RH Minggu, 17 Oktober 2010

PENJARA MASA LALU (Filipi 3: 4-14)

Sungguh, betapa tidak nyamannya hidup dalam "penjara masa lalu". Sangat menyesakkan. Secara manusiawi, Rasul Paulus punya "alasan" untuk terus menyesali masa lalunya. Ia pernah menjadi penganiaya orang kristiani. Lalu ia bertobat dan menjadi seorang pekabar Injil yang gigih dan teguh. Namun, apa yang ia alami kemudian? Tidak melulu kegembiraan dan kemudahan, sebaliknya tidak sedikit bahaya dan penganiayaan (2 Kor. 11: 23-26). Namun, Rasul Paulus tidak membiarkan dirinya terjebak dalam penjara masa lalu. Ia melupakan segala kepahitan dan penyesalan akan masa lalunya. Dan, mengarahkan diri kepada apa yang di hadapannya, kepada visi hidupnya. Itulah sebabnya ia selalu tegar dan teguh; bahkan di tengah tantangan dan hambatan yang menerpanya.

Betapa pun masa lalu yang telah kita alami, manis atau pahit, semuanya sudah berlalu. Dan, hidup kita tidak pernah surut ke belakang. Masa lalu baik untuk kita jadikan cermin, tetapi akan tidak baik kalau terus-menerus kita "pegang". Sebuah ungkapan bijak: kemarin adalah kenangan, esok adalah misteri, hari ini adalah kenyataan.

RH Sabtu, 16 Oktober 2010

BIJAK MENGELOLA KONFLIK (1 Korintus 1: 10-17)

Konflik berasal dari kata Latin, confligere, yang berarti percikan atau bunga api akibat gesekan. Konflik itu netral. Yang menjadikannya positif atau negatif adalah penanganannya. Konflik tidak pandang bulu. Ia bisa berada di mana saja ada interaksi. Termasuk di kalangan umat kristiani. Situasi jemaat Korintus adalah buktinya. Ada perselisihan, bahkan perpecahan di dalam jemaat. Penyebabnya adalah kekaguman yang berlebihan pada para tokoh. Ada kelompok yang mendukung bahkan memuja Paulus, ada yang memuja Apolos, dan juga Petrus. Bahkan, ada pula yang menyebut diri sebagai kelompok Kristus! Terhadap hal ini, Paulus dengan tegas menegor jemaat di Korintus. Paulus hendak menempatkan kekaguman yang berlebihan ini pada porsi yang wajar, yang tidak boleh melampaui batas kebenaran, yakni bahwa iman kepada Yesus Kristus adalah dasar gereja (1 Kor. 3:11). Dalam hidup kita sebagai orang kristiani dan serta dalam persekutuan orang percaya, tak ada satu pun yang bebas konflik. Apabila Kristus tertutupi oleh karisma dan kekaguman pada seseorang, bunga api konflik bisa menjadi api yang berbahaya. Namun, jangan takut pada konflik. Sebab apabila Kristus, yang menjadi pusat hidup kita, maka segala konflik pasti dapat diatasi.

RH Jumat, 15 Oktober 2010

PERAN PASANGAN (2 Tawarikh 21: 2-20)

Dalam film Amazing Grace yang bercerita tentang William Wilberforce dan usahanya menghapuskan perbudakan, sempat digambarkan bagaimana Wilberforce berputus asa. Namun, dalam kondisi demikian, istrinya terus menyemangati hingga kemudian Wilberforce meneruskan perjuangannya sampai berhasil. Istri Wilberforce telah menunjukkan baktinya kepada suami.

Dalam sejarah Kerajaan Yehuda, Yoram dikenal sebagai raja yang jahat. Tidak seperti raja-raja Yehuda sebelum dirinya, ia tidak mengarahkan bangsanya untuk setia kepada Tuhan, malah membuat mereka menjadi penyembah berhala. Tuhan pun marah. Dia menghukum dengan membiarkan Yehuda dikalahkan oleh musuh-musuhnya selama masa pemerintahan Yoram. Dan, Yoram pun mati mengenaskan. Alkitab mencatat bahwa faktor utama dari kejahatan Yoram adalah sosok perempuan yang mendampinginya sebagai istri, yaitu anak Ahab (2 Raj. 8: 18). Ini mengingatkan kita tentang betapa besarnya peran serta pengaruh yang diberikan suami atau istri pada pasangannya. Karena itu, masing-masing mesti belajar untuk berusaha menjadi suami atau istri yang terus mendukung pasangannya; lewat perkataan dan tindakan tiap saat.

RH Kamis, 14 Oktober 2010

PIRING-PIRING CANTIK (2 Timotius 2: 19-22)

Setiap kali hendak menata meja makan, ibu saya selalu menekankan satu hal: Pakailah piring yang bagus untuk menyajikan hidangan di meja makan. Apalagi kalau ada tamu, pasti peralatan makan yang terbaik akan dikeluarkan. Ibu saya akan selalu memprotes kalau saya dengan acuh memakai piring yang "sudah jelek", apalagi ada bekas gosong atau retak, untuk menyajikan hidangan. Dalam bacaan kita hari ini, Paulus menggambarkan bahwa "di dalam rumah ada perabotan-perabotan yang dipakai untuk maksud mulia" dan ada juga perabotan yang akan dipakai untuk maksud yang "kurang mulia". Dari gambaran tersebut, kita semua tentu ingin dipakai Tuhan untuk memenuhi maksud-maksud yang mulia, untuk melakukan pekerjaan yang besar. Maka, firman Tuhan menunjukkan caranya. Pertama, datang kepada Kristus melalui doa, dengan hati yang murni. Mengakui bahwa kita membutuhkan pertolongan Tuhan. Kedua, dengan menyucikan diri dari hal-hal yang jahat (ay. 21). Ketiga, jika dulu kita memakai waktu untuk juga mengejar hal-hal yang salah, kini kita harus memakai waktu yang ada untuk mengejar keadilan, kesetiaan, kasih, dan damai. Terakhir, kita perlu tekun bersekutu dengan saudara-saudara seiman (ay. 22). Tuhan rindu memakai kita untuk mengerjakan hal-hal yang besar. Bersediakah kita menyucikan diri dari segala kejahatan supaya kita siap dan layak dipakai Tuhan?

RH Rabu, 13 Oktober 2010

BAN SEREP (Efesus 6: 10-20)

Diana adalah wanita karier. Setiap hari hidupnya lekat dengan setir kemudi. Ia biasa menyetir sendiri mobil sedannya ke mana-mana. Suatu hari ban mobilnya bocor di jalan tol. Segera ia menelepon teman untuk minta bantuan. "Di mobilmu pasti ada ban serep," seru temannya, "Tahukah kamu cara memasangnya?" Diana menjawab: "Jangankan memasangnya, di mana letak ban serep itu saja aku tidak tahu!" Ban serep memang jarang diperhatikan. Ia baru diingat dan dicari saat kondisi sedang darurat. Sama halnya dengan doa. Orang sering memandang doa sebagai ban serep. Mereka tekun berdoa saat hidup sudah terasa tidak karuan. Begitu jalan hidup kembali lapang, doa pun menghilang. Rasul Paulus memandang doa sebagai "senjata Allah". Doa harus terus dikenakan agar orang beriman dapat bertahan dalam godaan. Ia harus dinaikkan "setiap waktu". Kata "waktu" di sini memakai istilah kairos yang berarti kesempatan. Jadi, berdoalah pada setiap kesempatan yang muncul. Berdoa setiap waktu bukan berarti 24 jam kita harus melipat tangan dan menutup mata, melainkan terus hidup dalam kontak batin dengan Tuhan. Dengan hidup dalam suasana doa, Tuhan bisa memimpin kita berkata dan bertindak sesuai kehendak-Nya. Cobalah periksa kehidupan doa Anda akhir-akhir ini. Bagi Anda, apakah doa menjadi sekadar ban serep, atau menjadi setir kemudi yang mengendalikan arah hidup Anda?

RH Selasa, 12 Oktober 2010

KEKUATAN PIKIRAN (Filipi 4: 1-9)

Sejak kecil Tara Holland sudah bermimpi menjadi Miss America. Impiannya nyaris kandas setelah beberapa kali ikut kontes dan tidak menang. Bukannya putus asa, Tara terus berusaha. Akhirnya, pada 1997 ia sungguh-sungguh terpilih menjadi Miss America. Ketika ditanya seorang wartawan apakah ia canggung berjalan di atas panggung? Tara menjawab, "Tidak, karena saya sudah berjalan di atas panggung ribuan kali dalam pikiran saya."

Ada pepatah dalam bahasa Latin: Fortis imaginatio generat casum. Artinya, imajinasi yang jelas menghasilkan kenyataan. Sejalan dengan yang dikatakan Marcus Aurelius dalam karyanya Meditations (Perenungan): "Profil kehidupan kita akan persis sama dengan apa yang kita pikirkan". Dengan kata lain, pikiran memiliki pengaruh sangat besar dalam kehidupan seseorang. Ketika yang ada dalam pikiran kita adalah hal-hal yang negatif, hidup kita akan terasa suram dan kelam. Sebaliknya kalau pikiran kita sarat dengan hal-hal positif, dunia pun akan terasa cerah. Pikiran ibarat kacamata kehidupan, menentukan cerah suramnya apa yang kita lihat.

RH Senin, 11 Oktober 2010

SEDAPAT-DAPATNYA (Roma 12: 9-21)

Tidak ada manusia yang sempurna, siapa pun orang tersebut. Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu ia akan jatuh juga. Di atas bintang masih ada langit. Semua prestasi yang dicapai manusia, pasti ada batasnya. Daya jangkau manusia selalu terbatas. Selalu saja masih di bawah standar "kesempurnaan". Paulus sadar akan hal itu. Itulah sebabnya tatkala ia memberi nasihat kepada jemaat, ia tidak menuntut kesempurnaan. Ia tidak menunjuk kepada anjuran yang muluk-muluk. Bahkan, dalam hal menerapkan kebaikan pun, kita harus tetap realistis. Melakukannya sebisa mungkin, sejauh yang dapat kita upayakan. Oleh karena itu, ia menambahkan kalimat "sedapat-dapatnya". Di ruang praktik seorang dokter kenalan saya, terpasang tulisan di dinding yang menjadi prinsipnya dalam bekerja. Bunyinya begini: Sedapat-dapatnya lakukanlah semua yang baik -- Sedapat-dapatnya dengan segala macam cara dan upaya -- Sedapat-dapatnya di segala waktu yang ada -- Sedapat-dapatnya kepada siapa saja yang kamu temui -- Sedapat-dapatnya selama mungkin kamu bisa melakukannya. Saya rasa ia benar. Begitulah semangat yang seharusnya merasuki orang kristiani. Tak terlalu muluk hingga tak terlaksana apa-apa, tetapi tidak juga menjadi malas. Melakukan kehendak Tuhan dengan tekad "sedapat-dapatnya". Tak lebih dan tak kurang dari itu.

Artikel


Bapa Kok Berat Sih?

Jam 7 malam. Sudah cukup lama aku berkutat dengan pekerjaanku. Aku bersiap-siap untuk meninggalkan kantor. Dengan enggan kuangkat tas berat itu ke pundakku. Beban yang menekan di pundakku terasa begitu mengganggu, tapi aku memang harus membawa tas ini. Di perjalanan pulang, aku mengendarai sepeda motorku masih dengan konsentrasi pada tas yang membebani pundakku. Seorang anak kecil menyeberang dengan sepedanya tanpa melihat ke kiri dan ke kanan. Huh, aku memaki dalam hati. Kecil- kecil sudah menyebalkan, gimana besarnya nanti. Aku melanjutkan perjalanan masih dengan sejuta omelan dalam hati. Ingin rasanya cepat sampai di rumah, supaya aku bisa beristirahat. Suara klakson yang berbunyi nyaring mengagetkan aku dari lamunanku. Kulirik spion dan kulihat seorang anak muda dengan mobil mewahnya membunyikan klakson dengan nada tak sabar. Huh, kenapa sih dengan orang-orang ini? Emangnya dia nggak lihat kalau jalanan emang lagi macet? Emangnya dikira enak membawa tas seberat ini?

Ketika sampai di rumah, ternyata perasaan nyaman yang kuimpikan tak dapat kutemui. Suasana hiruk pikuk keluargaku terasa seperti dentuman-dentuman keras di kepalaku. Lagi-lagi aku memaki dalam hati. Aku capek. Aku ingin istirahat. Berat sekali yang harus aku angkat. Kenapa sih nggak ada yang mau mengerti? Malam hari. Akhirnya aku memperoleh ketenangan. Aku bisa tidur dan beristirahat. Tapi tas besar dan berat ini terasa mengganggu sekali. Aku tak bisa tidur. Tapi aku tak bisa melepaskannya. Aku kesal.

"Bapa, kenapa sih berat sekali? Sungguh-sungguh sangat mengganggu ...", aku mengeluh sambil meneteskan air mata.
"Mengapa engkau tidak meletakkan tas itu anak-Ku?"
"Tapi aku tak bisa Bapa."
"Kenapa?"

"Lihatlah, semua tas ini berlabelkan tanggung jawab. Semua harus aku bawa setiap saat, aku tak bisa meletakkannya. Tas hitam yang paling besar ini, lihat tulisan di depannya, PEKERJAAN. Semua tanggung jawab pekerjaanku ada di dalamnya. Lalu yang coklat ini, KELUARGA. Aku juga tak bisa meletakkannya. Semuanya adalah bebanku. Dan yang biru ini, PELAYANAN. Engkau tentu tak ingin aku meletakkannya bukan?" Aku berusaha menjelaskan.

Bapaku yang baik hanya tersenyum, lalu mendekatiku. "Kemarilah, Aku ingin melihatnya."
Ia melihat tas hitam besar yang kuletakkan di pundakku. "Anak-Ku, engkau dapat meletakkan tas ini. Ini memang tanggung jawab pekerjaanmu. Dan engkau memang harus menanggungnya. Namun saat engkau melangkah keluar dari kantor, engkau dapat meletakkan tas ini di samping meja kerjamu. Tenanglah, tidak akan ada yang mengambilnya. Lagi pula semua isinya adalah tanggung jawabmu bukan? Percayalah, tak akan ada yang tertarik untuk mengambil tas ini, sehingga keesokan hari, saat engkau kembali ke kantor, pasti tas ini akan tetap ada di sana, dimana engkau meletakkannya. Dan engkau dapat mengambilnya kembali dan melanjutkan tanggung jawabmu".

Ia tersenyum menunggu jawabanku. "Benar Bapa, tapi aku tak dapat meletakkannya. Ia melekat terus di pundakku". Ia menatapku dengan penuh kasih, lalu perlahan mengambil tas itu dari pundakku. "Kemarilah anak-Ku. Di saat engkau tak dapat meletakkannya, Aku dapat membantumu untuk meletakkannya. Dan esok, Aku pun dapat membantumu untuk mengenakannya kembali."
Ia meletakkan tas hitam itu di dekat tempat tidurku. Rasanya pundakku lega sekali. Tas paling berat yang selalu menekanku telah diambil. Aku menggerak-gerakkan pundakku sambil tersenyum. "Engkau benar Bapa, rasanya enak sekali. Ringan. Besok aku akan lebih siap untuk melanjutkan pekerjaanku. Esok, pasti tas itu tidak akan terasa terlalu berat lagi".

Aku menatap wajah Bapaku yang penuh kasih. Ia menatap tas coklat di pundakku. "Lalu itu? Engkau tidak ingin meletakkannya juga?"
"Bapa, aku tidak bisa. Ini adalah tanggung jawab KELUARGA. Kemanapun aku pergi aku harus membawanya."
"Anak-Ku, Aku sungguh bahagia karena engkau memperhatikan setiap tanggung jawab yang kuberikan padamu mengenai keluargamu. Tapi engkau pun tak boleh lupa, bahwa keluargamupun adalah milik-Ku. Dan aku memelihara setiap kepunyaan-Ku. Engkau memang harus membawa tas itu bersamamu, tapi sesekali letakkanlah, agar engkau dapat bermain dengan bebas dengan keponakanmu, bercanda dengan kakakmu, atau sekedar berbincang dan bercerita dengan orang tuamu. Rasanya belakangan ini Aku jarang melihatmu melakukannya".

Aku tertunduk malu. Ia benar. Aku membawa tas ini kemana-mana dan kulaksanakan setiap tanggung jawab untuk keluargaku, tapi sepertinya ternyata tas ini menjadi jauh lebih berharga dari pada kehadiran keluargaku sendiri. Sekali lagi Bapa mengambil tas dari pundakku. "Mari anak-Ku, letakkanlah. Di saat engkau perlu, letakkanlah. Karena engkau dapat yakin, walaupun engkau meletakkannya dan meluangkan waktu dengan keluargamu, Akulah yang akan tetap menjagamu dan keluargamu".

Dan pundakku menjadi jauh lebih lega. Kini hanya tinggal satu tas biru yang masih memberati pundakku. "Bapa, tas yang satu ini sungguh-sungguh tak dapat kuletakkan. Setiap saat setiap waktu aku harus membawanya. Karena setiap detik kehidupanku adalah pelayananku untuk-Mu. Engkau tentu tak ingin aku meletakkannya bukan?"

"Hmm... benar juga." Aku terkejut mendengar jawaban-Nya. Sepertinya agak tidak sesuai harapanku. Ia telah membantuku meletakkan kedua tasku sebelumnya, dan sepertinya aku sungguh-sungguh berharap agar tas ini juga dapat kulepaskan. "Mari coba kulihat tas itu," Ia melihat dan meraba tas biru yang masih melekat di pundakku.
"Anak-Ku, sepertinya ada yang salah dengan tasmu ini. Kemarilah, coba lepaskan". Ia mengambil tas biruku. "Anak-Ku, engkau benar. Aku ingin agar engkau selalu melayani-Ku dalam setiap detik kehidupanmu. Dan percayalah, itu sungguh-sungguh menyenangkan hati-Ku. Tapi sepertinya tasmu ini bahannya terlalu berat, sehingga menekan pundakmu terlalu berat."

Kemudian Ia memberikan aku satu tas biru yang lain. "Ini, pakailah tas ini sebagai gantinya. Ini merupakan tas dengan bahan KASIH. Jika engkau meletakkan semua pelayananmu di dalamnya, niscaya engkau tidak akan terbebani dengan tasmu ini".

Aku menerima tas baruku dari tangan-Nya, lalu memindahkan semua isi tas lamaku ke dalam tas berbahan KASIH itu. Aku mencoba mengangkatnya. Ternyata Bapaku benar. Tas itu kini terasa ringan dan sungguh nyaman di pundakku. Aku memandang-Nya penuh kasih. "Terima kasih Bapa. Aku sungguh mengasihi-Mu. Terima kasih untuk pelajaran-Mu hari ini".

Pagi ini aku memulai hari dengan senyuman. Istirahatku sudah cukup. Dan aku siap untuk menghadapi tantangan hari ini. Di perjalanan, aku masih tetap bertemu orang-orang yang menyebalkan, namun tidak lagi memaki dalam hati, melainkan aku berdoa untuk mereka. Mungkin mereka juga masih selalu membawa tas mereka kemana-mana atau mereka juga mengenakan tas dengan bahan yang salah. Banyak sekali. Aku melihat ada yang membawa dua tas besar, tiga bahkan empat. Tulisannya pun bermacam-macam, ada PEKERJAAN, KELUARGA, PELAYANAN, KULIAH, SEKOLAH, BISNIS, dan masih banyak lagi.

Memang tanggung jawab adalah sesuatu yang harus kita pikul dan harus kita selesaikan. Tapi kita pun harus tetap belajar untuk menempatkan di saat mana kita harus mengangkat dan di saat mana kita harus meletakkan. Dan aku terus belajar ...

Seseorang yang bijaksana pernah bertanya padaku: "Mana yang lebih berat, mengangkat sebuah gelas dengan satu tangan selama 1 jam penuh, atau mengangkat gelas tersebut selama 10 menit lalu meletakkannya sejenak dan mengangkatnya kembali selama 10 menit dan demikian seterusnya sampai 1 jam?"

"Marilah kepadaKu, semua yang letih lesu dan berbeban berat.
Aku akan memberi kelegaan kepadamu".
(Matius 11: 28)

"Sebab itu, janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari". (Matius 6: 34)

Ringkasan khotbah Minggu, 03 Oktober 2010

TEKAD UNTUK HIDUP BENAR
(2 Raja-raja 23: 25)

Ada seorang raja yang bernama Raja Yosia. Ia tidak begitu dikenal dan tidak sering kita dengar, seperti Raja Daud, Raja Salomo. Tetapi kehidupan Raja Yosia tidak bisa diremehkan. Ada yang menarik dari Raja Yosia untuk kita pelajari bersama, yaitu:

1. Hidupnya berkenan di mata Tuhan (2 Raj. 22: 1-2). Raja Yosia selama menjadi raja (31 tahun) melakukan yang benar di mata Tuhan seperti Daud dan tidak menyimpang ke kanan atau ke kiri. Sekalipun ia memiliki latar belakang keluarga yang hidupnya tidak berkenan kepada Tuhan (ayah dan kekeknya), tetapi ia tetap menjaga hidupnya berkenan kepada Tuhan (2 Raj. 21: 19, 21-22).
2. Dibesarkan di lingkungan yang sangat buruk. Yosia hidup di sebuah lingkungan yang setiap harinya menyembah kepada Baal (penyembahan berhala yang menyakiti hati Tuhan). Ada pepatah mengatakan,”buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, Atau apa yang dilakukan bapa sama dengan yang dilakukan anaknya (like Father like son), tetapi pepatah itu dipatahkan oleh Yosia artinya ini tidak berlaku, yaitu apa yang dilakukan orang tua tidak sama dengan anaknya.
3. Ia memilih untuk hidup benar di hadapan Tuhan. Melihat keadaan sesungguhnya ternyata Yosia memilih hidup benar di hadapan Tuhan dengan takut kepada Tuhan dan hidup kudus di hadapan Tuhan. Bagi Yosia tidak ada alasan untuk tidak hidup kudus dan tidak ada alasan keadaan (keluarga dan ekonomi) menjadi kambing hitam untuk mendukakan hati Tuhan. Seringkali orang beralasan apa yang sudah dilakukannya semua karena orang tua atau orang lain atau lingkungan seperti, berbohong, mencuri, korupsi itu semua karenanya. Yosia hidup benar tidak bergantung pada siapa-siapa, tetapi pilihan Yosia sendiri. Masa depan kita tidak bergantung pada apa-apa, melainkan pada hidup benar di mata Tuhan, jadi apa yang kau pilih itu menentukan takdirmu di waktu yang akan datang.

Marilah kita sebagai orang Kristen sekarang sungguh-sungguh dengan Tuhan. Jangan lagi mau diombang-ambingkan oleh arus dunia ini. Jadilah seperti ikan kecil, sekalipun kecil ia tetap melawan arus, artinya orang tidak boleh terpengaruh oleh keadaan, sekalipun keadaan tidak mendukung, kita tetap hidup berkenan, memilih hidup benar di hadapan-Nya. Amin

By: Pdt. Henoch Wilianto - 03 Oktober 2010

JADWAL IBADAH

KEBAKTIAN DOA MALAM
Jumat, 15 Oktober 2010 - Pk 19.00 Wib
Pembicara: Pdt. Yohanes Lohestian

KEBAKTIAN WANITA
Sabtu, 16 Oktober 2010 - Pk. 10.00 Wib
Pembicara: Ibu Corry S.

KEBAKTIAN PEMUDA
Sabtu, 16 Oktober 2010 - Pk. 18.00 Wib
Pembicara: Sdr. Larius

KEBAKTIAN UMUM
Minggu, 17 Oktober 2010
Pk. 07.30; 10.00; 17.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang
Disertai KEBAKTIAN ANAK

KEBAKTIAN TEENS
Minggu, 17 Oktober 2010 - Pk. 10.00 Wib