelesaikan banyak permasalahan yang ada di dunia. Buktinya adalah kemajuan teknologi. Teknologi muncul karena ada masalah yang dihadapi manusia. Namun, jika kita bertanya seberapa besar kemampuan manusia dalam menyelesaikan dosa, jawabannya adalah tidak ada. Hanya Tuhan yang sanggup menyelesaikan dosa manusia. Nehemia sangat menyadari hal tersebut ketika ia harus menyelesaikan permasalahan bangsanya. Nehemia tahu bahwa bangsanya bukan hanya memiliki masalah secara politis, melainkan dosalah yang menjadi akar persoalan dari kehidupan bangsanya tersebut. Oleh sebab itu, hal pertama yang dilakukannya adalah datang kepada Tuhan dan berdoa. Berbagai masalah dalam hidup kita tak jarang berakar pada dosa. Jangan hanya berfokus pada masalah itu sendiri, lihatlah lebih dalam kepada dosa yang menyebabkannya. Sebelum kita “membereskan” masalah kita, baiklah terlebih dahulu kita membereskan dosa kita di hadapan Tuhan. Bertobatlah, dan mintalah ampun kepada-Nya. Pemulihan relasi dengan Tuhan ini dapat menjadi dasar dan sumber kekuatan bagi kita untuk menghadapi masalah yang ada.

RH Jumat, 26 Maret 2010

Jumat, 26 Maret 2010

Satu (Matius 25: 14-30)

Jumlah satu itu sedikit atau banyak? Tergantung satu apa? Satu rupiah sedikit. Satu juta rupiah banyak. Satu menit sebentar. Satu hari lumayan. Satu tahun waktu yang lama. Apalagi satu abad. Satu butir nasi apalah artinya. Satu piring nasi barulah namanya makan. Satu bakul nasi jatah 4 atau 5 orang. Sekali lagi, tergantung satu apa? Satu talenta bukan jumlah yang sedikit. Talenta adalah satuan (berat) uang Yunani yang tertinggi nilainya. Dengan satu talenta saja, orang sudah bisa membeli 200 ekor lembu! Masing-masing hamba memang diberi jumlah talenta yang berbeda. Tetapi yang paling sedikit pun tetap berjumlah besar. Jadi, tidak ada alasan untuk memendamnya. Kita pun sering begitu. Mengira satu itu kecil! Apalah artinya? Padahal tidak. Satu senyuman memulai sebuah persahabatan. Satu nyanyian ikut mencipta suasana romantis. Satu tepukan di pundak mampu memompa semangat. Satu bintang dapat memandu pelaut. Satu hak suara sanggup mengubah wajah suatu bangsa. Satu langkah menjadi awal sebuah perjalanan panjang. Satu kata mengawali sebuah doa. Satu orang diri Anda berharga di mata-Nya. Satu orang beriman bisa menghantar 10, 100, bahkan 1.000 orang untuk mengenal Tuhan. Satu peran menjadikan sebuah pelayanan lengkap. Jadi, mengapa tidak mulai dari yang satu itu?

RH Rabu, 24 Maret 2010

Rabu, 24 Maret 2010

Hara Hachi Bu (Keluaran 16: 13-17)

Penduduk kota Okinawa, Jepang, berjumlah sekitar satu juta jiwa. Dan 900.000 orang di antaranya berusia di atas 100 tahun. Tahun 2008 majalah BBC News mendaulat masyarakat Okinawa sebagai salah satu komunitas penduduk dengan tingkat harapan hidup tertinggi di dunia. Apa rahasianya? Konon, karena penduduk Okinawa sangat kuat menjaga dan menjalankan tradisi hara hachi bu. Itu pepatah Jepang yang artinya: makanlah hanya sampai 80% kenyang. Dengan kata lain, makan secukupnya, jangan sampai kekenyangan. Makan secara berlebihan tidak hanya tidak sehat secara jasmani, tetapi juga secara rohani. Sebab itu menunjukkan ketidakmampuan mengendalikan diri. Manusia cenderung memilih hal yang “enak”. Walau “secara akal”, tahu itu tidak sehat, tidak baik, tetapi karena “secara rasa” menyenangkan, enak, nikmat, jadinya tetap dilakukan juga. Kita perlu belajar mengendalikan diri, mulai dengan mengendalikan pola makan.

RH Selasa, 23 Maret 2010

Selasa, 23 Maret 2010

Mengapa Perlu ke Gereja? (Ibrani 10: 22-26)


Disadari atau tidak, sebetulnya ada banyak sekali manfaat yang bisa kita peroleh dengan kita ke gereja; baik melalui ibadah yang kita ikuti, firman yang ditabur, doa yang dipanjatkan, dan nyanyian yang dinaikkan dalam ibadah; akan menjadi “pupuk yang subur” bagi pertumbuhan iman kita maupun melalui persekutuan dengan sesama saudara seiman; di mana kita dapat saling memperhatikan, saling mendukung dalam kasih dan dalam perbuatan baik. Itulah sebabnya penulis Surat Ibrani pun menasihatkan supaya kita jangan menghindari pertemuan-pertemuan ibadah. Jadi, jangan berpikir bahwa ke gereja itu hanya membuang-buang waktu dan tidak ada manfaatnya sama sekali. Itu salah besar. Persekutuan dengan Tuhan dan saudara seiman tidak akan sia-sia.

RH Senin, 22 Maret 2010

Senin, 22 Maret 2010

Melupakan yang di Belakang (Filipi 3: 12-16)

Seorang pemain biola desa lolos ke final kompetisi nasional. Di malam final, permainannya mengundang decak kagum hingga semua menduga dialah yang bakal menang. Tiba-tiba, di bagian akhir permainannya, 1 senar biolanya putus. Penonton menahan napas. Bahkan pemimpin orkestra pengiring sempat berhenti. Namun, si pemain biola tetap tenang dan terus bermain, walau suara biolanya tak seindah semula. Ia tahu, tak ada gunanya memikirkan senar yang putus. Itu takkan menyambungnya lagi. Hanya membuang waktu dan energi. Lebih baik ia konsentrasi memainkan senar yang masih bisa dimainkan. Meski kalah lomba, ia menang atas kekhawatiran dan pemborosan energi. Pemborosan energi terbesar bisa berwujud kekhawatiran dan pikiran negatif yang dihabiskan untuk memikirkan hal yang tak dapat diubah. Jadi, jangan boroskan energi, lebih baik kita pakai kekuatan dan waktu yang masih ada untuk memainkan senar yang masih utuh.

Artikel

PELANGI SEHABIS HUJAN

Nathaniel Hawthorne sangat kecewa. Ia baru saja menerima kabar pergantian jabatan di kantor bea cukai Boston, Massachusetts, tempatnya bekerja. Ternyata, ia diberhentikan. Berita buruk itu seakan-akan menggelegar di telinganya. Dunia seolah-olah sudah kiamat. Ia berjalan pulang dengan perasaan bingung dan gundah. Di pelupuk matanya terbayang wajah duka istrinya. Hawthorne semakin gelisah. Hari itu sungguh menjadi hari yang panjang baginya.

Setibanya di rumah, ia menceritakan perihal pemecatannya kepada istrinya. Sang istri dengan tatapan prihatin memeluknya, mengambil sebuah pena dan tinta, lalu meletakkan keduanya di meja dekat perapian. "Tidak usah bersedih," katanya, "Kau punya banyak waktu sekarang. Kau bisa mulai menulis." Empat tahun setelah kejadian memilukan itu Hawthorne menghasilkan sebuah novel yang membuat namanya terkenal di seluruh dunia: The Scarlet Letter.

Kegagalan di satu bidang kerap menjadi pembuka jalan bagi keberhasilan di bidang lain. Kuncinya adalah tidak putus asa, terus berusaha dan terutama tetap berpaut pada Tuhan, Sang sumber hidup. Jika Tuhan mengijinkan sesuatu terjadi, tentu ada maksud baik di balik hal itu.

Itulah janji Tuhan kepada setiap kita. Di tengah penderitaan dan kegalauan akan gelapnya masa depan kita, Tuhan membawa berita pengharapan bagi kita. Itulah janji Tuhan kepada kita saat duka menerjang. Hanya, maukah kita percaya dan tetap menaruh pengharapan kepada-Nya? Terkadang Tuhan menutup pintu yang satu untuk membuka pintu yang lain. Tuhan tidak pernah terlambat.

Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman Tuhan, yaitu rancangan damai sejahtera. (Yeremia 29:11)

Artikel

Mewaspadai Ucapan

Pada masa kekuasaan Tsar Nicolas I di kekaisaran Rusia, pecah sebuah pemberontakan yang dipimpin seorang bernama Kondraty Ryleyev. Namun, pemberontakan itu berhasil ditumpas. Ryleyev, sang pemimpin ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung. Namun saat tali sudah diikatkan di lehernya dan eksekusi dilaksanakan, tiba-tiba tali gantungan itu putus. Di masa itu, kejadian luar biasa seperti itu biasanya dianggap sebagai bukti bahwa terhukum tidak bersalah dan Tsar mengampuninya. Namun, Ryleyev yang lega dan merasa di atas angin pun menggunakan kesempatan itu untuk tetap mengkritik, "Lihat, di pemerintahan ini sama sekali tidak ada yang betul. Bahkan, membuat talipun tidak becus!"

Seorang pembawa pesan yang melihat peristiwa putusnya tali ini kemudian melaporkan pada Tsar. Sang penguasa Rusia itu bertanya, "Lalu, apa yang Ryleyev katakan?" Ketika pembawa pesan itu menceritakan komentar Ryleyev di atas, Tsar pun menjawab, "Kalau begitu, mari kita buktikan bahwa ucapannya tidak benar." Ryleyev pun menjalani hukuman gantung kedua kalinya dan kali ini tali gantungannya tidak putus. Bukan hukuman yang membinasakannya, tapi ucapannya sendiri.

Lidah itu seperti kekang kuda, kemudi sebuah kapal, yang hanya benda kecil tapi bisa mengendalikan benda raksasa. Lidah dapat menjadi seperti api kecil di tengah hutan, bahkan lebih buas dari segala hewan liar.

Apa yang kita ucapkan sangat sering menentukan arah hidup kita. Apa saja yang kita ucapkan pada orang lain dan pada diri sendiri sangat berpengaruh terhadap kejadian-kajdian yang akan kita alami kemudian.

Apa yang kita ucapkan seringkali menentukan apa yang kemudian kita terima.

" ... tetapi tidak seorangpun yang berkuasa menjinakkan lidah, ia adalah sesuatu yang buas, yang tak terkuasai, dan penuh racun yang mematikan." (Yakobus 3 : 2)

Ringkasan Kotbah, Minggu 14 Maret 2010

The Next Level (1 Korintus 10: 1-4)

Perjalanan bangsa Israel dari Mesir ke Kanaan adalah gambaran untuk kehidupan rohani kita menuju kehidupan yang dikehendaki Tuhan. Dengan tangan-Nya Tuhan membawa bangsa Israel keluar dari perbudakan di Mesir (Kel. 13: 14). Ini merupakan gambaran dari kita yang dibebaskan dari perbudakan dosa/iblis. Mesir adalah tanah perbudakan, sedangkan Kanaan adalah tanah perjanjian.

Setelah Israel keluar dari Mesir, Firaun mengejar lagi Israel untuk dijadikan budak kembali (Kel. 14: 5-7). Meskipun kita sudah jadi Kristen, tetapi iblis tidak tinggal diam, dia mencoba untuk menarik kita kembali ke kerajaan gelap. Pada saat ini bangsa Israel menghadapi laut di depan mereka dan di belakang mereka, tentara Mesir yang mengejar (Kel. 14: 10). Pada saat bangsa Israel menghadapi kesulitan ini, ada tiga kemungkinan yang akan dilakukan bangsa Israel, yaitu: kembali ke Mesir dan menjadi budak Mesir, tetap tinggal di tepi pantai atau menyeberagi laut. Dalam hal ini Allah tidaklah salah dalam membimbing. Allah membimbing kita untuk mengalami kesulitan, supaya kita bertindak dengan iman menyeberangi laut dan masuk pada ”the next level”.

Tuhan melakukan mujizat, membelah laut sehingga orang Israel bisa berjalan menyeberang laut. Orang Mesir mengikuti orang Israel, mengejar sampai ke tengah laut. Tetapi air laut menyatu kembali, menenggelamkan kereta, kuda dan seluruh tentara Mesir mati tidak ada yang selamat. Kisah ini benar-benar nyata. Ron Wyatt telah membuktikannya melalui penemuannya pada saat scuba diving dan melihat di dasar air. Wyatt menemukan roda-roda, badan kereta, juga tulang manusia dan kuda. Mereka menemukan baik di dekat di sisi pantai Saudi maupun Nuweiba. Secara khusus Ron Wyatt menemukan tiga roda yang disepuh emas.

Kesulitan, masalah atau pun persoalan seringkali Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita supaya kita dapat masuk pada ”the next level”. Amin

Pdt. Fu Xie - Minggu, 14 Maret ‘10

Humor

KKR di Arab Saudi

Pada suatu hari seorang pendeta akan mengadakan KKR kesembuhan di Arab Saudi. Dia membuat sebuah baliho untuk mempublikasikan KKR itu.
Dia membagi baliho itu menjadi tiga bagian (bayangkan seperti brosur yang dilipat menjadi tiga) dari kiri ke kanan. Bagian pertama yang paling kiri bergambar orang yang sakit lumpuh. Bagian kedua (tengah) bergambar orang itu sedang didoakan oleh pendeta. Bagian ketiga (kanan) bergambar orang itu dapat berjalan kembali.
Pada waktu hari H, dia heran mengapa tidak ada orang yang menghadiri KKR itu. Dia sangat sedih. Dia kembali ke kamar dan berdoa, "Roh Kudus, apa yang salah? Aku sudah mengerjakan sebaik mungkin."
Apa jawab Roh Kudus?
"Kamu harus menjadi seperti orang Arab dalam membuat baliho itu. Orang Arab membaca dari kanan ke kiri. Jadi kalau kamu buat urutan seperti itu, orang Arab akan berpikir bahwa kalau datang ke KKR itu, orang yang sembuh setelah didoakan akan menjadi sakit."
????

Demikianlah bagi orang Yahudi aku menjadi seperti orang Yahudi, supaya aku memenangkan orang-orang Yahudi. Bagi orang-orang yang hidup di bawah hukum Taurat aku menjadi seperti orang yang hidup di bawah hukum Taurat, sekalipun aku sendiri tidak hidup di bawah hukum Taurat, supaya aku dapat memenangkan mereka yang hidup di bawah hukum Taurat. (1 Korintus 9: 20)

RH Minggu, 21 Maret 2010

Minggu, 21 Maret 2010

Menanti Janji (Kejadian 12: 1-9)

Menantikan sebuah janji sering diiringi de-ngan munculnya rasa gelisah. Suatu kali, se-se-orang menjanjikan ban-tuan dana untuk se-buah kebutuhan pelayanan yang mendesak. Kami harus membayar sewa ru-mah pelayanan dengan be-be-rapa renovasi agar atap ru-mah tidak bocor jika hujan turun. Namun sampai menjelang waktu pembayaran, da-na tidak kunjung dibe-ri-kan. Muncul ke-ra-gu--an, apakah ia masih i-ngat janji terse-but? Tuhan menjanjikan kepada Abraham sebuah ne-geri di tanah Kanaan. Masa-lah-nya negeri itu didiami oleh bangsa Kanaan. Keraguan dan kebingungan pasti mengu-a-sai hati Abraham. Janji Tuhan tidak sesuai dengan kenyataan yang dihadapinya. Namun kita tahu kemudian hari, keturunan Abraham men-ja-di bangsa yang besar, dan tanah Kanaan menjadi milik pusaka me-reka. Itu terjadi kurang lebih 400 tahun kemudian. Selama masa itu Tuhan tidak melupakan janji-Nya kepada Abraham! Dalam hidup ini, pengalaman dikecewakan oleh janji manusia ti-dak perlu membuat kita meragukan janji Tuhan. Bahkan ketika kita lu-pa, Tuhan tidak akan melupakan janji-Nya. Janji Tuhan sepasti matahari yang terbit di pagi ha-ri. Kita tidak akan kecewa jika berpegang teguh pada janji-Nya. Dia belum pernah mengecewakan dan Dia tidak akan pernah mengecewakan.

RH Sabtu, 20 Maret 2010

Sabtu, 20 Maret 2010

Manusia Baru (Efesus 4: 17-32)

Sudah sering kita mendengar orang me-lakukan operasi wajah, sedot le-mak, permak perut, pengambilan tahi la-lat, dan sebagainya. Tujuan semua ini a-da-lah agar manusia berpenampilan baru. Ya, mungkin saja penampilan orang bisa baru, tetapi itu tak menjamin bahwa orang-nya juga menjadi baru! Ketika Paulus berpesan kepada jema-at Efesus agar menanggalkan manusia la-ma dan mengenakan manusia baru, tentu bukan operasi fisik yang ia maksud. Yang mesti baru adalah kualitas hidup manusia. Bagaimana caranya? Pertama, menyadari bah-wa hidup sebagai orang yang tidak mengenal Allah adalah hidup yang tak ada maknanya, sia-sia. Kedua, menyadari bahwa kita pasti pu-nya pengalaman dengan Kristus. Pengalaman itu indah dan meng-u-bahkan hidup kita. Namun seiring berjalannya waktu, kita ke-rap mengabaikan dan meninggalkannya. Padahal pengalaman itu sa-ngat berharga, sehingga perlu dipelihara. Tahap ketiga a-dalah menjaga sikap hidup sehari-hari, misalnya dalam mengelola a-marah, menjaga lidah, dan sebagainya. Melalui langkah-langkah ini, manusia baru akan terus terpelihara kebaruannya. Menjagai kualitas hidup kita tetap baru tentu tidak mudah. Na-mun ini bukan hal yang mustahil. Kristus, Tuhan dan Sahabat kita, tak akan membiarkan kita berjuang sendiri.

RH Jumat 19 Maret 2010

Jumat, 19 Maret 2010

Beriman dengan Tulus (Daniel 3: 14-21)

Ketika seorang murid bertanya, apa yang akan diminta gurunya jika ia ber-te-mu Tuhan. Sang guru yang bijaksana men---jawab, “Aku akan meminta api dan air. Api untuk membakar surga, sedang-kan air untuk memadamkan neraka, se-hing---ga surga dan neraka tidak lagi dija-di-kan alasan manusia untuk beriman ke-pa-da Tuhan. Biarlah setiap orang beriman ha--nya karena cintanya kepada Tuhan. Tan-pa pa-mrih, tanpa syarat.” Bekerja untuk mendapat upah itu wa-jar. Yang tidak wajar adalah beriman demi “upah”. Upah, entah takut sesuatu atau-pun berharap sesuatu. Sama dengan kita men--cintai seseorang karena takut kelak ti-dak ada yang mengurus atau karena kita ingin mendapat berbagai fasilitas. Buka-n-kah itu cinta yang tidak tulus? Demikian juga iman. Iman yang di-do-rong untuk mendapat “upah” adalah iman yang tidak tulus. Iman yang tulus adalah iman seperti yang ditunjukkan oleh Sa-drakh, Mesakh, dan Abednego. Mereka diperintahkan untuk tunduk me--nyembah patung emas Raja Nebukadnezar. Itu artinya mereka ha-rus menyangkal iman mereka kepada Allah. Jikalau mereka tidak pa--tuh, perapian yang menyala-nyala sudah menanti. Lalu apa jawab mereka? Mereka memutuskan untuk tetap beriman kepada Allah sekalipun Allah tidak memberikan pertolongan bagi mereka (Dan. 3:16-18).

RH Kamis 18 Maret 2010

Kamis, 18 Maret 2010

Dusta (Kisah Para Rasul 5: 1-11)

Membiarkan berkembangnya sesuatu yang berpengaruh buruk adalah kesa-lah-an serius. Ibarat penyakit menular, jika di-biarkan ia akan semakin banyak me-ma-kan korban. Ibarat sel kanker, jika sudah ber-kembang hingga ke stadium lanjut, ia akan semakin sukar dilumpuhkan. Ibarat ke-biasaan buruk, jika dibiarkan sejak a-nak-anak akan menjadi watak yang buruk. Da-ya rusaknya sudah terlampau kuat untuk dihambat. Satu-satunya cara me-ng-a-tasi hanya dengan mencegah atau mem-berantasnya selagi masih dini. Gereja di zaman para rasul tentu ma-sih amat “muda”. Tugasnya adalah men-ja-di saksi kebenaran injil Yesus Kristus. Dalam pengadilan di masa itu, kebenaran se-buah kesaksian harus dikukuhkan oleh dua orang saksi. Dusta adalah dosa yang bertolak belakang dengan tu-gas menjadi saksi. Menjadi saksi harus berkata benar. Oleh sebab itu, ketika ada dua orang murid bersepakat dalam sebuah dusta, me-reka dihukum dengan amat serius untuk menjadi peringatan bagi semua orang. Se-bab seorang saksi tak mungkin berkompromi de-ngan dusta. Jika kebiasaan buruk berdusta dibiarkan, ia akan menjadi bencana di kemudian hari. Kita harus bersikap tegas terhadapnya. Tiada cara lain untuk memerangi dusta selain memangkasnya sedini dan seserius mungkin.

RH Rabu, 17 Maret 2010

Rabu, 17 Maret 2010

Titik Hitam (1 Raja-raja 19: 9-18)

Di sebuah kelas sekolah dasar, seorang guru wanita memperlihatkan secarik kertas ber-gam-bar satu titik kecil berwarna hitam ke-pada para murid. “Ini apa, anak-anak?” ta-nya-nya. “Titik, Bu!” jawab para murid se-rem-pak. “Bukan, ini kertas!” kata Bu Guru lagi. Ilustrasi kecil ini menun-juk-kan, bahwa orang bisa lebih terfokuskan per-hatiannya pada satu titik hitam, wa-lau-pun kecil di-ban-ding pada lembaran besar ker-tas putih di mana titik hitam itu tergambar. Hal itu juga terjadi pada Nabi Elia ketika ia melarikan diri dari Izebel, istri Raja Ahab, yang mengancam hendak membunuhnya. Di Gunung Horeb, Elia begitu frustrasi, ia me-ra-sa seolah-olah hidupnya begitu suram dan ke-lam. Sampai-sampai ia ingin mati dan merasa hanya tinggal sendirian. Di tengah berbagai kesulitan, ketika badai hidup menerjang, apakah kita merasa hidup ini seolah-olah gelap sama sekali? Kita lalu merasa sebagai orang yang paling malang di dunia. Baiklah sejenak kita berdiam di-ri. Kita fokuskan perhatian pada hal-hal yang indah dalam hidup ini. Percayalah, kita akan menemukan kenyataan bahwa hidup kita tidaklah sekelam yang kita duga. “Ruang putih” dalam kertas hidup kita masih jauh lebih luas dibandingkan satu titik hitam beban yang ada di situ.

RH Selasa 16 Maret 2010

Selasa, 16 Maret 2010

Susahnya Berubah (Lukas 7: 29-35)

Setiap tahun, 600.000 orang Amerika men-jalani operasi bypass jantung. Ini hanya solusi sementara. Pasca operasi, mereka selalu diingatkan supaya mengu-bah gaya hidup. Mereka harus mengubah pola makan, berhenti merokok, dan ber-olah--raga. Jika tidak, kondisi jantung akan memburuk dan membahayakan jiwa. Pe-ne-litian menunjukkan ternyata 90% pasien tidak mengubah gaya hidupnya sekalipun terancam maut. Mengapa? Karena sikap membenarkan diri sendiri. Banyak yang berpikir, “Bukankah soal mati hidup di ta-ngan Tuhan? Itu tidak ditentukan oleh ga-ya hidup saya!” Orang akan sulit berubah jika ia terus membenarkan diri sendiri.

Apakah anda merasa sulit berubah? Berhentilah membenarkan diri sendiri. Jika anda terus mencari-cari alasan untuk memaklumi dan memaafkan diri sendiri, anda akan segan berubah. Perhadap-kan-lah diri sendiri dengan kebenaran, walaupun terasa pahit. Me-mang berubah itu sulit, sakit, dan memakan waktu lama. Namun tanpa per-u-bahan, tak akan ada kemajuan. Orang yang tak pernah berusaha berubah bagai atlet yang belum bertanding sudah mengaku kalah.

RH Senin, 15 Maret 2010

Senin, 15 Maret 2010

Bisa Gila (Habakuk 3: 14-19)

Arswendo Atmowiloto, seorang penu-lis se-nior yang pernah dipenjara gara-gara kasus angket tokoh terpopuler di In-do-nesia, menu-lis demikian: “Kalau ki-ta bilang tinggal di pen-jara itu enak, kita ini gila. Tetapi kalau kita sudah di dalam pen-jara dan tidak bi-sa merasakan bahwa tinggal di penjara itu enak, kita bisa jadi gila!” Maksudnya ku-rang lebih, kalau kita tidak bisa menye-nang-i situasi tidak menye-nang-kan yang ha-rus kita hadapi, itu berarti kita hanya me--nambah masalah. Ada saat-saat tertentu kita hidup “ba--gai dalam pen-jara”. Kita berada da-lam si-tu-asi amat menyesakkan. Kita ingin ke-lu-ar, tetapi tidak bisa. Situasi itu bisa berupa suasana kerja yang menekan be-rat, bos yang sulit, rekan sekerja yang menyebalkan, tuntutan kerja yang ti--dak masuk akal. Inginnya keluar kerja. Sudah berusaha mencari pe---ker-ja-an baru, tetapi tidak kunjung dapat. Dalam situasi demikian, tidak ada jalan lain, terima kenyataan de-ngan iman. Yakinkan diri, bahwa di balik segala situasi yang Tu-han izinkan kita alami pasti ada hikmahnya. Inilah yang dilakukan oleh Habakuk. Ia menghadapi situasi yang getir; penindasan, kela-lim-an, kejahatan, kekerasan, pertikaian, ketidakadilan (Hab. 1: 2-4). Tetapi ia tidak menjadi patah arang. Kalau kita tidak bisa mengubah keadaan cara terbaik adalah menerimanya.

HUMOR

EMAIL SALAH ALAMAT

Seorang pria sedang berlibur ke Lombok. Istrinya tidak ikut karena ada urusan bisnis di Jakarta dan baru bergabung keesokan harinya. Ketika sampai di hotel, pria itu mengirimkan email kepada istrinya. Karena lupa alamat email istrinya, maka dia mencoba seingatnya.
Sialnya, dia melupakan satu huruf dan email tersebut terkirimkan ke seorang perempuan Aceh yang suaminya baru saja meninggal akibat konflik. Saat wanita yang sedang berduka itu membaca email tersebut, ia berteriak dengan hebat lalu jatuh pingsan.
Keluarganya segera berlari ke dalam ruangan dan melihat isi surat di layar komputer: "Istriku tercinta, saya baru saja sampai. Di sini panas sekali. Segala sesuatu telah disiapkan untuk kedatanganmu besok."

Dan ingatlah baik-baik supaya jangan kamu perbuat suatu kelalaian dalam perkara ini. Apakah gunanya kerusakan yang menjadi kerugian raja-raja itu bertambah besar? (Ezra 4: 22)

Artikel

7 TIPS KERJA SUKSES DARI AMSAL SALOMO

1. ANDALKAN BERKAT TUHAN (Ams. 3: 5-6). Sertakan Tuhan di dalam segenap pekerjaanmu karena banyak yang harus kita kerjakan tetapi tidak diajarkan di bangku sekolah dan banyak yang terjadi yang tidak pernah kita duga sebelumnya.

2. CARILAH PENGETAHUAN (Ams. 19: 20). Ilmu pengetahuan, cara bekerja yang benar dan efisien perlu kita cari. Tanpa pengetahuan, kerajinan pun tidak baik; orang yang tergesa-gesa akan salah langkah. Jangan sungkan belajar dan meminta petunjuk jika tidak mengerti.

3. RAJIN dan CEKATAN (Ams. 10: 4). Hanya orang rajin dan cekatan yang akan diingat oleh pimpinannya, terutama waktu menetapkan promosi jabatan dan kenaikan gaji.

4. BERLAKU JUJUR dan BENAR (Ams. 16: 8). Upah pekerjaan orang benar membawa kepada kehidupan, penghasilan orang fasik membawa kepada dosa.

5. JAGA PEMBICARAAN (Ams. 10: 19). Mengerjakan tugas-tugas adalah suatu pekerjaan yang berat, jangan ditambahi lagi dengan masalah lain karena mulut kita yang bocor. Siapa yang memelihara mulut dan lidahnya, memelihara diri daripada kesukaran.

6. SABAR dan TENANG (Ams. 16: 32). Hati yang sabar dan tenang menyegarkan tubuh, tetapi iri hati membusukkan tulang.

7. JANGAN INGIN CEPAT KAYA (Ams. 13:11). Menjadi kaya adalah impian kebanyakan orang dan sah-sah saja. Ingin cepat kaya seringkali menjebak orang-orang ke dalam perbuatan yang berdosa. Menikmati hidup lebih penting dari menjadi kaya tetapi mempunyai banyak masalah.

Artikel

KISAH SUKSES WILLIAM COLGATE

Colgate adalah nama sebuah perusahaan. Jika mendengar nama itu, kebanyakan orang Amerika pasti akan langsung berpikir tentang pasta gigi. Tetapi, jika mereka tahu sejarah orang dibalik nama itu, mereka, mungkin akan berpikir tentang kristus dan jejak yang dijalani Colgate bersama-Nya.

William Colgate lahir pada tanggal 25 januari 1783 di kota Kent, Inggris. Ayahnya, Robert adalah seorang petani yang dikenal sebagai intelektuual yang berani dan memiliki pemikiran politik yang tajam. Pada suatu hari, karena mendukung kemerdekaan negara koloni Inggris, Robert mendapat ancaman dari pihak penguasa. Namun, Tuhan campur tangan dengan mengirim seorang di tengah malam buta untuk memperingati keluarga Colgate. Dengan segera mereka terbang meninggalkan negara Inggris. Pembawa pesan itu mengatakan, jika saja mereka tetap di Inggris kemungkinan besar pasti dihukum penjara atau bahkan dihukum mati. Tapi apa yang buruk menurut dunia, Tuhan mengubahnya menjadi sebuah kebaikan.

Pelayaran
Keluarga Colgate naik kapal pada bukan maret 1798 dan berlayar menuju Amerika. Mereka menetap di sebuah perkebunan di Hartford Co., Maryland. Di sana Ayah William bekerja sama dengan Ralph Maher untuk memulai usaha pembuatan sabun dan lilin.
William membantu kedua orang itu dan belajar dengan cepat. Tetapi, kenyataan berkata lain. Meski sudah bekerja keras, kerja sama itu gagal di tengah jalan. Robert Colgate kembali ke perkebunan dan William memutuskan untuk memulai usahanya sendiri. Setahun kemudian ia kekurangan modal, dan William Colgate harus menutup usahanya. Meski gagal dua kali, William tidak menyerah. Ia mendapatkan pelajaran berharga. Ia percaya, Tuhan akan mengarahkan langkah Anda, jika Anda mau mencari-Nya dan menyerahkan bisnis Anda ke dalam rencana-Nya, meski ada kegagalan.

Seorang teman kristiani yang bekerja di sebuah kanal kapal menasihati Colgate, "Berikan hatimu bagi Kristus. Berilah kepada Kristus apa yang menjadi milik-Nya. Buatlah sabun dengan jujur. Berikan persembahanmu dengan jujur... dan seseorang akan menjadi pembuat sabun ternama di New York. Orang itu mungkin saja kamu."

Saat William mempelajari Alkitab, ia begitu tertarik dengan ayat dalam Kejadian 28:20-22, "Lalu bernazarlah Yakub: "Jika Allah akan menyertai dan akan melindungi aku di jalan yang kutempuh ini, memberikan kepadaku roti untuk dimakan dan pakaian untuk dipakai, sehingga aku selamat kembali ke rumah ayahku, maka Tuhan akan menjadi Allahku. Dan batu yang kudirikan sebagai tugu ini akan menjadi rumah Allah. Dari segala sesuatu yang Engkau berikan kepadaku akan selalu kupersembahkan sepersepuluh kepada-Mu."

Pada tahun 1804, Colgate dipekerjakan oleh sebuah perusahaan pembuat sabun sebagai pegawai magang. Dia terus memegang perintah Tuhan dalam Amsal, yaitu memperhatikan perintah, meski perintah itu datang dari mereka yang gagal (Ams. 24:30-32).

Colgate percaya bahwa perusahaan itu telah salah kelola dan ternyata ia benar. Perusahaan itu akhirnya tutup pada tahun 1806, tapi reputasi dan ambisi Colgate memampukannya untuk menghubungi pada penyalur di kota lain. Ia memulai merintis usahanya kembali.

Dan mujizat terjadi. William Colgate dan perusahaannya itu sudah berhasil sejak awal. Dalam 6 bulan perusahaan itu sudah berhasil membuat produk-produk baru dengan bahan kanji. Segera, perusahaan itu mampu memproduksi sabun tangan, sabun toilet dan sabun cukur.

Tidak Lalai
Meski Colgate sangat sibuk dalam pengembangan usaha, ia tidak mengabaikan waktu-waktu pribadinya dengan Tuhan. Kesuksesan Colgate dicapai karena ia mengikuti prinsip-prinsip Alkitab. Seperti Yakub yang berjanji untuk memberi persembahan sulung kepada Tuhan, maka Colgate juga membuat janji yang sama. Sepuluh persen dari keuntungan Colgate dengan setia diberikan kepada Tuhan.

Tidak lama, Colgate segera menjadi salah satu pengusaha ternama di New York. Bisnis itu bukanlah satu-satunya yang bertumbuh dan berhasil. Colgate menikahi Mary Gilbert pada tahun 1811, dan bersamanya terlahir 11 anak. Pernikahannya dengan Mary disebut orang sebagai "Persekutuan yang indah dengan seorang yang menyenangkan." Colgate bahkan menamai anaknya berdasarkan nama Alkitab. Ini menggambarkan cara pandang Alkitab dalam setiap aspek hidup mereka. Keluarga ini setia beribadah dan membaca Alkitab bersama.

Colgate sangat aktif dalam bermacam kegiatan sosial yang diadakan di gerejanya. Dia juga meyumbangkan banyak dana untuk lembaga pendidikan, termasuk Madison College, Hamilton, New York. Karena kemurahan hatinya, sekolah itu kini berganti nama menjadi Colgate University. Dia juga adalah pendukung aktif kegiatan misionaris. Pada tahun 1816, Colgate memegang peranan penting dalam mengelola American Bible Society dan American and Foreign Bible Society. Dia juga melayani sebagai pengurus American Tract Society.

Selagi bisnisnya terus berkembang dan diberkati Tuhan, dia memerintahkan akuntannya untuk meningkatkan jumlah persembahannya, dari 20 persen menjadi 30 persen. Ketika dia terus berkomitmen untuk memberi, perusahaannya menjadi semakin diberkati Tuhan.

Saat ini, Colgate Palmolive adalah salah satu perusahaan tertua di Amerika dan dinobatkan oleh majalah Fortune sebagai salah satu dari 500 perusahaan paling sukses di Amerika. Angka penjualan revenue-nya mencapai US$ 9 miliar dan cabangnya telah berada di 221 negara di seluruh dunia. Produknya telah berkembang memenuhi kebutuhan perorangan, pabrik sampai hewan peliharaan. Merknya telah dikenal di seluruh dunia seperti Colgate, Palmolive, Speed-Stick, Fab, Murphy, Ajax, dan Irish Spring.

Keberhasilan Colgate Palmolive adalah sebuah kesaksian tentang apa yang Tuhan sanggup kerjakan bagi mereka yang setia mengejar mimpinya dan berkomitmen untuk mengenal Tuhan, Pribadi yang sanggup memenuhi mimpi-mimpinya.

Ringkasan Khotbah, 7 Maret 2010

MATA
(Matius 6: 22-23)

Mata adalah panca indera yang memegang peranan penting dalam keberhasilan seseorang. Mata menentukan berhasil atau gagalnya seseorang. Hampir seumur hidup, kita melatih mata untuk melihat hal-hal yang buruk. Contoh: Waktu bangun pagi, kita membaca surat kabar dan televisi yang penuh dengan kabar-kabar yang buruk, kita melihat berita ekonomi yang kacau dan kejahatan-kejahatan yang ada di sana-sini. Tanpa sadar kita melatih mata bertahun-tahun untuk melihat hal-hal yang jahat, yang buruk dan yang mengelisahkan. Tidak heran banyak orang hidupnya gagal dan tidak bahagia karena matanya selalu melihat hal-hal yang buruk, yang jahat dan yang jelek. Penting bagi kita untuk melatih mata kita dengan benar, supaya hidup kita bahagia dan berhasil (Mzm. 109:17).

Tiga (3) cara melatih mata supaya hidup kita bahagia dan berhasil:
1. Carilah selalu bukti kehadiran Tuhan. Kalau kita bertekad untuk melihat hal-hal yang baik, maka dalam satu jam pun akan ada banyak hal yang baik yang akan kita jumpai. Jika kita terus menerus menggunakan mata untuk mencari dan melihat hal-hal yang buruk, maka hal-hal yang buruk akan selalu datang kepada kita. Yakobus menasihati, agar kita menanggapi kejadian-kejadian yang terjadi dengan hati-hati, karena cara kita memandang mempengaruhi sikap dan tindakan-tindakan kita (Yak. 1: 2). Bukan cuma di saat-saat senang, tetapi dalam segala hal.

2. Pandanglah segala sesuatu dengan cara Allah memandangnya. Daud adalah pemimpin Israel terbesar dan berkenan kepada Allah (1 Sam. 13: 14). Setiap kali bertempur selalu menang. Bagaimana ia bisa begitu? Sebab Daud adalah orang yang memandang segala sesuatu bukan seperti ia memandang, tetapi seperti Allah memandang. Saat melawan Goliat (1 Sam. 17: 24,45-47), Daud memilih memandang segala sesuatu dengan cara Allah memandang, itulah sebabnya Allah memakai Daud untuk melaksanakan rencana-rencana Allah. Daud selalu mencari hal-hal yang baik dari Saul, sekalipun Saul selalu menginginkan dan merencanakan kematian Daud karena iri (1 Sam. 24: 5-8).

3. Peliharalah sikap bersyukur, tanpa mempedulikan keadaan-keadaan kita. Sikap bersyukur tidak pernah terbentuk dengan sendirinya. Tumbuhkanlah roh yang penuh rasa syukur! Rasa bersyukur adalah suatu roh, suatu sikap dan bukan tanggapan terhadap pemberian dan karunia yang diberikan kepada kita. Pelajarilah rahasia untuk memiliki rasa syukur terhadap apa yang telah dilakukan oleh Tuhan kepada kita. Tumbuhkanlah roh itu bahkan sebelum kita menerima berkat apapun.

Melalui ketiga hal tersebut, kita dapat menjaga mata kita untuk terus melihat yang benar sehingga hidup kita bahagia dan berhasil. Amin

Pdt. Henoch Wilianto - 07 Maret 2010