JADWAL IBADAH

Kebaktian Kenaikan Tuhan Yesus
Pembicara: Gembala Sidang
Kamis, 1 Mei 2008 - Pk. 08.00 WIB

Kebaktian Doa Pengurapan
Pembicara:Gembala Sidang
Jumat, 2 Mei 2008 - Pk. 19.00 WIB

Kebaktian Wanita
Pembicara: Ev. Flora Chen
Sabtu, 3 Mei 2008 - Pk. 10.00 WIB

Kebaktian Pemuda
Pembicara: Bp. Harun
Sabtu, 3 Mei 2008 - Pk. 17.30 WIB

KOTBAH

KELEMAAN KITA ADALAH KEKUATAN KITA
(1 KORINTUS 1:25-31)

Ada perbedaan yang besar antara pikiran Allah dan pikiran kita tentang kelemahan dan kekurangan kita. Bagi kita, kelemahan, kekurangan dan ketidakmampuan kita adalah alasan untuk melakukan sesuatu. Sedangkan bagi Tuhan, kelemahan, kekurangan dan ketidakmampuan kita adalah alasan mengapa Allah memilih kita (ayat 26). Itu sebabnya tidak ada satupun dari kita yang tidak bisa dipakai bahkan diberkati oleh Tuhan. Lihatlah beberapa contoh sepanjang sejarah: Gideon, orangnya penakut tetapi dapat dipakai Tuhan; Musa, tidak bisa bicara tetapi dapat dipakai Tuhan; Orang-orang kusta dipakai untuk menjarah perkemahan musuh; Dwight L. Moody, hamba Tuhan untuk KKR-KKR besar; dsb.
Alasan Tuhan memakai orang-orang yang bodoh, orang-orang yang tidak berarti, orang-orang yang memiliki kekurangan adalah:
1. Supaya tidak ada seorangpun manusia yang bisa memegahkan diri di hadapan Tuhan (ayat 29). Bukan karena kita hebat, kita dipakai Tuhan. Semua karena anugerah Tuhan. Zakharia 4:6 berkata,“Bukan dengan keperkasaan dan bukan dengan kekuatan, melainkan dengan roh-Ku, firman TUHAN semesta alam.”
2. Sebab hanya dalam kelemahan KUASA TUHAN menjadi sempurna (2 Kor 12:7-10). Allah tidak mau memakai orang yang pandai, berbakat dan kaya kecuali mereka menanggalkan semua kehebatannya itu. Orang-orang hebat, orang yang bakatnya banyak tidak bisa dipakai Tuhan sampai mereka menanggalkan ketergantungannya pada semua kehebatannya itu dan bergantung sepenuhnya kepada Tuhan. Paulus yang hebat dan yang luar biasa pandainya itu, BISA dipakai Tuhan, karena ia menyadari bahwa semua pelayanannya dilakukan bukan karena kehebatan dan kepandaiannya, tetapi dengan kekuatan Allah (1 Kor. 2:1-5).
Jangan pernah bergantung pada kekuatan manusia dan kehebatannya tetapi bergantunglah pada kekuatan Allah. Yeremia 17:5-8 menyatakan, Beginilah firman TUHAN: "Terkutuklah orang yang mengandalkan manusia, yang mengandalkan kekuatannya sendiri, dan yang hatinya menjauh dari pada TUHAN! Ia akan seperti semak bulus di padang belantara, ia tidak akan mengalami datangnya keadaan baik; ia akan tinggal di tanah angus di padang gurun, di negeri padang asin yang tidak berpenduduk. Diberkatilah orang yang mengandalkan TUHAN, yang menaruh harapannya pada TUHAN! Ia akan seperti pohon yang ditanam di tepi air, yang merambatkan akar-akarnya ke tepi batang air, dan yang tidak mengalami datangnya panas terik, yang daunnya tetap hijau, yang tidak kuatir dalam tahun kering, dan yang tidak berhenti menghasilkan buah.” Amin.
By. Pdt. Henoch Wilianto - Minggu, 20 April 2008

ARTIKEL

BELAJAR DARI PENGALAMAN
Ada seorang nabi yang mempunyai mantera untuk menghidupkan tulang orang mati. Murid-muridnya berkali-kali meminta agar nabi itu memberikan mantera tersebut kepada mereka. Tetapi nabi itu selalu menjawab, “Sabarlah. Kamu perlu pengalaman lebih dulu. Kamu perlu belajar bijak dari pengalaman. Tunggulah sampai kamu menjadi lebih matang. Nanti saya pasti akan memberikan mantera itu.”
Akan tetapi, murid-muridnya tetap mendesak. Mereka terus mendesak. Akhirnya dengan berat hati nabi itu memberikan mantera yang mereka minta. Para murid itu gembira. Mereka langsung meninggalkan sang guru. Mereka ingin mencoba mantera itu. Di perjalanan mereka melihat ada beberapa batang tulang berserakan. “Mari kita coba sekarang!” Lalu mereka menggunakan mantera itu. Apa yang terjadi? Tulang-tulang itu mulai bergerak. Mantera itu ampuh! Dengan mata terbelalak mereka melihat tulang-tulang itu mulai ditumbuhi daging. Lalu menjadi kerangka. Ternyata kerangka itu menjadi serigala. Serigala yang hidup dengan mata yang liar. Murid-murid itu lari ketakutan karena dikejar serigala. Akhirnya mereka diterkam dan tewas terkoyak-koyak.
Kepandaian dan kekuasaan belum segala-galanya. Orang yang pandai dan berkuasa belum tentu bijak dalam menggunakan kepandaian dan kekuasaannya. Mereka belum tentu berpengalaman. Apa artinya pengalaman? Pengalaman belum tentu identik dengan panjangnya masa kerja. Pengalaman lebih dari sekedar mengalami sesuatu. Apa yang kita lihat, dengar atau kerjakan belum tentu menjadi pengalaman. Apa yang kita kerjakan baru menjadi pengalaman kalau kelak kita bisa memanfaatkan kesalahan dan keberhasilannya untuk pekerjaan kita yang selanjutnya. Kualitas sebuah pengalaman diukur dari kemampuan kita untuk menarik pelajaran dari pengalaman itu. Pakar pendidikan John Dewey (1859-1952) dalam buku Experience and Education menulis: “Everything depends upon the quality of the experience which is had. The quality of any experience... is its influence upon later experiences... wholly independent of desire or intent, every experience lives on in further experiences.”
Dalam pengertian itu kita berkata bahwa cara belajar yang terbaik adalah belajar dari pengalaman. Bukan pengalaman dalam arti sekedar mengalami, melainkan bertanya apa yang aku pelajari dari apa yang kualami, apa kelemahanku, apa kekuatanku, apa yang perlu diperbaiki, apa yang perlu diubah, apa manfaat yang diperoleh orang banyak dari semua ini?
Pengalaman baru bisa disebut pengalaman kalau apa yang dialami itu diuji secara kritis. Untuk itu, dibutuhkan sikap jujur terhadap diri sendiri dan mau mengakui kebodohan sendiri. Orang yang cepat berpuas diri biasanya miskin pengalaman, walaupun apa yang dialaminya banyak.
Kualitas pengalaman diukur dari intensitas. Hidup Yesus di bumi hanya 33 tahun, tetapi hidup-Nya begitu intens (= dalam, hebat, padat, berarah), karena Ia mempunyai intensi (= tujuan, maksud) yang jelas, yaitu “untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang” (Mrk 10:45).
Hidup yang bermutu menghasilkan pengalaman. Pengalaman menghasilkan sikap bijak. Pengalaman menjadikan orang berhati-hati dan mempertimbangkan segala sesuatu secara tenang dan matang. Ia melihat persoalan bukan hanya dari satu perspektif atau dari kepentingan sendiri, melainkan dari pelbagai perspektif atau dari kepentingan orang banyak. Ia tidak begitu saja maju dan menerjang. Jika perlu, ia bersedia berhenti dan menepi. seperti ditulis oleh pengarang Amsal, “Kalau orang bijak melihat malapetaka, bersembunyilah ia, tetapi orang yang tak berpengalaman berjalan terus, lalu kena celaka” (Ams 22:3).
Perhatikan bahwa ayat itu mempertentangkan antara “bijak” dan “tak berpengalaman”. Pola itu terdapat di sepanjang Kitab Amsal (contoh eksplisit lain ada di dalam Amsal 14:15). Menurut Amsal orang yang mau bijak perlu belajar dari pengalaman. Pandai dan berkuasa belum berarti bijak dan berpengalaman. Murid-murid nabi tadi sudah pandai dan berkuasa karena mereka mempunyai mantera yang mampu menghidupkan tulang. Tetapi, mereka terburu nafsu untuk menggunakan kepandaian dan kekuasaan. Tulang yang mereka hidupkan ternyata tulang serigala. Mereka menghidupkan sesuatu yang kemudian mematikan mereka. Mereka sudah mempunyai kepandaian dan kekuasaan, tetapi mereka belum mempunyai sifat bijak dan pengalaman.
************************************************************************************* Siapakah orang yang rugi?
Orang yang rugi adalah
orang yang sudah sampai usia pertengahan
namun masih berat untuk melakukan ibadat
dan amal-amal kebaikan.
Maka hargailah waktumu dan bersegeralah.....

RH MINGGU, 4 Mei 2008

Bacaan setahun: 2 Sam. 8,9; 1 Taw. 18,19; Mat. 21
KAPAL KARAM (1TIMOTIUS 1:1-20)
Pada awal abad ini, sebuah kapal Amerika terdampar di kepulauan Scilly, dekat pantai Inggris. Saat itu laut tenang dan cuaca cerah, tetapi kapal tersebut terperangkap dalam gelombang berbahaya yang dengan perlahan menariknya keluar dari jalur. Sebelum kapten dan anak buah kapal menyadari apa yang terjadi, kapal tersebut telah menghantam batu-batu karang.
Demikian pula yang sering terjadi dalam kehidupan kita. Gelombang dahsyat dari sikap kompromi dapat menangkap jiwa kita dan menjerumuskannya seperti kapal karam. Penyimpangan rohani biasanya terjadi secara perlahan dan tidak terasa. Kita baru menyadari hal itu ketika kita telah kehilangan pertahanan yang kokoh melawan setan dan dorongan hawa nafsu. Rasul Paulus ingin memastikan bahwa hal ini tidak akan terjadi pada mereka yang telah dilayani oleh Timotius. Ia mendorong Timotius untuk setia memberitakan kepada orang lain tentang apa yang harus mereka ketahui sehingga mereka tidak menyimpang dari ketaatan kepada Kristus dan tidak menyebabkan iman mereka menjadi seperti kapal karam. Dalam kehidupan kita saat ini, setiap orang Kristen yang kehilangan imannya disebabkan oleh serangan ganas dari iblis berupa penyimpangan yang berlangsung secara halus dari kebenaran Allah. Kita harus memberi perhatian dan belajar dengan sungguh-sungguh dalam mengenal Kristus sehingga kita tidak terjerumus dalam kesesatan.

RH SABTU, 3 Mei 2008

Bacaan setahun: 2 Sam. 7; 1 Taw. 17; Mzm. 2; Mat. 20
BERDIRI TEGUH (EFESUS 6:10-20)
Sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, kita diajak untuk ikut serta dalam peperangan rohani melawan kuasa jahat yang tidak nampak oleh mata. Untuk mengalahkan musuh kita, kita harus tetap teguh dalam keyakinan kepada Allah dan memastikan bahwa kita tidak akan pernah mengalami kekalahan.
Sebuah cerita yang diangkat dari perang Korea menggambarkan sikap yang demikian. Ketika pasukan musuh menyerang, hubungan pasukan Baker Company dengan markas besar mereka terputus. Selama beberapa saat tidak ada berita yang terdengar. Meskipun demikian, markas besar terus menerus mencoba menghubungi mereka. Akhirnya, sebuah suara lirih terdengar. "Baker Company, apakah Anda mendengar saya?" tanya petugas di markas. "Ini Baker Company," terdengar jawaban lemah. "Bagaimana situasi Anda?" tanya petugas itu lagi. "Musuh ada di timur kami, musuh ada di barat kami, musuh ada di utara kami, musuh ada di selatan kami." Setelah terdiam sejenak, seorang sersan dari Baker Company melanjutkan dengan yakin, "Musuh tidak akan bisa lari dari kami sekarang!" Meskipun terkepung dan jumlah musuh lebih banyak, ia tetap berpikir tentang kemenangan, bukan kekalahan.

RH JUM'AT, 2 Mei 2008

Bacaan setahun: 1 Taw. 16; Mzm. 106; Mat. 19
APA YANG DIKEHENDAKINYA? (1RAJA 4:29-34; 11:4-6)
Setelah 17 tahun menjadi orang tua, saya pikir saya tahu apa yang paling bernilai tentang anak-anak saya yaitu hubungan kami. Sungguh, rasanya menyenangkan sekali ketika mereka berhasil mencetak angka dalam pertandingan basket atau memainkan musik yang indah dengan piano. Saya senang sekali ketika mereka memperoleh nilai pelajaran yang baik atau menulis sesuatu yang hebat dalam rangka memenuhi tugas sekolah. Dan sangat membahagiakan bila orang berkata betapa baiknya mereka tampil atau bertingkah laku di depan umum. Namun yang membuat ayah yang letih tetap mendidik dan menjagai anak-anaknya sebenarnya—setelah bekerja keras seharian, memperbaiki bak cucian yang bocor, membaca buku atau membantu tugas sekolah mereka—adalah senyuman yang penuh kasih, pelukan yang hangat dan empat kata pilihan: "Aku mengasihi engkau, ayah." Bila suatu hari kelak, anak-anak saya tetap memiliki kasih, perhatian, hubungan yang saling memahami dengan saya, maka saya adalah seorang ayah yang berbahagia.
Demikianlah sebenarnya hubungan antara Allah dan kita. Dia menghendaki kita terus menerus memelihara hubungan denganNya agar semakin kuat lebih daripada yang lain. Itulah sebabnya sangat menyedihkan membaca riwayat Salomo. Ia memiliki semuanya. Namun ia kemudian memutuskan hubungan dengan Allah dengan ketidaktaatan. Ia adalah raja yang bijaksana, penuh kuasa dan kaya raya. Namun ketika ia meninggalkan Allah, semuanya menjadi tidak berarti. Apa yang sangat dikehendaki Allah dari kita? Sebuah hubungan yang penuh kasih!

RH KAMIS, 1 Mei 2008

Bacaan setahun: 1 Taw. 14,15; Mzm. 132; Mat. 18
BERTEMU YESUS (YOHANES 14:1-12)
Apakah Anda percaya kepada Allah? Ketika George Gallup mengajukan pertanyaan tersebut kepada orang-orang Amerika dari berbagai negara bagian, sebagian besar mereka menjawab "ya". Ketika ditanya apa yang mereka ketahui tentang Allah, 84% menyatakanNya sebagai Bapa surgawi yang dapat dijangkau melalui doa, 5% memandangNya sebagai suatu ide, bukan pribadi, 5% mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepadaNya, 2% mengatakan bahwa Dia adalah pencipta yang tidak berpribadi, dan 4% mengatakan bahwa mereka tidak tahu menahu.
Permohonan Filipus, "Tuhan, tunjukkanlah Bapa itu kepada kami, itu sudah cukup bagi kami" (Yohanes 14:8), masih menjadi permohonan dari banyak orang saat ini. Ia meminta Yesus untuk menunjukkan seperti apa sebenarnya Allah itu. Yesus menjawab, "Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa" (Yohanes 14:9). Allah yang tidak nampak telah menjadi nyata dalam Yesus Kristus (Ibrani 1:3). Ketika kita mengamati hidupNya di dalam Alkitab, kita melihat betapa kudus dan mengherankan Allah Bapa itu. Anda mungkin percaya bahwa Allah itu ada, tetapi Anda juga dapat mengenalNya secara pribadi dengan cara bertemu dengan AnakNya, Yesus Kristus.

RH RABU, 30 April 2008

Bacaan setahun: 2 Sam. 6; 1 Taw. 13; Mzm. 68; Mat. 17
MENCELA KEBAIKAN (MARKUS 6:14-29)
Bagaimana seharusnya hubungan orang Kristen dengan orang-orang yang hidup tanpa mengikuti standar Alkitab? Saya diperhadapkan dengan pertanyaan tersebut baru-baru ini di sebuah pusat pertokoan ketika saya berjumpa dengan sepasang suami isteri dan anak-anak mereka. Mereka hidup bersama tanpa menikah. Saya tidak menghina mereka, tetapi saya juga tidak menyetujui apa yang mereka lakukan. Pada kesempatan lain, seorang ayah bercerita bahwa anaknya telah menyatakan dirinya sebagai seorang homoseksual. "Saya tahu Anda seorang pengkhotbah," kata ayah tersebut, "tetapi saya berharap Anda memberi penjelasan yang cukup untuk membuat saya mengerti." Saya berkata kepadanya bahwa saya tidak memandang rendah anaknya, tetapi Allah berfirman bahwa homoseksual adalah dosa.

Yohanes Pembaptis menegur raja Herodes bahwa ia melakukan kesalahan dengan mengambil Herodias sebagai isterinya. Alkitab tidak menceritakan bagaimana cara Yohanes menegur. Saya pikir ia tetap menghormati raja, tetapi tegas terhadap dosa. Marilah kita berlaku baik terhadap mereka yang hidup dalam dosa, tetapi kita tegas menyatakan bahwa bahwa Allah membenci dosa dan ada akibat-akibat yang serius bila mereka tidak mau bertobat.