JADWAL IBADAH

KEBAKTIAN DOA PUASA
Rabu, 1 Juni 2011 - Pk. 12.00 Wib
Pembicara: Sdr. Enggal

KEBAKTIAN KENAIKAN TUHAN YESUS
Kamis, 2 Juni 2011 - Pk. 08.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang

KEBAKTIAN DOA PENGURAPAN
Jumat, 3 Juni 2011 - Pk. 19.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang

KEBAKTIAN WANITA
Sabtu, 4 Juni 2011 - Pk. 10.00 Wib
Pembicara: Pdt. Ester Sulaiman

KEBAKTIAN PEMUDA
Sabtu, 4 Juni 2011 - Pk. 18.00 Wib
Pembicara: Ibu Yunita

KEBAKTIAN UMUM (PERJAMUAN SUCI)
Minggu, 5 Juni 2011 - Pk. 07.30; 10.00; 17.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang
(Disertai KEBAKTIAN ANAK)

KEBAKTIAN REMAJA - Pk. 10.00 Wib

RH Minggu, 05 Juni 2011

MENDAYUNG KEHIDUPAN (Markus 4: 35-41)

Saat anak saya berusia 2,5 tahun, ia meminta sepeda. Ketika saya penuhi, betapa senangnya hatinya. Ia mengayuh sepedanya kesana kemari, sampai harus diperingatkan untuk lebih perlahan. Tanpa saya pegang, ia berkeliling halaman sepuasnya dengan sepeda itu. Apakah ia sudah bisa mengayuh sepeda sendiri? Jelas tidak. Dua roda tambahan di bagian belakang sepeda itu masih melekat dan menyangga sehingga anak saya tidak akan jatuh ketika bermain dengan sepedanya. Dan, roda tambahan itu membuat anak saya percaya diri mengayuh sepedanya kemana saja ia mau.

Apa yang membuat kita khawatir, lemah, ragu, dan cenderung tidak percaya diri ketika menjalani kehidupan kita? Janganlah seperti para murid yang meragukan diri sendiri ketika Tuhan justru sedang bersama-sama dengan mereka. Bertindaklah seperti anak saya. Ia tahu bahwa dengan roda penyangga itu, ia punya rasa aman dan yakin tidak akan jatuh. Sebab itu, kita harus menjalani hidup kita dengan penuh keyakinan karena kita tahu dan yakin Tuhan selalu menyangga hidup kita. Yang kita perlukan hanya menjalani hidup. Biarkan Tuhan menopang bagian yang sulit kita tanggung.

RH Sabtu, 04 Juni 2011

GARANG DAN BAIK (Mazmur 2)

Dalam novel C.S. Lewis, The Lion, the Witch, and the Wardrobe, anak-anak Pevensie pertama kali mendengar tentang Aslan saat makan dengan keluarga berang-berang. Aslan, sang singa, adalah penguasa Narnia; dimaksudkan sebagai simbol Kristus, Singa dari Yehuda. Bu Berang-berang berkata, "Kalau ada yang bisa muncul di hadapan Aslan tanpa lutut gemetar, ia lebih berani dari kebanyakan orang atau mungkin sekadar bodoh." Mendengar cerita itu, Susan Pevensie bertanya, "Apakah aman mendekatinya?" Pak Berang-berang menjawab, "Aman? Siapa yang menyebut tentang aman? Tentu saja ia garang. Tetapi ia baik."

Garang, tetapi baik gambaran yang terdengar kontradiktif. Namun, C.S. Lewis sebenarnya hanya menggemakan keterangan para penulis Kitab Suci dalam menggambarkan sosok Allah. Kita cenderung memiliki gambaran yang tidak seimbang tentang Allah, dan pemazmur mengoreksinya. Apabila ada yang menganggap Allah itu hanya mengasihi maka ia diingatkan bahwa Allah juga membangkitkan rasa takut. Apabila ada yang menganggap Allah itu hanya memurkai ia diingatkan bahwa Allah juga penuh belas kasihan. Kita perlu belajar menyembah Allah dengan sikap yang patut.

RH Sabtu, 04 Juni 2011

GARANG DAN BAIK (Mazmur 2)

Dalam novel C.S. Lewis, The Lion, the Witch, and the Wardrobe, anak-anak Pevensie pertama kali mendengar tentang Aslan saat makan dengan keluarga berang-berang. Aslan, sang singa, adalah penguasa Narnia; dimaksudkan sebagai simbol Kristus, Singa dari Yehuda. Bu Berang-berang berkata, "Kalau ada yang bisa muncul di hadapan Aslan tanpa lutut gemetar, ia lebih berani dari kebanyakan orang atau mungkin sekadar bodoh." Mendengar cerita itu, Susan Pevensie bertanya, "Apakah aman mendekatinya?" Pak Berang-berang menjawab, "Aman? Siapa yang menyebut tentang aman? Tentu saja ia garang. Tetapi ia baik."

Garang, tetapi baik gambaran yang terdengar kontradiktif. Namun, C.S. Lewis sebenarnya hanya menggemakan keterangan para penulis Kitab Suci dalam menggambarkan sosok Allah. Kita cenderung memiliki gambaran yang tidak seimbang tentang Allah, dan pemazmur mengoreksinya. Apabila ada yang menganggap Allah itu hanya mengasihi maka ia diingatkan bahwa Allah juga membangkitkan rasa takut. Apabila ada yang menganggap Allah itu hanya memurkai ia diingatkan bahwa Allah juga penuh belas kasihan. Kita perlu belajar menyembah Allah dengan sikap yang patut.

RH Jumat, 03 Juni 2011

MENAKAR DAN MENGUKUR (Lukas 6: 37-38)

Seorang tua sedang merenung. "Dulu saya lahir dari keluarga miskin. Ketika melihat orang kaya, saya bertanya-tanya mengapa mereka egois, tidak mau menolong orang miskin memperbaiki masa depan, bahkan tak jarang malah memandang rendah? Namun, ketika kemudian saya menjadi kaya setelah bekerja keras, saya merasa orang miskin itu malas, tak mau berinisiatif, maunya ditolong, iri, dan tak pernah berterima kasih?" Pak tua itu menggeleng-geleng menyadari kontradiksi di hati dan perasaannya. Mengapa begini?

Tak jarang dalam hidup ini, kita memiliki standar ganda dalam "menakar dan mengukur". Kita kerap menilai orang lain dari "takaran" atau pandangan subjektif kita, dan tak mampu memahami orang lain dari sudut pandang orang itu. Kita kerap menuntut orang lain bersikap dan berbuat seperti yang kita mau, padahal kita sendiri belum tentu melakukan yang sebaliknya. Ketika berbuat salah, kita tak ingin dihakimi. Sebaliknya, ingin dimaafkan dan dibantu keluar dari kesalahan. Apabila kita rindu tidak dihakimi, biarlah kita jangan menghakimi. Apabila kita rindu dimaafkan ketika bersalah, biarlah kita jangan menghukum, tetapi mengampuni orang yang bersalah kepada kita. Sebab ukuran yang kita pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepada kita.

RH Kamis, 02 Juni 2011

RUMAH IDAMAN (Yohanes 14: 1-14)

Kita semua tentu sepakat bahwa rumah adalah salah satu kebutuhan terpenting manusia. Itulah sebabnya orang berjuang, bekerja, dan mengumpulkan uang sedemikian rupa agar dapat membeli dan memiliki rumah atau minimal mengontrak. Entah rumah itu besar atau kecil; entah dibangun dengan dinding bata atau kayu. Keberadaan rumah begitu penting karena di situlah kita tinggal, berlindung, beristirahat, dan melewatkan waktu bersama orang-orang yang kita kasihi. Harapan tersebut sesungguhnya juga mencerminkan kerinduan kita yang terdalam akan sebuah "rumah" yang kekal. Dimana? Di surga bersama-sama dengan Allah. Dia sangat mengerti kerinduan manusia yang terdalam ini. Kita sudah terbiasa merayakan Natal, Jumat Agung, dan Paskah. Kita tahu dan sering mendengar khotbah mengenai hati yang harus kita persiapkan untuk menyambut hari-hari raya tersebut. Sekarang kita memasuki hari di mana kita memperingati kenaikan Tuhan Yesus ke surga. Seperti apa hati yang harus kita miliki saat merayakannya? Hati yang bersyukur dan tidak lagi khawatir akan masa depan kita kelak. Sebab, Tuhan sudah menjamin bahwa siapa pun yang percaya kepada-Nya dan menjadikan Dia Tuhan dan Juru Selamat akan tinggal di surga kelak bersama dengan-Nya. Ada "rumah idaman" yang telah Tuhan sediakan di sana secara cuma-cuma; sebab harganya telah lunas dibayar.

RH Rabu, 01 Juni 2011

TUHAN SUDAH TAHU (Matius 4: 1-11)

Seorang pembuat boneka kayu yang terkenal membuat boneka kayu yang sangat bagus untuk anak perempuannya. Suatu saat, boneka itu terjatuh hingga beberapa bagiannya terlepas. Sambil menangis, si anak membawa boneka itu kepada ayahnya. "Tinggalkan saja bonekamu. Ayah akan memperbaiki setiap bagian satu per satu." Namun, anaknya tidak sabar, "Tidak, Ayah. Itu terlalu lama. Ayah hanya perlu menaruh lem di sini, memaku bagian ini, dan menyambung yang ini". Si pembuat boneka meminta anaknya bersabar dan memercayakan boneka rusak itu kepadanya. Sayang, si anak keras kepala dan pergi membawa boneka rusaknya.

Mungkin kita kerap berlaku seperti anak perempuan si pembuat boneka. Kita mendikte Tuhan, apa yang harus Tuhan lakukan untuk mengatasi masalah kita. Kita tidak mau memercayakan masalah kita pada cara-Nya. Padahal, sebagaimana pembuat boneka lebih tahu bagaimana memperbaiki boneka buatannya, Tuhan pasti lebih tahu apa yang kita butuhkan untuk keluar dari masalah. Berhentilah meniru kebiasaan iblis yang berusaha mendikte apa yang harus Tuhan lakukan. Dia sudah tahu.

RH Selasa, 31 Mei 2011

BUKAN SEKADAR KATA (Matius 6: 5-8)

Seorang anak kecil tersesat di hutan. Ketika seorang pemburu menemukannya, anak itu tampak sedang berdoa. Sambil memeluk anak itu si pemburu berkata, "Jangan takut nak, saya akan mengantarmu pulang dengan selamat." Anak itu menjawab, "Saya tidak takut kok, Pak. Saya tahu Tuhan akan mengirimkan seseorang untuk menolong saya." Pemburu itu heran, "Dari mana kamu tahu? Tadi waktu tiba di sini, saya mendengar kamu berdoa tetapi hanya menyebutkan huruf A-B-C-D-E-F-G. Apa maksudnya?" tanyanya. "Saya tidak tahu harus berdoa bagaimana, Pak. Jadi, saya sebutkan saja semua huruf; dari A sampai Z. Terserah Tuhan menyusunkan huruf-huruf itu menjadi doa untuk saya. Tuhan tahu yang terbaik," jawab anak itu polos.

Doa bukan sekadar kata-kata, tetapi menyangkut hati. Kata-kata doa yang bagus, teruntai indah, tidak akan berarti apa-apa jika tidak keluar dari hati. Hanya di mulut. Sebaliknya doa dengan kata-kata sederhana, yang menurut standar manusia tidak bagus, tetapi keluar dari hati yang tulus, akan besar sekali artinya. Baiklah kita ingat, bahwa kita berdoa kepada Tuhan. Bukan manusia. Sehingga kita akan selalu berpatokan pada standar Allah, bukan standar manusia.

RH Senin, 30 Mei 2011

TEKUN MENAHAN TEKANAN (Yakobus 5: 7-11)

Tekun itu banyak gunanya. Kita kerap mendengar nasihat orangtua: "Tekunlah belajar ..." atau "Tekunlah dalam mengerjakan sesuatu ...." Dengan ketekunan, hasil dalam pekerjaan dan belajar bisa dicapai dengan baik. Dan, tekun harus dimulai dan dilatih dari sesuatu yang kecil. Ketekunan juga berguna dalam hidup sebagai orang percaya, sebab ada banyak tekanan yang muncul sebagai konsekuensi dari iman yang kita miliki. Yakobus bahkan memberi anjuran agar umat Tuhan tidak hanya tekun bekerja, tetapi juga tekun dalam menderita. Ini bukan berarti umat diminta memilih jalan penderitaan dan karenanya mencari penderitaan. Bukan! Maksudnya, agar tatkala menghadapi penderitaan, umat Tuhan tidak menjadi patah semangat. Bahkan, penderitaan yang dihadapi dan disikapi secara kristiani akan menghasilkan kesaksian yang menguatkan banyak orang. Orang akan melihat dan belajar bagaimana kita menghadapi, berjuang, jatuh bangun, dan menang atas penderitaan. Sudah banyak tokoh iman yang membuktikan bahwa ketekunan dalam menghadapi penderitaan setidaknya menghasilkan dua hal: kehidupan rohani yang semakin tangguh dan keteladanan yang memberkati hidup orang lain khususnya yang menyaksikan pergulatan kita dengan penderitaan itu (ay. 11). Ketekunan Anda dalam mengelola penderitaan akan menjadi berkat bagi diri sendiri dan sesama.

Artikel

Elang, Kelelawar, Lebah

Elang
Bila Anda menempatkan seekor elang dalam satu sangkar berukuran 1,8 x 2,4 m2 sedangkan atasnya sama sekali terbuka, burung itu, walaupun mampu terbang, akan tetap tinggal sebagai burung dalam kurungan. Pasalnya adalah bahwa seekor elang kalau akan mulai terbang dari atas tanah, ia akan berlari dulu sejauh 3-5 meter, sebelum ia terbang ke angkasa. Tanpa ruang untuk berlari, yang memang menjadi kebiasaannya, ia bahkan tidak akan berusaha sedikitpun untuk terbang, melainkan tetap menjadi tawanan seumur hidupnya dalam suatu sangkar tanpa tutup di atasnya.

Kelelawar
Kelelawar yang biasa berterbangan kian-kemari di malam hari. Ia merupakan seekor binatang cekatan dan gesit. Namun iapun tak dapat terbang dari suatu permukaan yang rata. Bila ia ditempatkan di lantai atau tanah yang datar, satu-satunya yang ia dapat lakukan adalah menyeret kakinya bila bergerak, sama sekali tak berdaya, dan mungkin juga mengalami kesakitan, sampai ia mencapai suatu tempat dengan ketinggian di mana ia dapat take-off ke udara dengan cepat.

Lebah
Seekor lebah besar, bila dimasukkan dalam sebuah gelas minum yang terbuka dari atas, akan selalu berada di tempat yang sama sampai dia mati, kecuali bila dikeluarkan dari tempat itu. Ia tidak pernah menyadari bahwa bagian atas yang terbuka itu merupakan jalan keluar menuju kebebasan. Sebaliknya, ia selalu mencari jalan keluarnya melalui bagian samping, dekat dengan alasnya. Ia selalu berusaha untuk mencari jalan keluar yang tak pernah ada, sehingga ia akhirnya menghancurkan diri sendiri.

Manusia di dalam banyak hal, manusia seperti elang, kelelawar atau lebah. Kita senantiasa bergumul dengan masalah-masalah dan keputus-asaan kita, dan tidak pernah sadar bahwa apa yang kita perlukan adalah hanya menengadah ke atas.

Artikel

Rencana Tuhan Yesus

Di salah satu gereja di Eropa Utara, ada sebuah patung Yesus Kristus yang disalib, ukurannya tidak jauh berbeda dengan manusia pada umumnya. Karena segala permohonan pasti bisa dikabulkan-Nya, maka orang berbondong-bondong datang secara khusus ke sana untuk berdoa, berlutut dan menyembah, hampir dapat dikatakan halaman gereja penuh sesak seperti pasar.
Di dalam gereja itu ada seorang penjaga pintu, melihat Yesus yang setiap hari berada di atas kayu salib, harus menghadapi begitu banyak permintaan orang, ia pun merasa iba dan di dalam hati ia berharap bisa ikut memikul beban penderitaan Yesus Kristus. Pada suatu hari, sang penjaga pintu pun berdoa menyatakan harapannya itu kepada Yesus.

Di luar dugaan, ia mendengar sebuah suara yang mengatakan, "Baiklah! Aku akan turun menggantikan kamu sebagai penjaga pintu, dan kamu yang naik di atas salib itu, namun apapun yang kau dengar, janganlah mengucapkan sepatah kata pun." Si penjaga pintu merasa permintaan itu sangat mudah.

Lalu, Yesus turun, dan penjaga itu naik ke atas, menjulurkan sepasang lengannya seperti Yesus yang dipaku di atas kayu salib. Karena itu orang-orang yang datang bersujud, tidak menaruh curiga sedikit pun. Si penjaga pintu itu berperan sesuai perjanjian sebelumnya, yaitu diam saja tidak boleh berbicara sambil mendengarkan isi hati orang-orang yang datang.

Orang yang datang tiada habisnya, permintaan mereka pun ada yang rasional dan ada juga yang tidak rasional, banyak sekali permintaan yang aneh-aneh. Namun, demikian, si penjaga pintu itu tetap bertahan untuk tidak bicara, karena harus menepati janji sebelumnya.

Pada suatu hari datanglah seorang saudagar kaya, setelah saudagar itu selesai berdoa, ternyata kantung uangnya tertinggal. Ia melihatnya dan ingin sekali memanggil saudagar itu kembali, namun terpaksa menahan diri untuk tidak berbicara. Selanjutnya datanglah seorang miskin yang sudah 3 hari tidak makan, ia berdoa kepada Yesus agar dapat menolongnya melewati kesulitan hidup ini. Ketika hendak pulang ia menemukan kantung uang yang ditinggalkan oleh saudagar tadi, dan begitu dibuka, ternyata isinya uang dalam jumlah besar. Orang miskin itu pun kegirangan bukan main, "Yesus benar-benar baik, semua permintaanku dikabulkan!" dengan amat bersyukur ia lalu pergi.

Di atas kayu salib, "Yesus" ingin sekali memberitahunya, bahwa itu bukan miliknya. Namun karena sudah ada perjanjian, maka ia tetap menahan diri untuk tidak berbicara. Berikutnya, datanglah seorang pemuda yang akan berlayar ke tempat yang jauh. Ia datang memohon agar Yesus memberkati keselamatannya. Saat hendak meninggalkan gereja, saudagar kaya itu menerjang masuk dan langsung mencengkram kerah baju si pemuda, dan memaksa si pemuda itu mengembalikan uangnya. Si pemuda itu tidak mengerti keadaan yang sebenarnya, lalu keduanya saling bertengkar.

Di saat demikian, tiba-tiba dari atas kayu salib "Yesus" akhirnya angkat bicara. Setelah semua masalahnya jelas, saudagar kaya itu pun kemudian pergi mencari orang miskin itu, dan si pemuda yang akan berlayar pun bergegas pergi, karena khawatir akan ketinggalan kapal. Yesus yang asli kemudian muncul, menunjuk ke arah kayu salib itu sambil berkata, "TURUNLAH KAMU! Kamu tidak layak berada di sana." Penjaga itu berkata, "Aku telah mengatakan yang sebenarnya, dan menjernihkan persoalan serta memberikan keadilan, apakah salahku?"

"Kamu itu tahu apa?" kata Yesus. "Saudagar kaya itu sama sekali tidak kekurangan uang, uang di dalam kantung bermaksud untuk dihambur-hamburkannya. Namun bagi orang miskin, uang itu dapat memecahkan masalah dalam kehidupannya sekeluarga. Yang paling kasihan adalah pemuda itu. Jika saudagar itu terus bertengkar dengan si pemuda sampai ia ketinggalan kapal, maka si pemuda itu mungkin tidak akan kehilangan nyawanya. Tapi sekarang kapal yang ditumpanginya sedang tenggelam di tengah laut."

Ini kedengarannya seperti sebuah anekdot yang menggelikan, namun dibalik itu terkandung sebuah rahasia kehidupan.

Kita seringkali menganggap apa yang kita lakukan adalah yang paling baik, namun kenyataannya kadang justru bertentangan. Itu terjadi karena kita tidak mengetahui hubungan sebab-akibat dalam kehidupan ini.

Kita harus percaya bahwa semua yang kita alami saat ini, baik itu keberuntungan maupun kemalangan, semuanya merupakan hasil pengaturan yang terbaik dari Tuhan buat kita, dengan begitu kita baru bisa bersyukur dalam keberuntungan dan kemalangan dan tetap bersuka cita.

Sebab kita tahu sekarang bahwa Allah turut bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan buat kita. (Roma 8:28)

Ringkasan Khotbah Minggu, 22 Mei 2011

Prinsip Dalam Ketaatan
(Ester 1: 11-17)

Banyak orang sering mengkritik kitab Ester , karena di dalam seluruh kitab ini tidak disebut nama Tuhan sekalipun. Mengapa demikian, ternyata ini beralasan; Ester hidup di lingkungan kerajaan kafir, dan kisah dalam kitab ini-pun menceritakan tentang cerita kerajaan. Dan dalam sebuah kerajaan dimanapun pasti selalu identik dengan sebuah ketaaatan. Perintah raja merupakan sesuatu yang penting dan harus ditaati, tetapi Wasti yang adalah ratu kerajaan melanggar perintah raja; sehingga hal itu membuat raja marah (geram). Ketidaktaatan tidak mendapat toleransi sedikitpun. Demikian juga di dalam Tuhan. Ketaatan juga merupakan hal yang inti dalam kerajaan Allah. Dan jika kita mengaku sebagai warga kerajaan Allah, maka tentulah ketaatan harus menjadi gaya hidup kita. Hari ini kita akan belajar 3 (tiga) prinsip di dalam ketaatan:
1. Ketaatan gagal jika tidak patuh pada otoritas tertinggi. Apa yang menyebabkan sebuah kegagalan dalam ketaatan; karena tidak menghargai. Wasti yang adalah ratu yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat malah melawan perintah raja. Hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan kita; sering kali kita melawan kehendak Allah dalam hidup kita. Hal ini disebabkan karena kemanusiaan (kedagingan) kita lebih kuat (KPR 4: 18-19). Tuhan telah menebus kita, jadi Dia bebas memberi perintah kepada kita.

2. Terbiasa hidup dalam ketaatan (Est. 2:10,15). Wasti adalah ratu yang turun tahta karena ketidaktaatan; sedangkan Ester naik tahta karena ketaatan, dan hasilnya ia dikasihi oleh orang-orang disekelilingnya. Ada sebuah istilah asing untuk ketaatan, ”Hupako”: artinya mendengar sungguh-sungguh, tunduk dengan seksama (perhatian). Jadi, jika kita gagal mendengar dengan sunguh-sungguh maka kita akan gagal dalam melakukan perintah itu secara detail. Kitab Bilangan adalah kitab yang selalu dihindari oleh kebanyakan orang kristen, tanpa mereka sadari bahwa dalam kitab itu memiliki makna betapa detailnya sebuah Firman Tuhan itu. Nuh juga teladan dari manusia yang hidup dalam ketaatan dan melakukan perintah Tuhan secara detail (bahtera).

3. Ketaatan membawa hidup lebih baik dan kuasa (Est. 1:19). Wasti hanya karena ketidaktaatan dalam hal kecil ia dibuang. Ester, karena ketaatannya, ia memiliki pengaruh bagi lingkungannya. Selain itu dia juga memperoleh hak istimewa dalam kerajaan. Pertama, mempertahankan kehidupan; ketika ia menghadap raja tanpa dipanggil, seharusnya ia dihukum mati, tetapi tetap hidup. Ester menyelamatkan kehidupan bangsanya saat raja memberikan kuasa pada dia untuk membuat keputusan tentang bangsanya yang hendak dibinasakan. Kedua, ia mendapat harta benda milik haman (Est. 8: 7), Ester tidak memintanya, tetapi diberi oleh raja.

Bagaimana dengan kita sekarang? Ingin menikmati yang istimewa ... taatlah!! Amin

Pdt. Onna Tahapari - Minggu, 22 Mei 2011

Ringkasan Khotbah Minggu, 22 Mei 2011

Prinsip Dalam Ketaatan
(Ester 1: 11-17)

Banyak orang sering mengkritik kitab Ester , karena di dalam seluruh kitab ini tidak disebut nama Tuhan sekalipun. Mengapa demikian, ternyata ini beralasan; Ester hidup di lingkungan kerajaan kafir, dan kisah dalam kitab ini-pun menceritakan tentang cerita kerajaan. Dan dalam sebuah kerajaan dimanapun pasti selalu identik dengan sebuah ketaaatan. Perintah raja merupakan sesuatu yang penting dan harus ditaati, tetapi Wasti yang adalah ratu kerajaan melanggar perintah raja; sehingga hal itu membuat raja marah (geram). Ketidaktaatan tidak mendapat toleransi sedikitpun. Demikian juga di dalam Tuhan. Ketaatan juga merupakan hal yang inti dalam kerajaan Allah. Dan jika kita mengaku sebagai warga kerajaan Allah, maka tentulah ketaatan harus menjadi gaya hidup kita. Hari ini kita akan belajar 3 (tiga) prinsip di dalam ketaatan:

1. Ketaatan gagal jika tidak patuh pada otoritas tertinggi. Apa yang menyebabkan sebuah kegagalan dalam ketaatan; karena tidak menghargai. Wasti yang adalah ratu yang seharusnya menjadi teladan bagi rakyat malah melawan perintah raja. Hal ini juga sering terjadi dalam kehidupan kita; sering kali kita melawan kehendak Allah dalam hidup kita. Hal ini disebabkan karena kemanusiaan (kedagingan) kita lebih kuat (KPR 4: 18-19). Tuhan telah menebus kita, jadi Dia bebas memberi perintah kepada kita.

2. Terbiasa hidup dalam ketaatan (Est. 2:10,15). Wasti adalah ratu yang turun tahta karena ketidaktaatan; sedangkan Ester naik tahta karena ketaatan, dan hasilnya ia dikasihi oleh orang-orang disekelilingnya. Ada sebuah istilah asing untuk ketaatan, ”Hupako”: artinya mendengar sungguh-sungguh, tunduk dengan seksama (perhatian). Jadi, jika kita gagal mendengar dengan sunguh-sungguh maka kita akan gagal dalam melakukan perintah itu secara detail. Kitab Bilangan adalah kitab yang selalu dihindari oleh kebanyakan orang kristen, tanpa mereka sadari bahwa dalam kitab itu memiliki makna betapa detailnya sebuah Firman Tuhan itu. Nuh juga teladan dari manusia yang hidup dalam ketaatan dan melakukan perintah Tuhan secara detail (bahtera).

3. Ketaatan membawa hidup lebih baik dan kuasa (Est. 1:19). Wasti hanya karena ketidaktaatan dalam hal kecil ia dibuang. Ester, karena ketaatannya, ia memiliki pengaruh bagi lingkungannya. Selain itu dia juga memperoleh hak istimewa dalam kerajaan. Pertama, mempertahankan kehidupan; ketika ia menghadap raja tanpa dipanggil, seharusnya ia dihukum mati, tetapi tetap hidup. Ester menyelamatkan kehidupan bangsanya saat raja memberikan kuasa pada dia untuk membuat keputusan tentang bangsanya yang hendak dibinasakan. Kedua, ia mendapat harta benda milik haman (Est. 8: 7), Ester tidak memintanya, tetapi diberi oleh raja.

Bagaimana dengan kita sekarang? Ingin menikmati yang istimewa ... taatlah!! Amin

By: Pdt. Onna Tahapari - Minggu, 22 Mei 2011