JADWAL IBADAH

KEBAKTIAN DOA PENGURAPAN
Jumat, 6 Agustus 2010 - Pk 19.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang

KEBAKTIAN WANITA
Sabtu, 7 Agustus - Pk. 10.00 Wib
Pembicara: Ibu Megawati Yizrael

KEBAKTIAN PEMUDA
Sabtu, 7 Agustus - Pk. 18.00 Wib
Pembicara: Sdri. Susan

KEBAKTIAN UMUM
Pk. 07.30 Wib; Pk. 10.00 Wib; Pk. 17.00 Wib
Pembicara: Pdt. Andrew B.E

RH Minggu, 08 Agustus 2010

WASPADA SEJAK DINI (Kejadian 4: 1-16)

Firman Tuhan hari ini berkisah tentang Kain yang iri dan marah kepada Habel karena persembahannya tidak diindahkan Tuhan. Sangat mungkin ia juga merasa malu, karena terjemahan bahasa Ibrani dari "muka muram" adalah "wajahnya jatuh". Wajah jatuh berarti tak punya muka. Tak punya muka berarti malu. Jadi, Kain menjadi iri, marah, dan sekaligus malu akibat Tuhan menolak persembahannya. Akibatnya, Kain melampiaskan kemarahan dan rasa malu serta iri hatinya kepada Habel. Kain membunuh Habel. Ini bukan tanpa peringatan Tuhan. Sebetulnya Tuhan sudah memperingatkan Kain, agar "berkuasa atas dosa yang sudah mengintip di depan pintu". Namun, agaknya kuasa dosa yang mengintip di pintu hati Kain yang marah dan malu itu terlalu besar untuk dapat ia kuasai. Hasilnya tragis: darah Habel tercurah ke tanah akibat pembunuhan yang dilakukan oleh kakak kandungnya.

Godaan si jahat harus kita kalahkan sejak awal; sejak godaan itu masih berupa benih. Itu jauh lebih mudah daripada kita mencoba mengalahkannya ketika godaan itu sudah menjadi pohon yang besar. Dosa besar berawal dari keinginan kecil.

RH Sabtu, 07 Agustus 2010

PANDANGLAH LANGIT DI ATASMU (Mazmur 19: 2-7)

Pada suatu siang yang panas, Badu mengeluh kepanasan. Mukanya tak ada senyuman. Baju kerjanya mulai basah oleh keringat. Sorenya masih di hari yang sama, sekali lagi Badu mengeluh. Hujan turun sangat lebat disertai kilat, dan angin menusuk tubuhnya yang tak mengenakan jaket. Dalam hati ia berkata, "Tuhan, jangan berlebihan dong! Bukankah akan lebih baik jika tadi siang tak sepanas itu, dan sore ini tak sedingin ini?"

Mungkin itu juga yang ada dalam hati kebanyakan orang saat merespons cuaca. Saat panas, mengeluh. Saat hujan, mengeluh. Mendung pun mengeluh. Lihatlah pemazmur yang mengungkapkan kebesaran Allah, saat memandang ke langit. Bagaimana dengan kita? Setiap hari kita hidup di bawah kolong langit. Namun, sempatkah kita memandang langit hari ini? Mahakarya ilahi yang sayang untuk diabaikan begitu saja! Luangkan waktu sejenak untuk menikmati keindahan karya Tuhan dan bersyukur; entah pada saat panas, mendung, maupun hujan. Jangan terjebak pada keluhan, melainkan ingatlah Dia yang menciptakannya. Dan, mulailah bersyukur atas semua ini. Seperti Tuhan menaungi kita dengan langit demikianlah dia menaungi kita dengan kesetiaan-Nya dari hari ke hari.

RH Jumat, 06 Agustus 2010

MENGAPA HARUS MENIRU? (Galatia 2: 1-14)

Seorang rabi muda menggantikan ayahnya. Umat banyak yang protes, karena mereka sering membandingkannya dengan ayahnya, rabi senior yang mereka hormati. Dalam pertemuan jemaat, kritik kepadanya berbunyi "Engkau tidak seperti ayahmu". Dengan tenang rabi muda menjawab, "Kalian tahu, ayahku seorang yang tidak pernah meniru siapa pun. Kini biarkan aku menjadi diriku sendiri, tidak meniru siapa pun, termasuk meniru ayahku. Dengan begitu, bukankah aku justru mirip ayahku?"

Godaan untuk meniru dan menyesuaikan diri dengan harapan banyak orang sering mengusik kita. Mengapa? Karena kita ingin diterima. Kita pun sering tergoda untuk mencari muka di depan orang yang berpengaruh. Padahal mereka pun bisa salah. Hari ini kita belajar perlunya mandiri dalam bersikap, tanpa berlaku sok pintar. Teguh dalam pendirian, tanpa menjadi keras kepala. Menjadi diri sendiri, tanpa merendahkan orang lain. Tuhan menciptakan kita masing-masing unik, jadi kenapa mesti meniru orang lain?

RH Kamis, 05 Agustus 2010

PIT STOP (Markus 6: 30-32)

Michael Schumacher menjadi juara dunia Formula One (F1) tujuh kali. Ia mampu memacu mobil balapnya dengan kecepatan di atas 300 km/jam, menyelesaikan puluhan lap dalam waktu yang amat cepat. Ada satu hal yang selalu ia lakukan saat berlomba, yaitu melakukan pit stop. Di pit stop itu, ia berhenti sejenak untuk mengisi bahan bakar, mengganti ban yang aus, dan memeriksa peralatan mobilnya. Sesaat kemudian ia pun melanjutkan lomba.

Sejarah mencatat, dalam F1 strategi pit stop tidak jarang menjadi penentu. Perhentian sesaat di pit stop itu bisa mengantar seorang pembalap meraih kemenangan. Mirip dengan kehidupan kita. Setiap hari kita menjalani berbagai aktivitas dan kerap terjebak dalam rutinitas. Sehingga karena sibuknya sampai-sampai kita pun kerap kali lupa hal yang sangat penting, yaitu "berhenti" sejenak. Ada saat di mana kita harus sejenak berhenti. Sejenak menarik diri dari hiruk pikuk rutinitas. Mengistirahatkan bukan hanya tubuh, tetapi juga hati dan pikiran. Saat di mana kita memeriksa dan mengasah diri. Ibarat merecharge baterai kehidupan kita. Untuk kemudian bersiap melanjutkan perjalanan lebih jauh lagi.

RH Rabu, 04 Agustus 2010

BERANI HIDUP (Filipi 1: 20-26)

Seorang pemuda Palestina melilit tubuhnya dengan rangkaian bom. Ia tahu, sebentar lagi ia akan mati. Namun, tekadnya sudah bulat: ingin membalas kejahatan musuh. Lalu dinaikinya sebuah bus umum. Ditekannya sebuah tombol. Bom itu meledak. Bagi kelompoknya, pemuda ini dipandang sebagai pahlawan, sebab ia berani mati untuk keyakinannya. Namun, ada yang jauh lebih susah dan lebih heroik daripada sekadar berani mati, yakni berani hidup. Tegar menghadapi hidup yang penuh penderitaan dengan tabah. Menjadi orang yang berani mati saja tidak cukup. Kita juga harus berani hidup. Berani menjalani hari demi hari dengan penuh semangat, walaupun banyak kesulitan menghadang. Untuk itu, kita perlu memiliki visi hidup seperti Paulus. Ia hidup bagi Tuhan dan sesama, tidak sibuk untuk diri sendiri saja. Akibatnya, hidup senang, mati pun tenang. Berikanlah hidupmu bagi sesama maka tiap hari akan jadi bermakna.

RH Selasa, 03 Agustus 2010

BUAH KETEKUNAN (Ibrani 12: 1-3)

Saat berangkat dari rumah pagi-pagi, saya melihat siput itu di bawah pohon, merayap ke atas perlahan. Sejenak saya memperhatikan. "Kapan sampainya?" begitu pikiran saya. Padahal pohon itu juga tidak mulus; penuh gurat kulit pohon yang pecah, ada benjolan bekas dahan patah, juga lekukan. Namun, siput itu terus merayap, pelan tetapi pasti. Siangnya, sekembali ke rumah, saya melihat siput itu sudah berada di dahan atas. Untuk melihatnya, saya harus mendongakkan kepala. Sungguh sebuah pencapaian yang luar biasa, mengingat begitu perlahannya siput itu merayap dan begitu banyaknya "tantangan" yang harus ia lalui. Itulah buah ketekunan. Sayangnya dalam lingkup pelayanan dan hidup beriman, ketekunan itu tampaknya sudah semakin langka, digantikan mentalitas cepat bosan, mudah menyerah, tidak tahan uji. Maka, marilah kita mendasari pelayanan dan hidup beriman kita dengan mata yang tertuju hanya kepada Kristus.

RH Senin, 02 Agustus 2010

LANGIT (Mazmur 8)

Langit dan benda-benda langit telah memukau manusia sejak dulu. Ilmu pengetahuan modern pun menunjukkan bahwa benda-benda langit memang mengagumkan. Coba bandingkan. Bumi kita ini sudah sangat besar dan bisa menampung 6 miliar manusia. Namun, volume planet Yupiter ternyata lebih dari seribu kali bumi. Sementara, volume matahari lebih dari 1 juta kali bumi. Betapa besar dan mengagumkan! Kekaguman serupa juga pernah dialami Daud. Pengalaman Daud ini dapat kita ikuti untuk menyegarkan iman kita. Apalagi jika hati gundah, jika diri merasa lelah dan tak berdaya, jika beban hidup berat menggayuti. Sadarilah kebesaran Sang Pencipta yang telah menciptakan semuanya itu, dan betapa Dia yang besar itu sesungguhnya tiada henti memperhatikan kita yang begitu kecil ini. Kita pasti kuat menjalani hidup ini sebab kita dituntun oleh tangan yang menciptakan alam semesta ini.

Artikel

Take It Or Lose It

Pada saat kesempatan baik datang, raihlah. Karena engkau takkan pernah tahu kapan lagi kesempatan itu akan datang lagi padamu. Penyesalan tidak akan membawamu kembali kepada kesempatan yang terlewatkan.

Dalam sebuah kelas pelatihan, saya mengambil selembar kertas polos kemudian menggunting-guntingnya menjadi beberapa bagian. Ada guntingan besar ada juga yang kecil. Tapi jumlahnya sengaja saya buat tak sama dengan jumlah peserta dalam kelas itu, 20 orang. Kemudian saya meminta kepada peserta untuk mengambil masing-masing satu guntingan kertas yang tersedia di meja depan. "Silahkan ambil satu!" demikian instruksi yang saya berikan.

Dapat diduga, ada yang antusias maju dengan gerak cepat dan mengambil bagiannya, ada yang berjalan santai, ada juga yang meminta bantuan temannya untuk mengambilkan. Dua tiga orang bahkan terlihat bermalasan untuk mengambil, mereka berpikir toh semuanya mendapat guntingan kertas tersebut.

Hasilnya? Empat orang terakhir tak mendapatkan guntingan kertas. Delapan orang pertama yang ke depan mendapatkan guntingan besar-besar, yang berjalan santai dan yang meminta diambilkan harus rela mendapatkan yang kecil.

Lalu saya katakan kepada mereka, "Inilah hidup. Anda ambil kesempatan yang tersedia atau Anda akan kehilangan kesempatan itu. Anda tak melakukannya, akan banyak orang lain yang melakukannya".
Pagi ini di kereta saya mendapati seorang wanita hamil yang berdiri agak jauh. Saya sempat berpikir bahwa orang yang paling dekatlah yang `wajib´ memberinya tempat duduk. Tapi sedetik kemudian saya bangun dan segera memanggil ibu itu untuk duduk. Ini perbuatan baik, jika saya tak mengambil kesempatan ini orang lainlah yang melakukannya. Dan belum tentu esok hari saya masih memiliki kesempatan seperti ini.

Soal rezeki misalnya, saya percaya ia tak pernah datang sendiri menghampiri orang-orang yang lelap tertidur meski matahari sudah terik. "Bangun pagi, rezekinya dipatok ayam tuh!" Orang tua dulu sering berucap seperti itu. Dan entah kenapa hingga detik ini saya tak pernah bisa menyanggah ucapan orangtua perihal rezeki itu. Saya percaya bahwa orang-orang yang lebih cepat berupaya meraihnyalah yang memiliki kesempatan untuk mendapatkan rezeki yang lebih banyak. Sementara mereka yang bersantai-santai atau bahkan bermalas-malasan, terdapat kemungkinan kehabisan rezeki.

Contoh kecil, datanglah terlambat dari jam kantor Anda yang semestinya. Perusahaan tidak hanya akan mengurangi gaji Anda akibat keterlambatan Anda, bahkan kinerja Anda dianggap minus dan itu mempengaruhi penilaian perusahaan terhadap Anda. Bisa jadi Anda tidak mendapatkan promosi tahun ini, sementara rekan Anda yang tak pernah terlambat lebih berpeluang.

Saya sering mendengar teman saya berkomentar negatif tentang apa yang dikerjakan orang lain, "Ah, kalau cuma tulisan begini sih saya juga bisa melakukannya" atau "Saya bisa melakukan yang lebih baik dari orang itu".
Kepadanya saya katakan, “saya yakin Anda bisa melakukannya. Masalahnya, sejak tadi saya hanya melihat Anda terus berbicara dan tak melakukan apa pun. Sementara orang-orang di luar sana langsung berbuat tanpa perlu banyak bicara. Buktikan, jika Anda sanggup”. Terus berbicara dan mengomentari hasil kerja orang lain tidak akan membuat Anda diakui keberadaannya. Hanya orang-orang yang berbuatlah yang diakui keberadaannya.

Kepada peserta di kelas pelatihan tersebut saya jelaskan, simulasi tadi juga berlaku untuk urusan ibadah. Saya tidak berhak mengatakan bahwa orang yang lebih tepat waktu akan mendapatkan pahala lebih besar, karena itu hak Allah dan juga tergantung dengan kualitas ibadahnya itu sendiri. Tapi bukankah setiap orang tua akan lebih menyukai anaknya yang tanggap dan cepat menghampiri ketika dipanggil ketimbang anak lainnya yang menunda-nunda?

Jika demikian, buatlah Allah suka kepada Anda. Karena suka mungkin saja awal dari cinta.

Ringkasan Khotbah Minggu, 25 Juli ‘10

Menjangkau Area yang Lebih Luas
(Kejadian 13: 14-18)

Kesuksesan bukan tujuan tetapi suatu batu loncatan atau titik balik (turning point) untuk melangkah kepada hal yang lebih besar. Masih banyak area luas yang Tuhan sediakan bagi kita. Jangan puas dengan apa yang ada pada kita.

Tiga hal yang perlu diperhatikan agar kita dapat menuju area luas:
1. Menyingkirkan penghalang-penghalang. Penghalang-penghalang ini bisa menjegal, mempersempit, dan memperlambat. Bentuk penghalang-penghalang itu adalah masa lalu, beban, dan dosa (Ibr. 12: 1). Kita harus meninggalkan masa lalu (Flp. 3: 13) karena kita tidak dapat mengubah masa lalu. Apabila masa lalu itu berupa hal yang negatif, jadikan itu sebagai bahan pelajaran dan apabila masa lalu itu adalah hal yang positif, jangan terlena akan hal itu karena masih banyak areal luas di depan kita.
2. Memiliki visi yang luas. Syarat untuk dapat menuju areal yang luas adalah memiliki kemampuan untuk melihat yang luas atau memiliki visi yang luas. Tuhan sudah mengatur dan membuka apa yang tidak pernah kita pikirkan ataupun yang kita lihat. Semua potensi untuk maju sudah Tuhan berikan di tangan Saudara.
3. Lakukan bagian dan tanggung jawab kita. Ketika kita sudah melakukan bagian dan tanggung jawab kita, Tuhan akan memeprcayakan bagian dan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Dan Tuhan akan melakukan bagian-Nya.

Marilah kita menjadi orang-orang yang mau melangkah untuk menempati area yang lebih luas yang Tuhan telah sediakan bagi kita. Dan percayalah Tuhan akan selalu mem-back up saudara. Amin

By: Pdt. Irvino Panky - Minggu, 25 Juli ‘10

HUMOR

Cerdik Seperti Ular, Tulus Seperti Merpati

Seorang anak laki-laki yang jujur mengembalikan dompet seorang bapak yang jatuh 2 hari lalu di lapangan futsal dekat rumahnya.
Bapak: Heran, ya, ketika dompet saya hilang hanya terdapat uang sebanyak lima puluh ribuan 1 lembar. Kenapa sekarang berubah menjadi 4 lembar sepuluh ribuan dan 10 lembar seribuan?
Anak: Sayalah yang menukarnya, soalnya dulu saya pernah mengembalikan dompet orang, dan ia mengatakan bahwa ia tidak punya uang kecil untuk hadiah bagi saya.

Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati. (Matius 10: 16)