JADWAL IBADAH

KEBAKTIAN DOA PENGURAPAN
Jumat, 3 Desember 2010
Pk. 19.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang

KEBAKTIAN WANITA

Sabtu, 4 Desember 2010
Pk. 10.00 Wib
Pembicara: Ev. Ninik Justitia

KEBAKTIAN PEMUDA

Sabtu, 4 Desember 2010
Pk. 18.00 Wib
Pembicara: Sdri. Yohana

KEBAKTIAN UMUM
Minggu, 5 Desember 2010
Pk. 07.30; 10.00; 17.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang
(Disertai Kebaktian Anak)

KEBAKTIAN REMAJA
Minggu, 5 Desember 2010
Pk. 10.00 Wib

RH Minggu, 05 Desember 2010

BERSIKAP TEGAS (Roma 6: 1-14)

Saya punya satu kebiasaan buruk yang sulit hilang, yakni tanpa sadar mengucek-ngucek mata. Dan sekali tangan sudah mengucek, bisa lama baru berhenti. Sebenarnya saya tahu itu tak ada gunanya, dan tak membuat keadaan lebih baik. Hanya, melakukannya seolah-olah terasa "enak", semakin lama semakin "enak". Saya baru berhenti setelah mata menjadi merah dan terasa pedas, bahkan sakit. Sebenarnya jika saya mau bersikap tegas untuk berhenti ketika mulai melakukannya, tentu bisa. Namun, kerap kali saya meneruskannya karena merasa "masih enak".

Nyaris mirip dengan kebiasaan buruk saya di atas, terkadang kita juga bersikap demikian terhadap dosa. Ketika masih terasa "enak", kita tak mau berhenti melakukannya. Apalagi saat makin lama makin enak, betapa lebih sulit lagi kita menghentikannya. Begitulah, sekali kita melayani keinginan dosa, kita cenderung sulit melepaskannya. Saya tahu harus belajar tegas mengatakan "stop" pada diri sendiri, sebab Tuhan yang ada di dalam kita pasti memberi kemenangan atas dosa. Maka, jangan terlena ketika kebiasaan berdosa mulai menggoda. Lawan dan berlarilah menjauh dari dosa. Biarlah kita hidup bagi Allah saja.

RH Sabtu, 04 Desember 2010

DISENTIL TUHAN (Yunus 1)

Dalam acara bincang-bincang kaum dewasa muda, saya diminta menjadi narasumber bersama seorang rekan saya. Rekan saya ini sudah sangat lama melayani anak-anak jalanan secara penuh waktu. Dalam perbincangan, seorang peserta bertanya kepada kami: "Sampai kapan kalian akan tetap setia atau kapan kalian akan berhenti melakukan pelayanan ini?" Kalau mau jujur, saya tak ingin menghabiskan hidup saya untuk melayani mereka yang terpinggirkan. Pelayanan ini sangat melelahkan; secara fisik dan emosi. Jadi, saya menjawab bahwa saya akan tetap setia di jalur pendidikan anak, tanpa menspesifikasikan bentuk nyata kontribusi saya seperti apa. Berbeda dari saya, rekan senior saya tadi dengan tegas menyatakan: "Sampai sekarang saya tidak menemukan alasan untuk berhenti melayani mereka yang terpinggirkan. Pilihan hidup saya mungkin tidak terlihat berkelimpahan, tetapi saya menemukan bahwa dalam segala hal Tuhan mencukupkan. Saya tidak mau seperti Yunus, harus disentil dulu sama Tuhan untuk mau melayani. Daripada capek berlari dari panggilan Tuhan, lebih baik saya setia saja biar tidak perlu disentil. Toh, tidak ada alasan untuk berhenti." Jika kita sedang melayani di suatu bidang – bahkan yang tak dilirik orang - lakukan saja dengan setia. Tuhan ada di sana. Dia menanti orang yang mau berkarya tulus, menjadi utusan yang melakukan kehendak-Nya.

RH Jumat, 03 Desember 2010

ORANG KEPERCAYAAN (Matius 4: 18-22)

Ada sebuah acara televisi yang berjudul "The Apprentice" (Sang Murid). Di sana para peserta bersaing menunjukkan keahlian untuk menjadi orang kepercayaan Donald Trump, salah satu orang terkaya di dunia. Tentu saja para pesertanya adalah orang-orang berpendidikan yang terseleksi secara ketat. Dan, yang menjadi juara sudah pasti adalah seseorang yang memiliki potensi besar di dunia bisnis. Demikianlah wajarnya sikap seseorang ketika mencari orang kepercayaan. Mencari yang berpotensi, atau yang sudah jelas berprestasi. Namun, Yesus tidak demikian. Dia malah memilih orang-orang "biasa" untuk menjadi orang-orang kepercayaan-Nya. Kuncinya satu saja, yaitu "meninggalkan jala dan mengikuti Dia". Dengan kata lain, tidak lagi bergantung pada kemampuan sendiri, tetapi menyerahkan diri untuk dipakai sepenuhnya oleh Dia. Kita mungkin pernah atau sedang merasa rendah diri karena merasa tidak sehebat orang lain. Akibatnya, kita tidak berani terlibat dalam pelayanan atau hal lain. Keberhasilan pelayanan kita mutlak karena Tuhan yang menolong. Biarlah kesadaran akan campur tangan Tuhan melandasi semangat pelayanan kita, di mana saja, kapan saja. Orang yang merasa hebat tak dapat dipakai Tuhan. Sebab ketika berkarya ia bisa tidak mengijinkan Tuhan ikut terlibat.

RH Kamis, 02 Desember 2010

MENEMUI "SEMUA ORANG" (Filipi 2: 1-11)

Fred Eppinger ditunjuk menjadi CEO perusahaan asuransi besar, The Hanover Group, yang terancam bangkrut. Hari pertama berkerja, ia masuk kantor pukul enam pagi. Karena pintu utama masih tertutup, ia masuk lewat kantin. Di situ ia bertemu pegawai kantin, dan meminta dibuatkan secangkir kopi. "Boleh saja," kata pegawai itu, "Tetapi, siapa sih Anda?" Fred menjelaskan bahwa ia adalah CEO yang baru dan ini adalah hari pertamanya. Dengan kaget si pegawai berkata bahwa ia sudah bekerja selama 14 tahun dan tak pernah ada orang penting yang menginjakkan kaki ke situ, atau mengajaknya berbicara. Kemudian, Fred duduk dan menanyainya tentang apa yang ia pikirkan tentang perusahaan. Selanjutnya, lewat kedekatan hubungan dan komunikasi dengan karyawan, ia berhasil menyelamatkan Hanover. Kerap kali saat posisi kita semakin tinggi, kita mudah lupa diri dan meremehkan orang lain yang kita anggap tidak penting. Entah itu di dunia kerja, di pelayanan, atau di komunitas. Kerap kita mudah melayani orang yang kita anggap penting atau yang kita harap membawa keuntungan. Namun, kita cenderung punya alasan untuk mengabaikan mereka yang menurut kita tidak penting. Ketika dunia berdesakan hendak mencari tempat yang terutama, anak Tuhan harus dapat menjadi berkat dengan merendahkan diri.

RH Rabu, 01 Desember 2010

TIDAK BOLEH DICERAIKAN MANUSIA (Matius 19: 1-8)

Serombongan turis Amerika yang berwisata di pedalaman Tiongkok berpapasan dengan arak-arakan meriah. Sebuah arak-arakan pernikahan; pengantin pria sedang menjemput pengantin wanita untuk menuju balai pesta. "Siapa yang wajahnya ditutup cadar tebal itu?" tanya para turis. "Pengantin wanita," sahut pemandu lagi. "Mengapa wajahnya harus ditutup?" "Di desa ini, orangtua menjodohkan anak-anaknya, dan seorang pengantin dilarang melihat calon pasangannya sampai resmi menikah," jelas si pemandu. Seorang turis penasaran: "Di negara saya, di mana setiap orang memilih jodohnya sendiri angka perceraian sangat tinggi. Di sini, pasti jauh lebih tinggi ya?" Dengan heran si pemandu menjawab: "Di sini justru hampir tak ada perceraian." "Apa rahasianya?" tanya turis itu lagi. Si pemandu terdiam lama sebelum menjawab: "Di negara Anda, orang menikah dengan orang yang mereka cintai. Di sini, nenek moyang kami mengajar bahwa kami harus mencintai orang yang kami nikahi". Betapa sederhana petuah ini, tetapi masih berguna bagi setiap pasangan pada zaman ini. Perceraian pasti menimbulkan luka yang menyakitkan bagi keduanya, terlebih bagi anak-anak. Karenanya, lebih baik berjuang untuk bersatu, memperjuangkan keutuhan dan kelanggengan pernikahan.

RH Selasa, 30 November 2010

PAHLAWAN (2 Samuel 1: 17-27)

Di Alkitab ada catatan kontras tentang kematian dua tokoh dalam sejarah Israel. Yakni Yonatan, putra raja Saul, dan Yoram, putra raja Yosafat. Apa yang kontras? Yonatan, kematiannya ditangisi dan sosoknya dihormati sebagai pahlawan. Secara khusus bahkan Daud menciptakan nyanyian ratapan yang mengagungkan kepahlawanannya dan ayahnya, Saul. Ia wafat sebagai orang yang dicintai (ay. 23). Sebaliknya, mengenai Yoram, 2 Tawarikh 21: 20 mencatat, "Ia meninggal dengan tidak dicintai orang." Mengapa kematian mereka begitu berbeda? Karena mereka menjalani hidup secara berbeda! Yonatan takut akan Tuhan, berjiwa kesatria, berbudi luhur, tahu membedakan benar dan salah, sahabat yang dapat diandalkan, dan prajurit pembela bangsa yang berani berkorban. Sebaliknya, Yoram adalah pewaris takhta yang keji, pembunuh berdarah dingin yang menumpas saudara-saudaranya sendiri, dan penyesat yang menjauhkan bangsanya dari Tuhan. Yonatan mencintai Tuhan, bangsa, keluarga, sahabatnya. Maka, ia meninggal sebagai sosok yang dicintai. Yoram tak mengenal cinta, hanya kebencian, kebengisan. Layak ia mati tanpa dikelilingi cinta. Seseorang akan meninggal sebagai pahlawan ketika ia menjalani hidup secara berkualitas.

RH Senin, 29 November 2010

TIDAK KEHILANGAN SENYUM ( 2 Tawarikh 20: 1-18)

Di sebuah desa kecil yang setahun sebelumnya hancur karena gempa bumi, tinggal seorang ibu sebatang kara. Ibu itu terkenal karena senyumnya yang lembut kepada setiap orang yang dijumpainya. Suatu hari seorang pemuda bertanya, "Ibu selalu tersenyum, apakah Ibu tidak pernah merasa susah?" Ibu itu menjawab, "Pernah. Setahun yang lalu saya kehilangan semuanya; suami, anak-anak, cucu-cucu, dan harta benda karena gempa bumi. Saya hanya punya baju di badan, tanpa sanak keluarga dan hidup terlunta-lunta." "Lalu sejak kapan Ibu bisa kembali tersenyum?" tanya pemuda itu lagi. "Sejak saya menyadari, bahwa saya masih memiliki Allah," jawab ibu itu pula.

Mungkin sekarang kita pun tengah berhadapan dengan "orang Moab dan Amon"; kesusahan dan kemalangan yang bertubi-tubi, kegagalan dan kehilangan yang menyesakkan. Dan, kita merasa tidak sanggup lagi menghadapi semua itu. Dalam situasi demikian kita diingatkan, bahwa kita masih memiliki Allah. Allahlah, bukan kita, yang akan "berperang" menghadapi semua itu. Sehingga, seperti ibu dalam kisah tadi, kita tidak akan kehilangan senyum. Allah adalah sumber kekuatan yang teguh di tengah segala pencobaan yang terjadi.

Artikel

Bintang Laut

Ketika fajar menyingsing, seorang lelaki tua berjalan-jalan di pinggir pantai sambil menikmati angin laut yang segar menerpa bibir pantai. Di kejauhan dilihatnya seorang anak sedang memungut bintang laut dan melemparkannya kembali ke dalam air. Setelah mendekati anak itu, lelaki tua itu bertanya heran.

”Mengapa engkau mengumpulkan dan melemparkan kembali bintang laut itu ke dalam air?” tanyanya. ”Karena bila dibiarkan hingga matahari pagi datang menyengat, bintang laut yang terdampar itu akan segera mati kekeringan”, jawab si kecil itu.
'Tapi pantai ini luas dan bermil-mil panjangnya.” Kata lelaki tua itu sambil menunjukkan jarinya yang mulai keriput ke arah pantai pasir yang luas itu. “Lagi pula ada jutaan bintang laut yang terdampar. Aku ragu apakah usahamu itu sungguh mempunyai arti yang besar.” Lanjutnya penuh ragu.
Anak itu lama memandang bintang laut yang ada di tangannya tanpa berkata sepatah kata pun. Lalu dengan perlahan ia melemparkannya ke dalam laut agar selamat dan hidup. ”Saya yakin usahaku sungguh memiliki arti yang besar sekurang-kurangnya bagi yang satu ini.” Kata si kecil itu.

Kita sering mendambakan untuk melakukan sesuatu yang besar, namun sering kali kita lupa bahwa yang besar itu sering dimulai dengan sesuatu yang kecil.

Artikel

Kisah Baut Kecil

Sebaliknya hendaklah dengan rendah hati yang seorang menganggap yang lain lebih utama dari pada dirinya sendiri. (Filipi 2:3)

Sebuah baut kecil bersama ribuan baut seukurannya dipasang untuk menahan lempengan-lempengan baja di lambung sebuah kapal besar. Saat melintasi samudera Hindia yang ganas, baut kecil itu terancam lepas. Hal itu membuat ribuan baut lain terancam lepas pula. Baut-baut kecil lain berteriak menguatkan, "Awas! Berpeganglah erat-erat! Jika kamu lepas kami juga akan lepas!"

Teriakan itu didengar oleh lempengan-lempengan baja yang membuat mereka menyerukan hal yang sama. Bahkan seluruh bagian kapal turut memberi dorongan semangat pada 1 baut kecil itu untuk bertahan. Mereka mengingatkan bahwa baut kecil itu sangat penting bagi keselamatan kapal. Jika ia menyerah dan melepaskan pegangannya, seluruh isi kapal akan tenggelam. Dukungan itu membuat baut kecil kembali menemukan arti penting dirinya di antara komponen kapal lainnya. Dengan sekuat tenaga, ia pun berusaha tetap bertahan demi keselamatan seisi kapal.

Sayang, dunia kerja seringkali berkebalikan dengan ilustrasi di atas. Kita malah cenderung girang melihat rekan sekerja "jatuh", bahkan kita akan merasa bangga apabila kita sendiri yang membuat rekan kerja gagal dalam tanggung jawabnya. Jika itu dibiarkan, artinya perpecahan sedang dimulai dan tanpa sadar kita menggali lubang kubur sendiri. Apa yang disebut gaya hidup seorang Kristen seakan tidak berlaku di tempat kerja. Padahal setiap tindakan yang kita lakukan akan selalu disorot oleh Sang Atasan.

Bagaimana sikap kita dengan rekan kerja? Mungkin saat rekan kerja menghadapi masalah, kita menganggap itu risiko yang harus ia hadapi sendiri. Tapi sebagai tim, kegagalan satu orang akan selalu membawa dampak pada keseluruhan. Jadi mengapa kita harus saling menjatuhkan? Bukankah hasilnya tentu jauh lebih baik jika kita saling mendukung dan bekerjasama menghadapi persoalan? Kristus mengajarkan bahwa kita adalah 1 tubuh. Jika 1 anggota mengalami masalah, yang lainnya harus mendorong dan menguatkannya. Jangan sampai masalah yang dialami rekan kerja malah membuat kita senang. Tapi baiklah kita berseru, "Berpeganglah erat-erat! Tanpa kamu, kami akan tenggelam!"

Kegagalan atau kesuksesan rekan sekerja akan selalu mempengaruhi diri kita juga.

Artikel

Batu Untuk Dilemparkan?

Banyak orang berpikir bahwa sebuah film dengan aktor utamanya adalah seorang “idiot” pasti akan disambut secara dingin oleh pemirsa. Forrest Gump justru sebaliknya. Tom Hanks muncul melakonkan seorang pemuda yang bernama Forrest Gump, mengisahkan 30 tahun kehidupannya, dan ia senantiasa muncul sebagai “pemenang” dalam setiap kejadian besar yang berhubungan dengan sejarah Amerika jamannya. Ia muncul sebagai pemain American football, tampil sebagai pahlawan dalam perang Vietnam, ia menjuarai turnament ping pong internasional. Ia adalah pahlawan yang bertemu dan disambut hangat oleh 2 presiden Amerika John F. Kennedy dan Richard Nixon. Ia juga tampil perkasa dalam Watergate Scandal.

Di samping Forrest, terdapat pula bintang utama lain dalam film ini yakni Jenny yang merupakan satu-satunya teman Forrest di samping ibunya. Dalam perkembangan selanjutnya, Jenny menjadi orang yang dicintai Forrest. Dalam salah satu adegan, setelah ayahnya meninggal Jenny kembali ke rumah lama yang ditinggalkannya. Rumah tua ini sungguh tak bermodel lagi. Segalanya nampak punah dan tinggal kenangan yang samar-samar.

Namun secara perlahan dalam ingatannya ia kembali dihantar kepada pengalaman pedih yang dialaminya ketika ia masih kecil, ketika ia diperkosa di tempat ini. Pengalaman ini muncul begitu kuat dan Jenny dipenuhi dengan kemarahan dan rasa dendam. Tak ada yang bisa dia lakukan kecuali melemparkan batu ke arah rumah tua tersebut. Ia melempar ... melempar dan terus melempar, hingga akhirnya Jenny kehabisan tenaga dan terkulai jatuh di tanah. Adegan ini berakhir saat Forrest datang mendekat dan berkata kepada Jenny dengan kata-kata bernada filosofis; “Kadang-kadang kita kekurangan batu untuk dilemparkan.”

Ketika kita disakiti, ditipu, atau dikhianati dan dijauhi oleh orang yang amat kita cintai, tentu saja ada dendam dan benci memenuhi batin kita. Ingin rasanya melemparkan batu ke arah dia atau mereka yang menyakiti kita. Namun pada saat ini hendaklah kita ingat satu hal, kita ingat kata-kata Forrest; “Terkadang kita kekurangan batu untuk dilemparkan.” Dan dalam situasi demikian satu hal adalah pasti: kita tak akan pernah kekurangan kekuatan untuk mengampuni dan memaafkan sesama kita. Karena Yesus sang Guru pernah berkata; “Ampunilah sesamamu tujuh puluh kali tujuh kali” (Mat. 18: 22).

Ringkasan Khotbah 21 November 2010

Ibadah Yang Sejati
(Mazmur 84: 1-13)

Mazmur ini dikarang oleh bani Korah, dari suku Lewi keturunan Kehat (Kel. 6: 20) yang melawan Musa (Bil. 16: 1 – 17: 3). Namun setelah Bait Allah dibangun, bani Korah ikut melayani. Mazmur ini dibagi menjadi 3 bait, tiap bait ditandai dengan kata ”Sela” yang dalam pembacaannya adalah istirahat untuk menarik nafas. Setiap bagian bait diberi ucapan berbahagialah memiliki penekanan khusus yang memberikan pengertian tentang ibadah yang sejati. Ibadah sejati, ialah:

1. Ibadah yang sejati dimulai dari sikap hati merindukan Tuhan (ay. 1-5). Maksudnya perasaan yang sangat rindu, sehingga tidak bisa menahan diri atau tidak bisa menguasai diri. Tanpa sikap hati yang rindu kepada Tuhan, kita akan melakukan ibadah secara liturgi, formalitas, dan ritual yang hanya sebatas upacara keagamaan. Jika kita memiliki sikap hati yang rindu, dimanapun kita berbakti, siapapun yang melayani, kita akan mendapat kesegaran rohani. Tetapi jika sebaliknya semuanya bisa menjadi hambatan ibadah kita.

2. Ibadah sejati adalah sepanjang umur hidup (ay. 6-9). Ibadah yang sejati tidak dibatasi saat berada di bait Allah saja, tetapi selama perjalanan hidup kita adalah ibadah. Ibadah tidak hanya di ruang ibadah, atau hanya pada jam ibadah. Sepanjang umur kita adalah ibadah. Saat bekerja, belajar, semua aktifitas kita di manapun, kita dapat gunakan sebagai sarana ibadah. Ada 4 berkat bagi orang yang beribadah, yaitu mendapat kekuatan baru (ay. 6); mendapat mujizat (ay. 7a); mendapat berkat baru (ay. 7b); mendapatkan kekuatan dan semangat baru (ay. 8; Yes. 40: 31)). Ibadah tidak terbatas di dalam gereja saja, mengunjungi yatim piatu dan janda-janda juga merupakan ibadah yang murni (Yak. 1: 27).

3. Ibadah adalah pelayanan (ay. 10-13). Setiap orang yang beribadah seharusnya mengambil bagian sesuai talentanya, sesuai panggilannya dan tugas yang dipercayakan kepadanya. Berkat orang yang sungguh-sungguh beribadah dan melayani (ay. 12) yaitu: mendapat kasih, kemuliaan dan kebaikan. Jadi marilah kita mengambil bagian dalam pelayanan sesuai dengan talenta dan panggilan kita masing-masing. Lakukanlah sebagai ibadah kepada Tuhan bukan dengan sedih atau terpaksa. Amin

By: Pdt. Henoch Wilianto - 21 November 2010