RH Minggu 27 Desember 2009

Minggu, 27 Desember 2009
jMANFAAT KELEMAHAN (2 Korintus 12:1-10) Teman saya, Tom menceritakan ujian dan pencobaan yang harus dihadapinya bersama keluarga, juga betapa tertekannya ia setiap kali harus mengajar orang dewasa dalam kelas Sekolah Minggu. "Minggu demi minggu berlalu dan saya merasa gagal total," akunya, "dan setiap kali saya berharap itu adalah Minggu terakhir sebelum saya menyatakan pengunduran diri." Kemudian pada suatu hari Minggu, Tom melihat seorang wanita muda menunggunya untuk berbicara. Wanita itu adalah sahabat keluarganya, sehingga ia memahami pergumulan keluarga sahabat saya ini. "Tom," katanya, "Saya harap kamu tidak memandang semua ini dari sudut pandang yang salah, sebab justru kamu akan menjadi guru yang lebih baik jika berhasil melalui masa-masa yang sulit!" Ia pun mengatakan, "Sejak saat itulah saya merasa jawaban Tuhan kepada Paulus juga ditujukan bagi saya: ‘Cukuplah kasih karunia-Ku bagimu, sebab dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.’"

Kelemahan menolong kita untuk berhubungan dengan orang lain dan membiarkan kuasa Allah bekerja dengan leluasa dalam hidup kita. Inilah harta kita yang terbesar.

RH Sabtu 26 Desember 2009

Sabtu, 26 Desember 2009
MAU JADI APA LAGI? (Kisah 11:19-26) Ketika diwawancarai, pianis Polandia yang terkenal, Ignace Paderewski mengatakan, "Sebetulnya bukan pilihan saya untuk mencurahkan seluruh hidup saya melulu pada musik, tetapi kalau bukan jadi pemusik, mau jadi apa lagi? Jika dengan segenap waktu yang dicurahkan saja ia masih belum mencapai taraf yang diinginkan, bagaimana mungkin waktu yang sangat singkat itu masih harus dibagi dengan sesuatu di luar bidang musik?"

Kata-kata Paderewski mengingatkan saya pada tujuan dan sikap hidup yang harus dimiliki setiap orang Kristen. Ia berkata, "Kalau bukan jadi pemusik, mau jadi apa lagi?" Saya akan berkata, "Kalau bukan jadi orang Kristen, mau jadi apa lagi?" Di dalam jemaat mula-mula, para murid disebut Kristen, yang artinya "orang-orang kepunyaan Kristus." Kasih dan pelayanan mereka bagi Tuhan begitu nyata. Kalau seorang pianis kenamaan saja dapat menyadari apa dan siapa dia, dan mau mengabdikan seluruh hidupnya untuk mengembangkan diri, apalagi kita. Betapa kita harus lebih berjuang untuk menjadi seperti Tuhan dan Juruselamat kita! Dengan mengutip kata-kata pianis itu, kita juga harus dapat berkata, "Mau jadi apa lagi?"

RH Jumat 25 Desember 2009

Jumat, 25 Desember 2009
SESUATU TELAH TERJADI DI SINI (Lukas 2:8-20) Orang Kristen dapat dibedakan berdasarkan cara mereka merayakan Natal. Sebagian orang tidak terlalu memikirkannya dengan serius kecuali berbelanja ke pusat pertokoan. Sebagian lainnya akan menggunakan saat-saat itu untuk mewujudkan sesuatu yang berarti dalam merayakan kelahiran Yesus di dunia yang fana ini. Bertahun-tahun yang lalu, seorang penjelajah tua menuju ke barat, melintasi dataran yang amat luas hingga tiba di tepi Grand Canyon yang curam. Ia sangat takjub pada pemandangan yang dilihatnya: sebuah ngarai dengan kedalaman 1,5 km dan panjang 27 km terbentang di hadapannya. Sambil masih terengah-engah ia berseru, "Sesuatu pasti telah terjadi di sini!"

Pada saat-saat Natal, masih banyak orang yang bertanya-tanya apa arti segala kesibukan Natal yang mereka lihat dan dengar itu. Kita harus menyampaikan kepada dunia tentang hal ini, bahwa Allah telah mengunjungi bumi kita. Anak-Nya, Yesus Kristus, telah datang sebagai utusanNya, untuk mati bagi segala dosa kita (Yoh. 1: 1-14). Inilah berita yang sesungguhnya. Allah telah menjadi sama seperti kita agar kita dapat hidup selamanya bersama-Nya. Selamat hari Natal!

RH Kamis 24 Desember 2009

Kamis, 24 Desember 2009
BERITA KESUKAAN BAGI SEMUA (Lukas 2:1-10) Banyak orang yang telah mendengar kata "kesukaan besar" ini, tetapi mereka tidak memahaminya. Mereka menyukai Natal karena inilah saat untuk menghias rumah, berbelanja, menghadiri berbagai perayaan Natal atau saling bertukar kado dengan orang-orang yang mereka kasihi. Tetapi setelah semua kemeriahan berakhir, mereka kembali merasa kosong dan hilang sudah semua sukacita itu. Lainnya justru tak menyukai saat-saat Natal. Mereka tak punya cukup uang untuk membeli hadiah atau menghias rumah. Tak juga ada kawan untuk merayakan Natal bersama. Suasana kesukaan bagi mereka hanya menambah rasa duka yang mendalam.

Permasalahan kedua kelompok di atas adalah pada kekeliruan dalam mengartikan "kesukaan besar" yang diberitakan malaikat Tuhan. Kesukaan besar itu tidak terdapat pada hal-hal yang lahiriah melainkan pada arti Natal yang sesungguhnya. Pada saat Yesus dilahirkan, Allah menjelma menjadi manusia agar kita dapat ditebus dari segala dosa dan memperoleh hidup kekal. Inilah kunci kesukaan besar itu. Makna Natal yang sesungguhnya adalah: "berita kesukaan besar untuk seluruh bangsa".

RH Rabu 23 Desember 2009

Rabu, 23 Desember 2009
TEPATKAH WAKTUNYA? (Mazmur 127: 1 - 128: 6) Itulah waktunya. Tak seorang pun dari kita dapat memilihnya. Namun itulah waktu Tuhan. Dan kita semua harus menerimanya. Secara khusus, waktu itu datang tepat setahun yang lalu, pada hari yang ditentukan Tuhan untuk memanggil ayah saya dalam kematian. 83 tahun hidupnya yang dipakai untuk melayani Juruselamatnya dan 51 tahun kepemimpinannya dalam keluarga berlalulah sudah. Tubuhnya yang tegap dan kuat pada akhirnya tak dapat menahan proses penuaan dan penyakit. Waktu itu Natal menjelang, kegembiraan dengan lagu-lagu dan kisah kelahiran Yesus ada di mana-mana. Itulah saat yang penuh harapan, kesukaan, dan kedamaian di bumi. Bagaimanapun, itu adalah waktu yang tepat sebab itulah waktu Tuhan. Itulah waktu yang tepat sebab Tuhan tak pernah keliru. Dia menganggap tugas ayah sudah selesai, buah-buah kehidupannya telah nyata dan warisannya sudah aman. Ayah berpulang pada hari Natal. Itulah saatnya waktu Tuhan

RH Selasa 22 Desember 2009

Selasa, 22 Desember 2009
KELUAR DARI ‘BUAIAN’ (1 Samuel 6:20-7:6) Acara kesenian, musik dan perayaan Natal biasanya berpusat pada "kota kecil Betlehem" dan Sang Bayi yang terbaring di palungan, dengan seorang ibu yang tak puas-puasnya memandang si Bayi. Betapa kita menyenangi adegan-adegan indah yang menggambarkan kedatangan Yesus di dunia ini. Namun, kita tak boleh hanya terpancang pada Bayi di palungan dalam pengenalan kita akan Kristus. Kita tidak menyembah kepada seorang bayi yang sedang tertidur. Hendaknya kita memiliki hubungan yang lebih mendalam dengan Kristus yang disalib, mati, bangkit dan naik ke surga. Kita tak dapat memandang Yesus hanya sebagai sebuah adegan Natal. Dia merindukan hubungan yang lebih erat dan indah bersama kita. Sebagaimana bangsa Israel harus memperbarui kembali pengertian mereka akan Tabut Tuhan dan mentaatinya dalam kehidupan sehari-hari, marilah kita mengeluarkan Kristus dari "buaian" dan mempersilakan Dia memasuki kehidupan kita.

RH senin 21 Desember 2009

Senin, 21 Desember 2009
ORANG KRISTEN YANG BAIK (1 Petrus 3:8-17) Sebuah artikel di surat kabar dengan judul ”ORANG AMERIKA YANG BAIK” mengutip kata-kata Keren, gubernur jenderal Etiopia yang mengatakan: "Mengapa anda tidak mengirimkan lebih banyak lagi orang Amerika seperti Bapak Downey kepada kami?" Downey adalah seorang mantan tentara yang telah bekerja keras mengusahakan didirikannya rumah yatim piatu dan rumah sakit yang sangat dibutuhkan di Ethiopia. Atas jasanya itu ia telah mendapat julukan "Orang Amerika yang baik" yang sungguh merupakan suatu penghormatan besar. Namun penghormatan yang lebih mulia adalah bila kita mendapat julukan "Orang Kristen yang baik." Melebihi orang-orang lain, orang-orang percaya harus sungguh-sungguh dapat menjadi ‘orang- orang yang memancarkan keindahan’. Kalau orang lain melihat anda, adakah mereka melihat pancaran kasih Kristus pada diri anda? Karena kesetiaan anda, dapatkah anda menjadi "Orang Kristen yang baik"?

ARTIKEL

Boneka Untuk Adikku

Hari terakhir sebelum Natal, aku terburu-buru ke supermarket untuk membeli hadiah-hadiah yang semula tidak direncanakan untuk dibeli. Ketika melihat orang banyak, aku mulai mengeluh: "Ini akan makan waktu selamanya, sedang masih banyak tempat yang harus kutuju." "Natal benar-benar semakin menjengkelkan dari tahun ke tahun. Kuharap aku bisa berbaring, tidur, dan hanya terjaga setelahnya." Walau demikian, aku tetap berjalan menuju bagian mainan, dan di sana aku mulai mengutuki harga-harga, berpikir apakah sesudahnya semua anak akan sungguh-sungguh bermain dengan mainan yang mahal.

Saat sedang mencari-cari, aku melihat seorang anak laki-laki berusia sekitar 5 tahun, memeluk sebuah boneka. Ia terus membelai rambut boneka itu dan terlihat sangat sedih. Aku bertanya-tanya untuk siapa boneka itu. Anak itu mendekati seorang perempuan tua di dekatnya: ”Nenek, apakah engkau yakin aku tidak punya cukup uang?” Perempuan tua itu menjawab: ”Kau tahu bahwa kau tidak punya cukup uang untuk membeli boneka ini, sayang.” Kemudian Perempuan itu meminta anak itu menunggu di sana sekitar 5 menit sementara ia berkeliling ke tempat lain. Perempuan itu pergi dengan cepat. Anak laki-laki itu masih menggenggam boneka itu di tangannya.

Akhirnya, aku mendekati anak itu dan bertanya kepada siapa dia ingin memberikan boneka itu. ”Ini adalah boneka yang paling disayangi adik perempuanku dan dia sangat menginginkannya pada Natal ini. Ia yakin Santa Claus akan membawa boneka ini untuknya”, katanya. Aku pun menjawab mungkin Santa Claus akan membawa boneka untuk adiknya, dan supaya ia jangan khawatir. Tapi anak laki-laki itu menjawab dengan sedih, ”Tidak, Santa Claus tidak dapat membawa boneka ini ke tempat dimana adikku berada saat ini. Aku harus memberikan boneka ini kepada mama sehingga mama dapat memberikan kepadanya ketika mama sampai di sana.” Mata anak laki-laki itu begitu sedih ketika mengatakan ini, ”Adikku sudah pergi kepada Tuhan. Papa berkata bahwa mama juga segera pergi menghadap Tuhan, maka kukira mama dapat membawa boneka ini untuk diberikan kepada adikku.” Jantungku seakan terhenti.

Anak laki-laki itu memandangku dan berkata: ”Aku minta papa untuk memberitahu mama agar tidak pergi dulu. Aku meminta papa untuk menunggu hingga aku pulang dari supermarket.” Kemudian ia menunjukkan fotonya yang sedang tertawa.

Kemudian ia berkata: ”Aku juga ingin mama membawa foto ini supaya tidak lupa padaku. Aku cinta mama dan kuharap ia tidak meninggalkan aku tapi papa berkata mama harus pergi bersama adikku.” Kemudian ia memandang dengan sedih ke boneka itu dengan diam.

Aku meraih dompetku dengan cepat dan mengambil beberapa catatan dan berkata kepada anak itu. ”Bagaimana jika kita periksa lagi, kalau-kalau uangmu cukup?” ”Ok” katanya. ”Kuharap punyaku cukup.” Kutambahkan uangku pada uangnya tanpa setahunya dan kami mulai menghitung. Ternyata cukup untuk boneka itu, dan malah sisa. Anak itu berseru: ”Terima Kasih Tuhan karena memberiku cukup uang' Kemudian ia memandangku dan menambahkan: ”Kemarin sebelum tidur aku memohon kepada Tuhan untuk memastikan bahwa aku memiliki cukup uang untuk membeli boneka ini sehingga mama bisa memberikannya kepada adikku. DIA mendengarkan aku. Aku juga ingin uangku cukup untuk membeli mawar putih buat mama, tapi aku tidak berani memohon terlalu banyak kepada Tuhan. Tapi DIA memberiku cukup untuk membeli boneka dan mawar putih.” ”Kau tahu, mamaku suka mawar putih.”

Beberapa menit kemudian, neneknya kembali dan aku berlalu dengan keretaku. Kuselesaikan belanjaku dengan suasana hati yang sepenuhnya berbeda dari saat memulainya. Aku tidak dapat menghapus anak itu dari pikiranku. Kemudian aku ingat artikel di koran lokal 2 hari yang lalu, yang menyatakan seorang pria mengendarai truk dalam kondisi mabuk dan menghantam sebuah mobil yang berisi seorang wanita muda dan seorang gadis kecil. Gadis kecil itu meninggal seketika, dan ibunya dalam kondisi kritis. Keluarganya harus memutuskan apakah harus mencabut alat penunjang kehidupan, karena wanita itu tidak akan mampu keluar dari kondisi koma. Apakah mereka keluarga dari anak laki-laki ini?

2 hari setelah pertemuan dengan anak kecil itu, kubaca di koran bahwa wanita muda itu meninggal dunia. Aku tak dapat menghentikan diriku dan pergi membeli seikat mawar putih dan kemudian pergi ke rumah duka tempat jenasah dari wanita muda itu diperlihatkan kepada orang2 untuk memberikan penghormatan terakhir sebelum penguburan. Wanita itu di sana, dalam peti matinya, menggenggam setangkai mawar putih yang cantik dengan foto anak laki-laki dan boneka itu ditempatkan di atas dadanya. Kutinggalkan tempat itu dengan menangis, merasa hidupku telah berubah selamanya. Cinta yang dimiliki anak laki-laki itu kepada ibu dan adiknya, sampai saat ini masih sulit untuk dibayangkan. Dalam sekejap mata, seorang pria mabuk mengambil semuanya dari anak itu.

KOTBAH

Evaluasi Diri
(Roma 11: 36)

Rasul Yakobus menyatakan bahwa segala sesuatu yang baik itu berasal dari Bapa yang di sorga. Kita harus sadar bahwa segala yang kita miliki dari Tuhan adanya, sehingga segala kemuliaan pun hanya bagi Tuhan. Tiga hal yang dapat kita pelajari dalam mengevaluasi diri, yaitu:
1. Keberhasilan bukan final. Sekalipun kita telah mencapai keberhasilan, kita harus sadar bahwa kita adalah manusia biasa dan segala kemuliaan hanya bagi Allah. Contoh: Rasul Paulus pada saat berada di Listra (Kis. 14: 13). Kalau kita mau bermegah hendaklah kita bermegah di dalam Tuhan (Yer. 9: 23).

2. Kegagalan bukan fatal. Pada saat kita menghadapi kegagalan, kita harus ingat bahwa itu semua bukan akhir dari segalanya (Ams. 24: 10). Dalam kehidupan ini banyak orang yang akan berusaha menghalang-halangi kita untuk datang kepada Tuhan. Tetapi kita mau berusaha untuk tetap meresponi Firman Tuhan secara positif. Contoh: perempuan Kanaan yang percaya (Mat. 15: 27).

3. Yang menentukan adalah kerendahan hati. Jaga hati kita untuk tetap kuat dan teguh. Seperti Yosua yang diingatkan Tuhan untuk menjaga hati (Yos. 1: 8). Kita juga harus menjaga hati untuk dapat tetap rendah hati, karena kesombongan adalah awal kejatuhan. Cara untuk dapat menjaga hati kita adalah dengan berdoa dan baca firman Tuhan. Sebuah doa bukan untuk menuntut hak. Tetapi sebuah doa adalah penyerahan total kepada Allah.

Ketiga hal tersebut dapat kita gunakan untuk mengevaluasi diri selama 1 tahun yang telah kita lalui ini dan mempersiapkan diri memasuki tahun yang baru. Amin

Pdt. Fifie Layantara - Minggu, 13 Des ‘09