RH Minggu, 30 Mei 2010

LUPA BERTERIMA KASIH (Kejadian 40: 5-23)

Seorang teman saya memiliki kesukaan unik dalam membaca buku. Ia paling suka menyimak, apabila ada pada buku yang ia baca, bagian ucapan terima kasih. Di situ penulis menyebutkan orang-orang yang turut berjasa dalam mendukung proses penyusunan bukunya. Mungkin hanya satu paragraf, bisa juga berderet-deret sampai beberapa lembar.

Membaca bagian itu, ia diingatkan bahwa menulis buku bukanlah hasil upaya seorang penulis belaka. Banyak pihak lain yang mendukungnya. Rasanya, begitu juga dengan setiap pencapaian kita, sedikit-banyak pasti ada sumbangsih orang lain di dalamnya. Untuk itu, sudah sepatutnya kita berterima kasih kepada mereka, bukan? Sayangnya, manusia cenderung gampang lupa berterima kasih kepada sesamanya. Bagaimana kita dapat mengatasi kecenderungan lupa berterima kasih itu? Tentu dengan membiasakan diri berterima kasih. Nyatakan secara langsung ketika seseorang berbuat baik kepada Anda. Teleponlah orang itu, kirimkanlah SMS atau e-mail, tulislah di dinding Facebook-nya, ceritakan kebaikannya kepada orang lain, atau berdoalah untuknya. Kreatiflah dalam berterima kasih!

RH Sabtu, 29 Mei 2010

KITAB YANG MELEMAHKAN? (Pengkhotbah 12: 13, 14)

Bagi para motivator atau pengajar di seminar-seminar pengembangan diri, yang selalu menekankan pentingnya berpikir positif, bersikap positif, dan berperasaan positif, Kitab Pengkhotbah bisa jadi dianggap sebagai kitab yang "melemahkan". Betapa tidak, salah satu kata yang paling kerap disebut dalam kitab ini adalah "sia-sia". Judul-judul perikopnya juga seolah-olah menggambarkan kemuraman hidup. Contohnya: "Segala sesuatu sia-sia", "Ketidakadilan dalam hidup", "Kesia-siaan dalam hidup", "Kesia-siaan kekayaan", dan "Nasib semua orang sama". Ya, sekilas Pengkhotbah tampak sebagai kitab yang pesimistis. Akan tetapi, benarkah demikian? Sebetulnya tidak juga. Sebab yang hendak diungkapkan Pengkhotbah adalah kefanaan hidup di dunia ini; bahwa dunia dan segala isinya akan berlalu. Penyadaran ini tentu sangat penting, sebab banyak orang yang tanpa sadar ingin hidup selama-lamanya di dunia ini; menumpuk kekayaan tanpa kenal batas, mengejar ilmu tanpa kenal henti. Bukan berarti itu semua tidak penting. Akan tetapi, ada yang jauh lebih penting, yakni "takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya". Kekayaan dan pengetahuan di dunia ini akan sia-sia belaka jika tidak diiringi oleh sikap takut akan Allah dan terlepas dari perintah-perintah-Nya.

RH Jumat, 28 Mei 2010

ALTRUISTIS (Keluaran 32: 30-35)

Gajah Mada terkenal dengan Sumpah Palapa yang ia ucapkan. Ia tidak akan makan buah Palapa sebelum nusantara dipersatukan. Tentu saja maksudnya bukanlah makan buah Palapa secara harfiah. Sumpah itu berasal dari sebuah tekad bahwa ia tidak akan bersenang-senang sebelum cita-cita mempersatukan nusantara tercapai. Gajah Mada bertekad melupakan kepentingan diri sendiri untuk mengerjakan sesuatu yang besar bagi negerinya.

Musa adalah orang yang mengutamakan umat yang dipimpinnya lebih dari diri sendiri. Kebesaran jiwa seperti Musa adalah sebuah watak mulia yang perlu dimiliki setiap orang kristiani. Manusia pada dasarnya adalah makhluk yang mementingkan diri sendiri. Ketika seseorang mulai keluar dari pikiran mementingkan diri sendiri kemudian belajar untuk berjuang demi kepentingan orang lain, ia adalah orang yang "besar". Sesungguhnya, jika hari ini kita mulai belajar menerapkan prinsip mengutamakan orang lain, dunia ini akan semakin dipenuhi manusia-manusia berjiwa besar.

RH Kamis, 27 Mei 2010

MARAH KEPADA TUHAN? (Yunus 4: 1-11)

Banyak lagu rohani yang liriknya berbicara tentang kebaikan Tuhan. Memuja Tuhan karena Dia baik; bahkan amat baik. Tentu itu benar. Namun, kita masih boleh bertanya tentang pernyataan bahwa Tuhan itu baik. Tuhan itu dipuji sebagai Allah yang baik, tetapi baik kepada siapa? Kebanyakan jawabannya adalah: kepada saya. Lantas, bagaimana jika Tuhan baik kepada orang lain? Bahkan, baik kepada orang yang menurut kita tak pantas menerima kebaikan Tuhan?


Kisah Yunus mengajar kita tentang kebaikan Tuhan dalam cakrawala yang lebih lebar. Kebaikan Tuhan tidak hanya untuk saya, tetapi juga bagi semua orang. Ingat cerita anak sulung yang marah ketika adiknya si bungsu pulang disambut bapanya dengan kebaikan (Lukas 15: 28) ? Itulah gambaran sikap kebanyakan orang, termasuk orang kristiani, yakni, kerap merasa dirinya saja yang layak menerima kebaikan Tuhan. Dan "membuat daftar" tentang orang-orang yang tak pantas menerima kebaikan Tuhan. Akibatnya, jika sesama diberkati atau menerima kebaikan di hidupnya, ia gelisah dan marah. Belajarlah melihat kebaikan Tuhan kepada orang lain juga, sebab Dia baik kepada semua orang.

RH Rabu, 26 Mei 2010

TERJERAT KEJAHATAN SENDIRI (Ester 7: 1-10)

Kompas, 16 Januari 2010, memuat berita tentang pemalsu uang yang tertangkap di Kuala Lumpur. Pria ini tertangkap setelah memberi tip selembar uang 500 dolar AS pada pelayan hotel. Pelayan hotel yang merasa beruntung segera menukarkan uang itu. Akhirnya, si penukar uang segera memanggil polisi untuk menangkap sang pemberi tip. Sebab, pecahan tertinggi dolar AS adalah 100, bukan 500! Dari pria itu, polisi menemukan uang palsu senilai 66 juta dolar.

Tak selamanya korban kejahatan adalah orang lain. Ada saat di mana kejahatan menjerat pelakunya sendiri. Mengapa? Karena dalam tindak kejahatan tersimpan benih penghancuran diri pelakunya. Sejenak, pelaku kejahatan tampak kuat. Namun, benih penghancuran itu akan tumbuh. Apakah kita sedang merancangkan hal jahat? Berhentilah sebelum kejahatan itu menghancurkan diri sendiri. Memang ada saat-saat di mana kejahatan seolah-olah tampil perkasa, menggoda kita terlibat di dalamnya. Namun, kejahatan takkan bertahan selamanya, karena Allah masih bertakhta. Maka, daripada merencanakan kejahatan, mari berpihak pada kebenaran, yakni Allah sendiri.

RH Selasa, 25 Mei 2010

BELAJAR PADA MURAI (Matius 6: 25-34)

Burung-burung yang beterbangan secara liar memang tidak menabur dan menuai. Namun, pemeliharaan Tuhan terus mereka alami, sebab mereka bekerja keras sepanjang hari. Sebuah penelitian terhadap aktivitas kehidupan burung menemukan fakta bahwa burung murai, sebagai contoh, setiap hari bangun dini hari pukul 2.30 dan mencari makan hingga larut pukul 21.30. Jadi, setiap hari mereka bekerja selama 19 jam. Tak cuma itu. Burung murai bolak-balik ke sarangnya hingga sekitar 200 kali sehari, demi memberi makan anak-anaknya.


Kita tidak dapat berpangku tangan dan berdoa meminta Tuhan menurunkan berkat-Nya dari langit secara ajaib. Ada bagian yang harus kita kerjakan dan Tuhan akan mengerjakan bagian-Nya. Yang penting adalah kita mesti selalu mendahulukan Kerajaan Allah dan kebenarannya; mendahulukan nilai-nilai kekudusan dan kebenaran yang Allah tetapkan, melandasi setiap karya dan kerja dengan kasih, dan sebagainya. Ketika Dia menjadi yang utama, maka pemeliharaan-Nya akan ditambahkan dengan murah hati kepada kita. Sebab ketika kita ada di jalan-Nya, apa pun yang kita usahakan pasti akan Dia berkati.

RH Senin, 24 Mei 2010

SUPERHERO (Kejadian 50: 22-26)

Seorang anak autis naik ke puncak gedung berlantai tiga di Thailand. Ibunya panik saat ia berdiri di atas pagar pembatas. Nyaris terjatuh. Makin didekati, ia makin menjauh. Tiba-tiba ibunya ingat bahwa anak itu menyukai tokoh Spiderman. Maka, dimintanya petugas pemadam kebakaran mendekatinya dengan memakai kostum superhero itu. Hasilnya? Begitu "Spiderman" muncul memanggil namanya, si anak mendekat. Ia merasa aman dan bangga dilindungi "Spiderman", superhero andalannya.

Banyak orang mencari superhero. Anak mendambakan figur ayah yang kuat. Perempuan mencari suami yang bisa melindungi. Pengusaha mencari orang kuat untuk menjaga usahanya. Rakyat mencari pemimpin yang bisa menjamin keamanan dan kemakmuran. Jika Anda menjadikan orang lain atau diri sendiri sebagai superhero, berhati-hatilah! Anda pasti kecewa, sebab tak ada orang yang serbabisa. Tak seorang pun bisa menjadi superhero asli! Lebih baik andalkan Tuhan, Sang Superhero sejati. Manusia terhebat sekalipun punya ketidakmampuan, maka jangan jadikan mereka Tuhan.

Artikel

Abide With Me

1 Korintus 15:58 - Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab kamu tahu, bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia.

Hanya orang yang bisa menghadapi kematian dengan pikiran yang realistis yang mampu menjalani hidup ini dengan tujuan dan keyakinan. Inilah yang dialami oleh pendeta Inggris, Henry F. Lyte. Ia menulis lirik nyanyian pujian “Abide With Me” atau “Tinggal Sertaku” pada tahun 1847, tidak lama sebelum ia meninggal. Lagu yang diangkat dari Lukas 24:29 ini kemudian menjadi lagu favorit di kalangan umat Kristen selama masa kedukaan atau kesengsaraan. Teks lagu ini dalam bahasa Indonesia adalah, “Tinggal sertaku hari telah senja. Gelap makin turun, Tuhan tinggallah. Lain pertolongan tiada kutemukan, Maha Penolong tinggal sertaku. Hidupku surut ajal mendekat, nikmat duniawi hanyut lenyap, tiada yang tahan, tiada yang teguh. Kau yang abadi tinggal sertaku. Aku perlukan Dikau tiap jam, dalam cobaan Kaulah yang kupegang. Siapa penuntun yang setara-Mu, siang dan malam tinggal sertaku.”

Henry F. Lyte lahir di Skotlandia pada tanggal 1 Juni 1793. Dia belajar di Trinity College , Dublin Ireland. Sepanjang hidupnya ia dikenal sebagai orang yang bekerja keras di dalam melayani Tuhan. Meskipun secara fisik ia lemah karena asma dan TBC, tetapi ia kuat secara roh dan imannya tak tergoyahkan. Ia adalah seorang penyair, musisi dan pelayan Tuhan. Dimanapun melayani, ia dicintai dan dikagumi oleh orang-orang yang dilayaninya. Selama 23 tahun terakhir dalam hidupnya, ia melayani gereja miskin yang kebanyakan adalah nelayan.

Kesehatannya semakin memburuk dan dokter memberikan saran agar ia pindah sejenak ke Itali, daerah yang lebih hangat. Dengan berat hati, ia terpaksa meninggalkan jemaat yang dilayaninya. Pada hari Minggu perpisahan ketika ia menyampaikan khotbah terakhirnya pada tanggal 14 September 1847, ia sama sekali tak berdaya lagi, ia sudah sekarat dan ia berkhotbah dengan berurai air mata. Ada rasa hancur di dada, ketika ia beranjak pergi meninggalkan jemaat Tuhan yang dilayaninya. Namun ia yakin seperti lirik lagu yang ditulisnya bahwa sekalipun ia pergi, namun Tuhan akan tinggal tetap. Ia memohon agar Tuhan tetap tinggal ditengah persekutuan umat-Nya. Dua bulan setelah itu ia meninggal ketika dalam perjalanan ke Roma, Itali.

Lagu pujian “Abide With Me” mengingatkan kita tentang seseorang yang tetap setia melayani Tuhan sekalipun ia menderita. Ia tidak kecewa karena Tuhan tidak menyembuhkannya, ia tidak menjadikan kelemahan tubuh sebagai alasan untuk tidak melakukan sesuatu, namun ia menjalani sisa umur hidupnya dengan melakukan pekerjaan yang bermakna. Melalui lirik lagu yang ditulisnya disela-sela penderitaan karena penyakitnya, kita dapat melihat keteguhan imannya kepada Tuhan. Ia menyadari bahwa ajalnya sudah mendekat, tetapi kalaupun kematian menjemputnya, ia percaya bahwa Tuhan akan tetap tinggal bersamanya, Tuhan yang ia layani akan menjadi bagiannya selamanya.

KATA-KATA BIJAK: Ketika jiwamu lemah karena penderitaan,
ingatlah akan Tuhan maka engkau akan mendapat kekuatan.

Artikel


Kisah Wilma Rudolph

Wilma Rudolph, lahir dari keluarga yang sangat miskin 23 Juni 1940, di Tennesee, USA. Anak ke-20 dari 22 bersaudara. Ayahnya hanya seorang porter KA atau kuli angkut barang, sedangkan ibunya hanya tukang masak dan cuci baju tetangga. Hidup mereka benar-benar miskin.

Saat usia 4 tahun, ia menderita radang paru-paru dan demam tinggi yang menyebabkan kakinya lumpuh karena polio. Orangtuanya tak mampu membeli obat karena waktu itu Amerika masih ada rasialisme yang membuat orang-orang kulit hitam mendapatkan perlakuan buruk dalam kesehatan dan pendidikan. Akhirnya, la harus menggunakan kruk (penyangga) dan dokter menyatakan bahwa kakinya akan lumpuh selamanya. Tetapi ibunya terus berdoa pada TUHAN dan memberi keyakinan pada Wilma bahwa ia pasti normal kembali. Di saat yang buruk, kakinya yang lumpuh semakin mengecil dan hanya terjuntai ke bawah tak bereaksi apapun. Namun Wilma terus mengucapkan kata-kata iman dan berkata, "Aku akan menjadi wanita tercepat di dunia - di lintasan lari." Ia terus mencoba berdiri. Walau sudah ribuan kali ia mencoba dan jatuh, ia tak menyerah.

Pada usia 9 tahun, ia nekat melanggar nasehat dokter dan membuang tongkatnya serta melakukan langkah pertama yang menurut dokter-dokter takkan pernah dapat dilakukannya. Selama 3 tahun ia terus mencoba melangkah, berjalan dan berlari. Pada usia 13 tahun ia mengikuti lomba lari pertama kalinya dan menjadi peserta satu-satunya yang berkaki tak sempurna. Ia kalah. Tapi Wilma terus melaju. Ia terus bertanding di ratusan lomba dan mengalami ratusan kekalahan. Hingga suatu hari ia berhasil menang lomba lari dalam satu kejuaraan provinsi yang membuatnya berhasil meraih beasiswa di Tennesee State University dan mempertemukannya dengan seorang pelatih atletik bernama Ed Temple.

Wilma berkata pada Ed, "Saya ingin menjadi wanita tercepat di lintasan atletik dunia." Di bawah bimbingan Ed, Wilma terus berlatih siang malam, mengatasi berbagai rintangan, bertanding dalam ratusan lomba dan terus melaju hingga akhirnya sejarah mencatat, pada Olimpiade tahun 1960, Wilma Glodean Rudolph, seorang wanita kulit hitam pertama yang pernah menderita polio dan lumpuh, akhirnya menjadi juara Olimpiade dan memenangkan 3 medali emas di lintasan lari 100 meter, 200 meter dan estafet 400 meter serta menjadi wanita tercepat di dunia -- di lintasan lari.

Ringkasan Khotbah 16 Mei 2010


Iman Yang Besar
(Lukas 7: 1-10)

Yesus Kristus adalah jawaban bagi kehidupan semua manusia, orang kafir atau orang Yahudi, kaya atau miskin, pemimpin atau pengikut, penguasa atau hamba. Satu hal yang penting dalam menghampiri dan meminta pertolongan dari Yesus adalah iman. Fakta ini ditunjukkan dengan jelas melalui kisah perwira tinggi ini. Tuhan Yesus mengatakan bahwa perwira ini memiliki iman yang besar. Bahkan Yesus sampai heran melihat iman perwira ini.

Lima hal yang harus kita teladani agar memiliki iman yang besar, ialah:
1. Iman yang besar menghargai orang lain (ay. 2). Iman yang besar sangat menghargai orang lain, terutama orang-orang yang status sosialnya lebih rendah. Menghargai berbeda dengan mengasihi. Berapa banyak di antara kita kalau mereka bicara kita menghargai ide-ide, pandangan-pandangan dan saran-saran mereka? Seringkali kita dapat mengasihi orang-orang di sekitar kita, tetapi belum tentu kita dapat menghargai mereka.

2. Iman yang besar memberi tempat kepada orangtua (ay. 3). Pendidikan kita sebagai seorang anak boleh dan bisa melampaui pendidikan orangtua kita, tetapi hormat dan menghargai orangtua harus tetap ada. Alkitab mengajarkan kepada kita bahwa iman yang besar adalah memberi tempat (hormat dan penghargaan kita) kepada orangtua.

3. Iman yang besar mau menanggung kebutuhan gereja (ay. 5). Kata menanggung tidak sama dengan memberi uang. Menanggung berarti bersedia repot dengan segala urusan yang ada.

4. Iman yang besar merasa tidak layak di hadapan Allah (ay. 6). Tidak ada satu pun dari diri kita yang dapat kita banggakan di hadapan Allah. Kita harus memiliki sikap yang rendah hati dan merasa tidak layak di hadapan Allah.

5. Iman yang besar berpusatkan Kristus (ay. 6-8). Perwira ini memiliki iman bahwa Kristus adalah Allah yang berkuasa. Ia juga percaya bahwa Kristus akan memberi upah kepada orang yang sungguh-sungguh mencari Dia. Imannya telah membuat Yesus memberikan apa yang dimintanya.

Yesus mempunyai kuasa untuk memenuhi kebutuhan kita. Yesus adalah jawaban atas segala persoalan hidup kita. Hanya satu syaratnya yaitu iman. Kita harus memiliki iman yang besar kepada Yesus maka mujizat akan terjadi atas hidup kita. Amin

By:Pdt. Henoch Wilianto - 16 Mei 2010