RH Minggu, 07 November 2010

NADA PUJIAN (Mazmur 150)

Jika Anda pernah menonton film Tarzan, Anda pasti ingat salah satu perilaku Tarzan di film tersebut, yaitu bersuara sambil membuat gerakan seperti memukul dada dengan kedua tangannya bergantian. Perilaku ini diadaptasi Tarzan saat ia dibesarkan oleh keluarga gorila di hutan Afrika. Gorila adalah satu di antara empat kera besar langka yang ada di dunia saat ini. Kebiasaan memukul dada, bukan merupakan perilaku yang tanpa makna. Ada yang hendak disampaikan gorila lewat gerak dan bunyi yang ditimbulkan dari perilaku tersebut. Pukulan dengan tempo lambat, tetapi singkat dan menimbulkan bunyi pelan terkadang hanya berarti sapaan, "Hai!" Tempo yang cepat dan panjang sering digunakan untuk menunjukkan eksistensi, kadang juga untuk menarik perhatian lawan jenis. Sedangkan jika dilakukan dengan keras dan menimbulkan suara kuat, bisa berarti ia merasa terusik.

Jika margasatwa dan desau tanaman bisa menyenandungkan nada yang membuat hati bersyukur atas kebesaran Sang Pencipta, apalagi kita sebagai manusia. Bukan hanya melalui nyanyian dalam ibadah, melainkan juga lewat tutur kata dan perbuatan yang mengajak siapa saja ikut mensyukuri keagungan Tuhan.

RH Sabtu, 06 November 2010

BEDA JALAN (Yesaya 55: 6-11)

Dua anak menemukan sebuah kantong berisi dua belas butir kelereng. Mereka berdebat soal pembagian kelereng itu dan memutuskan untuk mendatangi seorang bapak yang mereka anggap bijak. Ketika diminta menengahi, bapak itu bertanya, mereka mau kelereng itu dibagi menurut keadilan manusia atau keadilan Tuhan. Anak-anak itu menjawab, "Kami mau yang adil. Jadi, bagilah menurut keadilan Tuhan." Sang bapak pun menghitung kelereng tersebut, lalu memberikan 3 butir kepada salah satu anak, dan 9 butir kepada anak yang lain. Pertanyaan sang bapak mengingatkan kita bahwa terkadang ada perbedaan besar antara keadilan yang diberikan manusia dan Allah. Jalan Tuhan, pikiran dan rencana-Nya, jauh berbeda dari jalan manusia. Standar kebenaran dan keadilan-Nya juga lain dari standar manusia. Manusia hanya mengamati tindakan lahiriah, Tuhan sanggup menilik sampai ke relung hati yang paling dalam. Apa yang dianggap baik oleh Tuhan, bisa jadi malah dianggap jahat oleh manusia. Apa yang kita rasa lamban, bagi Dia indah pada waktunya. Adakah harapan kita yang belum terwujud sampai saat ini? Atau, adakah doa yang sudah sekian lama kita panjatkan, tetapi kita belum kunjung melihat titik terang jawaban-Nya? Mungkin Tuhan bukannya berdiam diri. Bisa jadi Dia justru sedang menjawabnya secara tak terduga: menurut jalan-Nya, bukan menurut jalan kita.

RH Jumat, 05 November 2010

KEHILANGAN KESEMPATAN (2 Samuel 18: 33 – 19: 8)

Patrick Beckert adalah atlet speed skating asal Jerman di Olimpiade Musim Dingin, Februari 2010 di Vancouver, Kanada. Pada babak penyisihan, Beckert hanya berada di posisi ke-4, sehingga gagal masuk ke babak final. Ia begitu kecewa, sehingga memutuskan untuk pergi meninggalkan base camp-nya dan mematikan telepon selularnya. Tidak disangka, Enrico Fabis, atlet Italia pemegang dua medali emas, menarik diri dari pertandingan final karena cedera. Maka, terbukalah peluang untuk Beckert bertanding di babak final. Akan tetapi, karena tidak bisa dihubungi, Beckert pun akhirnya kehilangan kesempatan berharga yang diimpi-impikannya itu.

Dalam menjalani kehidupan ini, kita pun bisa saja mengalami kekecewaan; ketika harapan tidak terwujud, atau apa yang kita idam-idamkan hilang lenyap. Dalam situasi demikian, yang perlu selalu kita ingat adalah: jangan tenggelam dan berlarut-larut dengan kesedihan. Selain tidak akan menyelesaikan masalah, itu bisa mengundang kehilangan yang lain; mungkin kesempatan berharga, sahabat, atau bahkan kesehatan. Dan yang pasti, kita akan kehilangan rasa syukur atas apa yang ada. Sayang sekali, bukan?

RH Kamis, 04 November 2010

DOA HAMPA (Lukas 6: 12-16)

Sebuah lagu lama berlirik menegur: Sering kali aku berdoa / hanya karena tak ingin dicela / Namun kini kusadar Tuhan, seharusnya ku datang / Dengan segenap rindu dari lubuk hatiku / Dengan hasrat yang tulus / karena ku cinta pada-Mu / Tak hanya memikirkan berkat yang Kauberikan / sungguh hanya karena kumengasihi-Mu Yesus.

Kalau mau jujur, kerap kali yang keluar dari mulut kita adalah doa yang "sekedar berdoa" - doa sebatas menjalankan aktivitas rutin, mengucap kata-kata hafalan tanpa penghayatan, atau sekedar menunaikan kewajiban. Doa hanya karena tak mau dicela orang lain. Bahkan, kadang-kadang juga doa yang terburu-buru. Pokoknya jika sudah berdoa, hati sudah merasa tenang sebab kewajiban sudah terlaksana. Padahal, sejatinya doa tidak seperti itu. Doa harus lebih banyak berisi tentang ungkapan hati dan kasih kepada Tuhan. Doa bukan agar dipuji orang, tetapi agar hati terarah kepada Allah. Doa bukan kewajiban, tetapi doa harus merupakan sebuah kerinduan. Jika doa hanya dilakukan karena motivasi-motivasi dangkal semacam ini, maka akan lahir doa-doa yang hampa. Namun, jika sebuah doa lahir karena kerinduan, maka itulah yang mengetuk hati Tuhan.

RH Rabu, 03 November 2010

KU TAK KAN MENYERAH (Mazmur 28: 6-9)

Suatu hari saya mengamati sebuah pohon. Daunnya hijau, segar. Daun-daun itu bertumbuh: makin lebar, makin panjang, makin tua. Ada yang mengilap, ada yang berlubang, tetapi masih terus bertumbuh. Pengamatan ini ternyata sangat bermakna bagi saya. Bukankah hidup iman kita mirip daun-daun itu? Selama kita melekat kepada Kristus, kita bagai daun yang bertumbuh dan mendapat makanan dari pohonnya. Namun, apabila kita menjauh dari-Nya, maka kita bagai daun yang dipetik lepas dari pohon. Mungkin masih terlihat hijau, tetapi sudah tak ada pertumbuhan, dan tak lama lagi akan mati. Bagaimana dengan kita? Apabila ada persoalan berat di depan kita, apa yang menjadi kekuatan atau senjata kita? Apabila akhirnya kekayaan, kesehatan, kedudukan, kemampuan istimewa, dan hal-hal lain yang terbatas tak lagi mampu menolong kita, jangan menyerah. Selama kita terus melekat pada Kristus, Dia ada dan patut kita andalkan.

RH Selasa, 02 November 2010

BELAJAR MENGHARGAI (Keluaran 17: 8-16)

Sekuntum mawar terlihat menonjol ketika ia berada di antara daun-daun hijau dan duri-duri tajam di sekitarnya. Begitu juga seorang tokoh utama dalam sebuah film tidak akan terlihat bagus perannya jika tidak ada pemeran pembantu di film tersebut. Memang keberadaan duri tajam dan peran pembantu kadang kurang diperhatikan, tetapi sesungguhnya justru keberadaan merekalah yang membuat sesuatu yang didukungnya terlihat lebih baik. Saat kita berperan sebagai pemimpin, adakah kita menghargai mereka yang kita pimpin, mereka yang mendukung kita? Adakah kita memperlakukan mereka dengan baik? Yang harus selalu diingat adalah bahwa kita tak mungkin melakukan segala sesuatu sendirian. Tanpa mereka kita tidak bisa berkarya maksimal. Setiap peran mereka yang mendukung kita, selalu penting. Maka, mari belajar menghargai mereka.

RH Senin, 01 November 2010

THINK LESS, FEEL MORE (1 Samuel 17: 1-13)

Sebuah majalah nasional memiliki rubrik khusus yang menceritakan aksi heroik seseorang yang menyelamatkan orang lain; menceburkan diri ke laut, menembus kebakaran. Umumnya orang-orang yang bergantian diceritakan adalah warga biasa. Namun, menurut salah seorang pengasuhnya, ada satu kesamaan yang menyatukan mereka: mereka bertindak tanpa berpikir. Rene Suhardono dalam bukunya menuliskan tentang “Think Less, Feel More” (Lebih sedikit berpikir, lebih banyak merasa). Ada saat-saat dalam hidup ini ketika kita tidak dapat mengandalkan logika semata. Bagi Tuhan, tidak ada orang biasa atau luar biasa; yang ada hanya orang yang mau membuka hati untuk dipakai oleh-Nya atau tidak. Dalam hidup ini, ada situasi-situasi di mana kita seharusnya berpikir, tetapi juga diimbangi dengan respons dari hati. Bukalah hati Anda untuk dipakai Tuhan, karena Dia mau memakai Anda, melebihi dari yang bisa dipikirkan oleh otak kita.

Artikel

Seeking His Willing

Terkadang ada hal-hal yang tak dapat diperoleh sejalan dengan kehendak kita, walaupun kita telah memperjuangkannya dalam waktu dan pergumulan yang besar. Apakah sesungguhnya kita mengerti bahwa hidup kita adalah milik Allah? Pada saat bukan kehendak kita yang terjadi, sesungguhnya itu adalah kehendak Tuhan. Sadarkah kita, seberapa terbatasnya kita dan sebaliknya betapa tak terjangkaunya Allah dan semua mujizat-mujizat-Nya. Atau? Belumkah kita menyadari bahwa kita ada untuk sebuah karya-Nya yang besar yang telah Ia rancangkan, bahkan saat ini sedang berlangsung dalam hidup kita? Apa arti hidup kita yang sesungguhnya?

Betapa jiwaku haus akan Engkau, ya Allahku. Terkadang sulit untuk memahami arti hidup yang sesuai dengan kehendak Tuhan. Dalam Yeremia 29:11, jelas dikatakan bahwa: "Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada pada-Ku mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan". Lalu, apakah kita akan tetap tinggal dan diam dengan semua keduniawian kita yang sekarang membungkus kita? Atau, akankah kita berbalik memutar stir kehidupan ini ke arah-Nya, yang akhirnya akan membawa kita pada kehidupan kekal.

Mencari apalagi benar-benar mendapatkan kehendak Allah yang sebenarnya atas hidup kita memang bukanlah hal yang mudah. Kita harus rela mengerutkan kening untuk berpikir dan terlebih rela menyatukan kedua telapak tangan lebih intensif lagi padanya. Lebih lagi menjalin komunikasi yang baik dengan Juruselamat kita. Percaya bahwa hidup kita ada dalam genggaman kasih-Nya.

Bersyukurlah atas setiap pergumulan yang boleh terjadi dalam kehidupan Anda. Karena saat pergumulan itu datang, saat itulah sesungguhnya Allah sedang bekerja membentuk pribadi Anda seturut dengan kehendak-Nya. Saat itulah Anda akan benar-benar merasakan tuntunan tangan Tuhan menuju sebuah kedewasaan iman. Lebih setia lagi terhadap-Nya adalah kuncinya. Dan saat ini, siapkah kita untuk dibentuk Allah? Sudahkah kita membuka hati kita untuk dipimpin oleh-Nya? Bersediakah kita menyerahkan segala kehendak kita untuk diubahkan menjadi kehendak Tuhan?

Masuklah ke dalam kamar Anda, mulailah berkomunikasi lagi dengan-Nya. Berdoa dan serahkan segalanya pada kehendak Tuhan. Apapun itu! Pertanyaan pergumulan hidup, keluarga, pendidikan atau pekerjaan, pelayanan, atau bahkan pasangan hidup Anda sekalipun. Kembali lihat dan rasakan kehadiran kehendak Allah dalam hidup Anda.

Artikel

Berpikir Sederhana

Ada sebuah kisah, seorang pemburu berangkat ke hutan dengan membawa busur dan tombak. Dalam hatinya dia berkhayal mau membawa hasil buruan yang paling besar, yaitu seekor rusa. Cara berburunya pun tidak pakai anjing pelacak atau jaring penjerat, tetapi menunggu di balik sebatang pohon yang memang sering dilalui oleh binatang-binatang buruan.

Tidak lama ia menunggu, seekor kelelawar besar kesiangan terbang hinggap di atas pohon kecil tepat di depan si pemburu. Dengan ayunan parang atau pukulan gagang tombaknya, kelelawar itu pasti bisa diperolehnya. Tetapi si pemburu berpikir, "Untuk apa merepotkan diri dengan seekor kelelawar? Apakah artinya dia dibanding dengan seekor rusa besar yang saya incar?"

Tidak lama berselang, seekor kancil lewat. Kancil itu sempat berhenti di depannya bahkan menjilat-jilat ujung tombaknya tetapi ia berpikir, "Ah, hanya seekor kancil, nanti malah tidak ada yang makan, sia-sia." Agak lama pemburu menunggu. Tiba-tiba terdengar langkah-langkah kaki binatang mendekat, pemburu pun mulai siaga penuh, tetapi ternyata, ah ... kijang. Ia pun membiarkannya berlalu. Lama sudah ia menunggu, tetapi tidak ada rusa yang lewat, sehingga ia tertidur. Baru setelah hari sudah sore, rusa yang ditunggu lewat. Rusa itu sempat berhenti di depan pemburu, tetapi ia sedang tertidur. Ketika rusa itu hampir menginjaknya, ia kaget. Spontan ia berteriak, "Rusa!!!" sehingga rusanya pun kaget dan lari terbirit-birit sebelum sang pemburu menombaknya. Alhasil ia pulang tanpa membawa apa-apa.

Banyak orang yang mempunyai idealisme terlalu besar untuk memperoleh sesuatu yang diinginkannya. Ia berpikir yang tinggi-tinggi dan bicaranya pun terkadang sulit dipahami. Tawaran dan kesempatan-kesempatan kecil dilewati begitu saja, tanpa pernah berpikir bahwa mungkin di dalamnya ia memperoleh sesuatu yang berharga.

Tidak jarang orang-orang seperti itu menelan pil pahit karena akhirnya tidak mendapatkan apa-apa. Berpikir sederhana, bukan berarti tanpa pertimbangan logika yang sehat. Kita tentunya perlu mempunyai harapan dan idealisme supaya tidak asal tabrak. Tetapi hendaknya kita ingat bahwa seringkali Tuhan mengajar manusia dengan perkara-perkara kecil terlebih dahulu sebelum mempercayakan perkara besar dan lagipula tidak ada sesuatu di dunia yang perfect yang memenuhi semua idealisme kita. Berpikirlah sederhana.

Ringkasan Khotbah Minggu, 24 Oktober ‘10

PERSEPULUHAN
(Kejadian 14: 17-20)


Persepuluhan pertama dilakukan oleh Abraham -- 480 tahun sebelum Taurat diberikan. Abraham melakukan persepuluhan tanpa diperintah atau ada dasar hukum ia melakukannya, akan tetapi ia melakukannya dengan sukarela dan sukacita. Persepuluhan yang dilakukan seseorang biasanya sebagai satu ketaatan terhadap perintah atau aturan-aturan hukum yang ada (Mal. 3: 10,11). Tiga alasan yang membuat Abraham memberikan persepuluhan dengan sukarela dan sukacita, yaitu:
1. Abraham menghormati Tuhan. Ini sebenarnya adalah sebuah ungkapan penghormatan kepada Tuhan yang diwujudkan dengan pemberian persepuluhan. Seperti seseorang yang memberikan penghargaan kepada seseorang yang dihormati dan layak menerima sebuah pemberian. Ini hal yang biasa. Begitu juga dengan memberikan persepuluhan kepada Tuhan adalah hal yang biasa karena kita menghormati Tuhan yang sudah memberikan kita hidup, memelihara, dan menyertai kita.
2. Abraham mengakui kebesaran Tuhan. Dalam kehidupan Abraham ada banyak campur tangan Tuhan oleh karena semua yang ia miliki bukan karena ia bisa, tetapi karena Tuhan yang selalu menolong. Ini menjadi sebuah pengakuan bahwa Tuhan yang ia sembah adalah Tuhan yang luar biasa kebesaran-Nya. Abraham memberikan persepuluhan sebab kebesaran Tuhan yang sudah ia alami dalam kehidupannya. Begitu juga dengan kita, kalau bukan Tuhan kita tidak bisa hidup sampai sekarang.
3. Abraham membangun keturunan yang diberkati. Pada waktu Abraham memberikan persepuluhan, sebetulnya tanpa disadari Abraham sedang membangun keturunan yang akan diberkati Tuhan. Dari perjalanan bangsa Israel ada banyak keturunannya yang menjadi 12 suku Israel diberkati Tuhan di mana keturunannya menempati sebuat daerah. Sesungguhnya jika persepuluhan kita lakukan sudah tentu tanpa kita sadari, kita sedang membangun keturunan-keturunan yang diberkati oleh Tuhan. Sebab itu persepuluhan dilakukan berdasarkan rasa cinta kepada Tuhan bukan karena kewajiban dan takut dan itu menjadi kebutuhan (Mat. 23: 23).

Marilah kita sadari bahwa persepuluhan kepada Tuhan itu adalah baik karena kita memberi dengan hati sukarela dan sukacita, bukan dengan kewajiban ataupun takut kepada Tuhan. Amin

By: Pdt. Gideon L.S - Minggu, 24 Oktober ‘10