RH Minggu, 19 Desember 2010

BERSYUKUR SAAT KECOPETAN (Efesus 5: 15-21)

Matthew Henry, penelaah Alkitab dan penulis buku klasik, suatu hari mengalami kejadian naas. Beberapa pencopet menyerangnya dan merampas dompetnya. Lalu ia menulis kata-kata berikut di dalam buku hariannya: "Saya bersyukur karena: pertama, saya tidak pernah kecopetan sebelumnya; kedua, meskipun mereka mengambil dompet saya, mereka tidak mengambil nyawa saya; ketiga, meskipun mereka mengambil semua uang di dompet saya, jumlahnya tidak banyak; keempat, saya orang yang kecopetan, bukan saya yang mencopet."

Rasul Paulus mendorong kita untuk mengucap syukur senantiasa dan atas segala sesuatu. Itu berarti kita perlu mengucap syukur di sepanjang hidup kita dan untuk apa saja yang kita alami. Kita bukan hanya mengucap syukur atas berkat rohani dan kehidupan kekal yang Tuhan anugerahkan, melainkan juga atas pemeliharaan-Nya hari demi hari. Bukan hanya atas keadaan baik yang kita alami, melainkan juga atas penderitaan yang diizinkan-Nya terjadi untuk membentuk karakter kita. Kita mengucap syukur karena di tengah masalah itu Tuhan justru memberi kita kekuatan untuk menghadapinya dan menggunakan masalah itu demi meneguhkan karakter kita.

RH Sabtu, 18 Desember 2010

LARANGAN YANG BERGUNA (Mazmur 81: 9-17)

“Samuel, ayo taruh gunting itu sekarang juga! Jangan mainan gunting!" Samuel kecil yang sedang asyik bermain gunting langsung cemberut mendengar larangan ayahnya. Ketika guntingnya diambil, ia mengira ayahnya jahat karena mengambil "mainan" kesukaannya. Tanpa ia sadari, benda yang diambil sang ayah bukan mainan, melainkan benda yang dapat membahayakan dirinya. Orang beriman kadang kala bersikap seperti Samuel sewaktu dilarang Tuhan. Pernah suatu kali Tuhan melarang umat-Nya menyembah allah lain (ay. 9-11). Umat pun bereaksi negatif. Dikiranya Allah egois: membelenggu dan tidak memberi mereka kesempatan untuk mengenal "allah alternatif". Padahal Tuhan memberi larangan itu demi kebaikan umat sendiri. Bergaul dengan allah lain berarti menjerumuskan diri dalam bahaya. Pada dasarnya orang tidak suka dilarang atau diperingatkan. Itu manusiawi. Sebuah larangan tampak membatasi dan membuat hati penasaran. Namun dengan menaatinya, kita bisa terhindar dari masalah dan penderitaan yang sebenarnya tak perlu terjadi. Agar tidak salah melangkah, kita butuh larangan. Entah dari Tuhan maupun mereka yang mengasihi kita. Jadi, jika Tuhan atau sahabat masih suka melarang, berterimakasihlah. Jangan cemberut menggerutu!

RH Jumat, 17 Desember 2010

MEMULIAKAN ALLAH (1 Korintus 10: 27-33)

Mengapa Tuhan menciptakan manusia? Salah satu alasannya adalah agar kita memuliakan nama-Nya. Jika Allah mencipta kita demi memuliakan-Nya, berarti hidup kita harus selalu mencerminkan hal itu. Ini tidak dapat ditawar lagi. Memuliakan Tuhan bukan berarti membuat Tuhan lebih mulia, karena Dia sudah mulia dan tidak kekurangan kemuliaan; kemuliaan Tuhan sudah sempurna dan tidak perlu ditambahkan oleh manusia. Memuliakan Tuhan berarti mengakui dan menghargai kemuliaan Tuhan di atas segalanya dan membuat kemuliaan-Nya dikenal melalui hidup kita. Bagaimana caranya? Paulus berkata bahwa kita dapat memuliakan nama-Nya melalui bagaimana kita menjalani hidup dan beraktivitas. Ketika dijalani, hidup memuliakan Tuhan tidaklah serumit yang kita pikirkan. Memuliakan Tuhan bukan hanya dengan menyanyi di gereja atau pergi menjadi utusan Tuhan ke tempat yang jauh. Apabila hal-hal sederhana yang kita lakukan dan tunjukkan, menyatakan bagaimana kita hidup mengandalkan Tuhan dalam perkara hidup sehari-hari kita, maka nama Tuhan kita dapat dikenal orang, dan kita memuliakan Tuhan. Kita adalah cermin Allah, jadi Allahlah yang harus tampak dalam hidup kita.

RH Kamis, 16 Desember 2010

ILUSI (Lukas 12: 13-21)

Ilusi adalah bayangan yang menipu. Disangka nyata, padahal tidak. Ada satu ilusi di hidup ini yang begitu dipercaya manusia. Yakni bahwa seakan-akan manusia bisa "punya" sesuatu. Bukankah manusia berjuang agar bisa "punya" ini dan itu? Jika belum "punya", ia ingin "punya". Jika sudah "punya", ia ingin "punya" lebih. Semua iklan menggelitik "rasa belum punya" kita. Orang yang dianugerahi talenta untuk berkarya, dibilang "punya" prestasi. Orang yang dikaruniai anak, mengaku "punya" anak. Orang kaya sering disebut "orang berpunya". Betulkah manusia bisa benar-benar "punya"?

Perumpamaan Yesus menyingkap kebenaran, sekaligus membongkar kepalsuan (ilusi). Berlagak "punya", saling menuntut "punyaku, bukan punyamu" adalah sumber sengketa, termasuk di antara saudara. Seperti orang yang meminta Yesus menjadi penengah soal warisan di awal perumpamaan (ay. 13). Ilusi ini menyesatkan. Padahal Sang Empunya segala sesuatu adalah Tuhan. Kita hanya pengelola segala milik-Nya yang dipercayakan: waktu, tenaga, harta, talenta, keturunan. Bersyukurlah atasnya. Bekerja keraslah untuknya. Berbagilah dengannya. Bertanggung jawablah kepada Pemiliknya.

RH Rabu, 15 Desember 2010

HIDUP BUKAN SANDIWARA (Matius 6: 1-6)

Ketika membaca koran-koran nasional, kita kerap menjumpai kisah-kisah bagaimana para politisi berusaha semaksimal mungkin membuat citra yang baik di mata masyarakat. Mereka tidak segan-segan mengeluarkan biaya yang besar, terutama dalam masa kampanye, bahkan mengundang konsultan-konsultan asing untuk membuat pencitraan yang profesional. Tujuannya tentu saja untuk memberikan persepsi yang baik-baik tentang diri mereka kepada masyarakat, tetapi menyembunyikan atau menyamarkan semua hal yang buruk-buruk.

Demikian juga pada zaman Tuhan Yesus, orang Farisi dan ahli Taurat sangat mementingkan pencitraan mereka di mata masyarakat. Yesus tidak segan membongkar kemunafikan mereka dan mengingatkan bahwa sesungguhnya kita hanya butuh pencitraan di mata Tuhan. Apa pun yang kita lakukan adalah untuk Tuhan dan bukan untuk dipertontonkan kepada orang lain. Dengan demikian kita tidak akan kecewa, bahkan kalaupun perbuatan baik atau jerih pelayanan kita tidak dihargai atau dilihat orang lain. Sebagai anak Tuhan, kita tak perlu membuat-buat pencitraan untuk memperoleh penghargaan manusia. Sebab penghargaan kita adalah dari Allah sendiri.

RH Selasa, 14 Desember 2010

MENJAGA LIDAH (Kejadian 9: 18-28)

Lahir dalam keluarga miskin dengan banyak anak, tidaklah mudah. Kurang terurus, nakal, tak dihargai. Di kelas 3 SD, guru saya berkata: "Hei, kamu adiknya Badu ya? Jangan buat ulah seperti kakakmu, ya. Sudah goblok, nakal lagi, tahu sendiri nanti!" Ucapan itu seperti kutuk yang menusuk hati. Setahun itu, saya tersiksa. Saya jadi suka bolos, malas belajar, dan akhirnya tidak naik kelas.Tahun ajaran berikutnya, dengan baju lusuh dan celana bertambal, saya mengulang kelas 3. Malu rasanya. Namun, setelah 2 bulan, guru baru saya berkata, "Kamu bukan anak bodoh, tetapi anak pintar. Ibu akan buktikan." Kata-kata berkat itu mengiang dan membakar semangat saya untuk belajar. Walau saya harus menunggu malam, agar bisa meminjam buku teman yang telah selesai belajar (sebab saya tak mampu membeli). Menjelang penerimaan rapor, ibu guru memanggil saya. Ia bandingkan rapor saya dengan si juara 1, ternyata nilai saya ada di atasnya. Hanya, karena sudah mengulang, saya tak bisa menjadi juara 1. Namun, kata penguatannya terngiang hingga kini, khususnya saat menghadapi kesulitan hidup. Biarlah berkat saja yang keluar dari mulut kita. Kata yang terucap tak bisa ditarik kembali, dan ia bisa membangun atau menghancurkan. Jagalah lidah!

RH Senin, 13 Desember 2010

TUTTI FRATELLI (1 Yohanes 3: 14-18)

Konon yang menggerakkan Henry Dunant untuk mendirikan organisasi Palang Merah Internasional adalah suatu pertempuran di sebuah daerah bernama Solferino, Italia, pada 1859. Saat itu, jatuh 38.000 korban luka maupun meninggal dari kedua belah pihak. Namun, hampir tidak ada orang yang peduli. Karena itu, Dunant menggerakkan warga sekitar untuk merawat, tanpa memedulikan latar belakang korban, di pihak mana ia berada. Tutti fratelli (semua adalah saudara) merupakan slogan mereka hari itu.

Dalam kitab-kitab Injil pun kita menemukan bahwa berkali-kali Tuhan Yesus mengajar kita, anak-anak-Nya untuk mengasihi dan berbuat baik tanpa pilih-pilih. Bangsa Yahudi atau Samaria, kaya atau miskin, sahabat atau musuh. Perintah ini mengembalikan kita pada hakikat keberadaan manusia, yang sesungguhnya adalah saudara-bersaudara. Tak ada penghalang yang layak membatasi kita untuk tidak berbuat baik kepada sesama. Biarlah gereja Tuhan memulai lagi gerakan kasihnya. Sebab dari sikap hidup yang seperti itu pulalah Injil tersebarkan.

HUMOR

Ornamen Natal

John diminta untuk membawa dan menyimpan ornamen-ornamen Natal di loteng untuk dapat dipakai lagi tahun depan. Ia membawa banyak kotak penuh dengan ornamen-ornamen Natal. Saat menaiki dua anak tangga, ia terpeleset dan terjatuh.

Istrinya mendengar sesuatu dan berteriak, "Suara apa itu?"
"Aku baru saja jatuh dari tangga," katanya.

Istrinya segera berlari menghampirinya lalu berkata, "Apa ada yang patah?"
"Tidak, tidak ada, aku baik-baik saja."

Setelah terdiam beberapa saat, istrinya kemudian berkata, "Bukan kamu, maksudku ornamen Natalnya; apa ada ornamen yang patah?"

Artikel

Raja dan Laba-laba

Dahulu kala di negeri Skonlandia, ada seorang raja bernama Bruce. Dia sudah enam kali memimpin pasukannya menuju medan perang melawan sang agresor dari England, namun selama enam kali pertempuran itu, pasukannya selalu babak belur dihajar oleh musuh, hingga terpaksa mengalami kekalahan dan melarikan diri ke hutan. Akhirnya, dia sendiri juga bersembunyi di sebuah gubuk kosong di dalam hutan belantara.

Suatu hari, hujan turun dengan derasnya, air hujan menerobos dari atap rumah yang bocor mengenai muka Bruce, sehingga dia terbangun dari tidurnya. Sesaat dia merenungi nasibnya yang malang karena tidak dapat mengalahkan musuh, walaupun dia telah mengerahkan segala daya upaya. Semakin dia memikirkan hal ini, hatinya semakin pedih dan hampir putus asa.

Pada saat itu, mata Bruce menatap ke atas balok kayu yang melintang di atas kepalanya, di sana ada seekor laba-laba sedang merajut sarangnya. Dia dengan seksama memperhatikan gerak gerik laba-laba tersebut, dihitungnya usaha si laba-laba yang telah enam kali berturut-turut berusaha sekuat tenaga mencoba mengaitkan salah satu ujung benang ke balok kayu yang berada di seberangnya, namun akhirnya gagal juga.

“Sungguh kasihan makhluk kecil ini,” kata Bruce, “Seharusnya kau menyerah saja!”
Namun, sungguh di luar dugaan Bruce, walaupun telah enam kali si laba-laba gagal mengaitkan ujung benangnya, dia tidak lantas putus asa dan berhenti berusaha, dia coba lagi untuk yang ketujuh kalinya, dan kali ini dia berhasil. Melihat ini semua, Bruce sungguh merasa kagum dan lupa pada nasib yang menimpa dirinya.

Bruce akhirnya berdiri dan menghela napas panjang, lalu dengan lantang dia berteriak: “Aku juga akan bertempur lagi untuk yang ketujuh kalinya!”

Bruce akhirnya benar-benar mendapatkan semangatnya kembali, ia segera mengumpulkan dan melatih lagi sisa-sisa pasukannya, lalu mengatur strategi dan menggempur lagi pertahanan musuh, dengan susah payah dan perjuangan yang tak kenal menyerah, akhirnya Bruce berhasil mengusir pasukan musuh dan merebut kembali tanah airnya.

Dalam kehidupan, manusia terkadang mudah mengeluh dan meyerah dengan situasi. Tapi dengan dorongan akan orang-orang yang kita cintai di sekitar kita, semangat kita akan bangkit kembali dan meraih kemenangan.

Tetapi dalam semuanya itu kita lebih dari pada orang-orang yang menang, oleh Dia yang telah mengasihi kita. (Roma 8: 37)

Artikel

Pensiun Usia Muda? Jangan Dulu …

Musim gugur yang lalu di gereja, saya bertemu dengan seorang pria yang menjabat tangan hampir setengah lusin orang dengan penuh semangat walaupun ia tidak kenal. Lalu dia menatap saya dan menarik tangan saya untuk menjabat tangan erat. Saya bisa merasakan bahwa tangan yang kasar dan kuat itu telah melakukan kerja keras selama beberapa dekade lamanya.

“Anda seperti seseorang yang sangat menikmati hidup. Apa pekerjaan Anda?” tanya saya.
“Saya? Saya seorang petani di daerah Midwest.”
“Benarkah? Saya tidak terkejut kalau begitu, Anda memiliki tangan sekuat ban traktor…”
Dia tertawa… kemudian dia mengajukan beberapa pertanyaan untuk menambah wawasannya lalu menceritakan rencananya untuk bepergian.

“Apa yang Anda lakukan minggu lalu?” tanya saya.
Jawabannya membuat saya tertegun.
“Minggu lalu saya memanen 90.000 tongkol jagung,” jawabnya dengan tersenyum.
“Sembilah puluh ribu! Berapa umur Anda, temanku?”
Tanpa merasa malu dia menjawab, “Aku hanya beberapa bulan menuju 90 tahun.”

Pria itu telah melewati 4 masa peperangan, Depresi Besar, 16 presiden, 90 kali musim gugur, dan tidak terhitung masa sulit, dan dia masih bisa hidup dengan penuh semangat. Saya lalu menanyakan rahasianya memiliki umur panjang dan hidup yang produktif.

“Kerja keras dan integritas,” dengan cepat dia menjawab.
Saat kami hendak berpisah, dia berbalik dan berkata, “Jangan anggap enteng, anak muda. Bertekunlah!”

Di Alkitab penuh orang-orang yang menolak untuk menganggap enteng kehidupannya. Ada Kaleb, yang berumur 85 tahun namun menaklukkan orang-orang Enak dan menguasai Hebron (Yosua 14). Atau Abraham, yang memiliki bayi (sebenarnya Sara yang mengandung) di saat usianya telah mencapai 100 tahun dan Sara 90 tahun (Kejadian 21). Atau Nuh, Musa, atau Samuel… mereka adalah orang-orang yang masih melayani Tuhan hingga akhir hidup mereka.

Umur tidak merubah kehidupan. Keriput, rambut putih dan bercak-bercak di tangan tidak mengubah kehendak Allah bagi Anda. Di dalam Tuhan tidak ada kata pensiun. Anda selalu ditantang untuk selalu memiliki pandangan yang segar dan menjadi orang yang produktif bagi-Nya. Bersediakah Anda?

Jika dunia ini sedang menjanjikan pensiun di usia muda, sebaliknya Allah meminta Anda untuk tetap produktif dan bekerja bagi Dia hingga akhir usia Anda.
Dia tertawa saat saya menggelengkan kepala.

Ringkasan Khotbah 05 Desember 2010

Si Buta dari Yerikho
(Lukas 18: 35-43)

Saya sering memberi nasehat kepada mahasiswa sekolah Alkitab. Saya katakan bahwa orang bisa dihormati orang lain kalau punya beberapa kelebihan, yaitu kaya, pandai, sopan dan jujur. Si buta dari Yerikho tidak memiliki semuanya. Injil Lukas mencatat bahwa: ia buta atau cacat (ay. 35), mengemis atau miskin (ay. 35), bodoh (ay. 36), dan memanggil Tuhan Yesus tanpa menggunakan gelar, misalnya Rabbi, Guru, atau Tuhan, tetapi langsung memanggil Yesus. Tidak ada hal yang istimewa yang dapat dijadikan dasar untuk mendapat pertolongan dari Tuhan Yesus, tetapi ternyata si Buta ini disembuhkan juga oleh Tuhan Yesus.

Apa yang menyebabkan ia mendapat jawaban atas persoalan yang dihadapinya? Apa yang menyebabkan Tuhan Yesus menyembuhkan si Buta dari Yerikho?

1. Imannya pantang menyerah (ay. 38-40). Ia berseru dan semakin keras ia berseru, sekalipun ia ditegur, mendapat tantangan, dan hambatan ia tetap tidak menyerah. Kegigihan si buta menujukkan imannya pantang menyerah. Hidup ini layak untuk diperjuangkan dan Yesus mau menolong, apa saja yang kita minta dalam doa, kita akan menerima (Mzm. 21:22).
2. Imannya bertumbuh seiring berjalannya waktu. Sebelumnya si buta tidak mengenali Yesus dengan benar, lalu mengetahui bahwa Yesus, anak Daud sehingga ia memanggil-Nya menjadi Anak Daud, akhirnya ia mampu mengenali Yesus sebagai Tuhan (ay. 36, 38, 39, 41). Dalam kehidupan kita sebagai orang Kristen dengan kesehatan sekarang, kesibukan, atau liburan jangan sampai menjadi penghalang imanmu bertumbuh.
3. Imannya jujur. Waktu Yesus bertanya, ”Apa yang kau kehendaki supaya Aku berbuat bagimu?” Si buta ini minta supaya matanya dapat melihat! Ia tidak minta supaya jadi kaya atau ganteng, tetapi ia minta sesuai kebutuhannya. Yesus mengabulkan doanya. Apa yang kita butuhkan, fokuslah kepada Tuhan, walaupun Yesus tahu semua keinginan, kebutuhan kita, Yesus sangggup menolong orang yang menyampaikan kerinduannya kepada Yesus.

By: Pdt. Henoch Wilianto - 05 Desember 2010