KEBAKTIAN DOA PUASA
RABU, 17 Pebruari 2010
Pukul 12.30 Wib
Pembicara: Pdp. Debora Yuliastutik

KEBAKTIAN DOA MALAM
JUMAT, 19 Pebruari 2010
Pukul 19.00 Wib
Pembicara: Pdt. Yohanes Sunardi

KEBAKTIAN WANITA
SABTU, 20 Pebruari 2010
Pukul 10.00 Wib
Pembicara: Pdt. Dwi Chresnadi

KEBAKTIAN PEMUDA
SABTU, 20 Pebruari 2010
Pukul 18.00 Wib
Pembicara: Bp. Harun

KEBAKTIAN UMUM
MINGGU 21 Pebruari 2010
Pukul 08.00 & 17.00 Wib
Pembicara: Gembala Sidang

ARTIKEL

Kisah Maximillian Kolbe & Auschwitz

Dari antara semua kenangan yang menyeramkan tentang Auschwitz, ada 1 kenangan yang indah, yaitu kenangan Gajowniczek mengenai Maximillian Kolbe.

Pada bulan Februari 1941, Kolbe dipenjarakan di Auschwitz. Kolbe adalah seorang pastor Fransiskan. Di tengah kekejaman dalam kamp pembantaian itu ia tetap mempertahankan kelemahlembutan Kristus. Ia membagi-bagikan makanannya. Ia menyerahkan tempat tidurnya bagi narapidana lain. Ia berdoa bagi orang-orang yang menangkapnya. Kita bisa menyebutnya sebagai "Orang suci dari Auschwitz."

Pada bulan Juli tahun yang sama seorang narapidana lolos dari penjara. Di Auschwitz terdapat kebiasaan untuk membunuh 10 narapidana apabila 1 narapidana melarikan diri. Semua narapidana dikumpulkan di halaman, dan komandan memilih secara acak 10 narapidana dari barisan. Para korban dengan segera akan dimasukkan ke dalam sebuah sel, tidak diberi makan dan minum sampai mereka mati.

Komandan mulai menyeleksi. Satu per satu narapidana melangkah maju untuk memenuhi panggilan menyeramkan itu. Nama kesepuluh yang di panggil adalah Gajowniczek. Ketika para perwira memeriksa nomor-nomor orang terhukum tersebut, seorang dari mereka menangis. "Oh, istri dan anak-anakku," katanya diantara isak tangisnya.Para perwira itu berpaling ketika mendengar suara gerakan di antara narapidana. Penjaga menyiapkan senapan mereka. Anjing pelacak tampak tegang, menunggu komando untuk menyerang. Seorang narapidana meninggalkan barisan dan melangkah maju.

Narapidana itu adalah Kolbe. Tidak tampak ketakutan di wajahnya. Tidak tampak keraguan dalam langkahnya. Penjaga berteriak dan menyuruhnya berhenti atau ia akan ditembak. "Saya ingin berbicara dengan komandan," katanya dengan tenang. Entah mengapa petugas tidak memukul atau membunuhnya. Kolbe berhenti beberapa langkah dari komandan, melepas topinya, dan memandang perwira Jerman itu tepat di matanya.

"Tuan komandan, saya ingin mengajukan sebuah permohonan." Sungguh mengherankan tak seorang pun menembaknya.

"Saya ingin mati menggantikan narapidana ini." Ia menunjuk Gajowniczek yang sedang menangis terisak-isak. Permintaan yang berani itu diucapkan tanpa ada rasa gugup sedikit pun.

"Saya tidak mempunyai istri dan anak-anak. Selain itu, saya sudah tua dan tidak berguna. Keadaan orang itu masih lebih baik dari keadaan saya." Kolbe tahu benar mentalitas nazi.
"Siapa kau?" tanya perwira itu.
"Seorang pastor katolik."

Barisan narapidana itu tercengang. Sang komandan diam seribu bahasa, tidak seperti biasanya. Tak lama kemudian, ia berkata dengan suara nyaring, "Permohonan dikabulkan."Para narapidana tidak pernah diberi kesempatan berbicara. Gajowniczek mengatakan, "Saya hanya dapat berterima kasih kepadanya lewat pandangan mata saya. Saya merasa sangat tercengang dan hampir-hampir tidak dapat mempercayai apa yang sedang terjadi. Betapa dalam makna peristiwa itu. Saya, orang yang terhukum, akan tetap hidup sedangkan orang lain dengan sukarela menyerahkan nyawanya untuk saya orang yang tidak dikenalnya. Apakah ini mimpi?"

Orang suci dari Auschwitz itu hidup lebih lama dari 9 napi lainnya. Sesungguhnya ia tidak mati karena kehausan atau kelaparan. Ia mati setelah racun disuntikkan ke dalam pembuluh darahnya. Hari itu tanggal 14 Agustus 1941.

Gajowniczek lolos dari pembantaian. Ia kembali ke kampung halamannya. Namun setiap tahun ia kembali ke Auschwitz. Setiap tanggal 14 Agustus ia kembali ke sana untuk mengucapkan terima kasih kepada orang yang telah mati menggantikannya.

Di halaman belakang rumahnya terdapat sebuah tanda peringatan yang diukir dengan tangannya sendiri, sebagai penghargaan terhadap Maximillian Kolbe, orang yang mati baginya agar ia tetap hidup.

Hal yang sama dilakukan oleh Yesus Kristus bagi kita semua. Karena dosa, kita layak dihukum mati. Tapi Yesus menggantikan tempat kita dan mati di kayu salib. Apa yang bisa kita lakukan untuk membalas pengorbanan-Nya yang luar biasa?

HUMOR

Sekolah Minggu

Sekolah Minggu paling top di Semarang dikunjungi oleh pengamat dari pusat. Juri penilai ingin melihat kualitas sekolah minggu yang anaknya terkenal alim-alim itu. Maka ia masuk ke sebuah kelas.

"Selamat pagi, anak-anak." sapa si pengamat.
"Pagi, Pak!" jawab anak-anak serentak.
Pengamat memulai dengan pertanyaan, "Ada yang tahu siapa yang telah meruntuhkan tembok Yerikho?"
"Maaf Pak, anak di sini baik-baik semua gak ada yang berani meruntuhkan tembok yang bapak maksud," jawab seorang anak dan disertai gumaman anak sekelas tanda setuju.

Dengan marah, pengamat itu masuk ke kantor dan berteriak, "Goblok! Aku tanya siapa yang meruntuhkan tembok Yerikho malah jawabannya bukan kami!"
Kepala Sekolah pun kaget dan berkata dengan sabar, "Tenang Pak, anak di sini baik-baik semua kok. Begini saja, bagaimana kalo kita menghimpun dana untuk membangun kembali tembok yang anda maksud."

KOTBAH

Telanjang - Takut - Sembunyi

(Kejadian 2: 7-9, 15-17)

Di balik sebuah simbol ada karakter, kualitas yang diwakilinya. Demikian pula halnya pada saat Tuhan menciptakan manusia segambar dan serupa Allah. Manusia mewakili karakter Allah. Setelah Tuhan menciptakan manusia, Tuhan membuat taman Eden dan menempatkan manusia di sana. Taman Eden merupakan tempat yang indah dan menarik. Ketika Tuhan memberikan yang baik dan sempurna, bukan berarti kita tidak usah berbuat apa-apa lagi. Tuhan mau supaya kita mengusahakan dan memeliharanya.

Dalam Kejadian 2:16 TUHAN memberi perintah kepada manusia: "Semua pohon dalam taman ini boleh kaumakan buahnya dengan bebas, tetapi pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat itu, janganlah kaumakan buahnya, sebab pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati." Kalau Tuhan tidak memberikan hal-hal tertentu kepada kita, maka kita tidak perlu menginginkan hal-hal itu. Kalau kita terus menerus menginginkan yang Tuhan tidak berikan kepada kita, maka kita akan sampai ke suatu titik di mana kita akan mempertanyakan karakter kebaikan Tuhan yang membuat kita mencurigai bahwa Tuhan berlaku tidak adil kepada kita.

Ketika Tuhan bertanya "Di manakah engkau?" kepada Adam dan Hawa, ini bukan berarti Tuhan tidak tahu! Ia maha tahu, tetapi yang Ia mau tahu adalah kejujuran manusia. Adam dan Hawa sembunyi karena mereka telanjang. Ketelanjangan bukan menjadi masalah sampai mereka melakukan pelanggaran.1. Telanjang adalah suatu tanda bahwa ada sesuatu yang hilang. Rm. 3:23 Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah. Apa yang hilang dalam diri manusia ketika jatuh ke dalam dosa? Kemuliaan Allah, karakter Allah. Ketika Tuhan menciptakan manusia , Tuhan menghembuskan nafas hidup ke dalam manusia, Tuhan menginstall karakter ilahi-Nya dalam manusia. Itu sebabnya ketika orang melanggar, berbuat dosa , maka ada yang hilang dalam hidupnya. Pada saat kemuliaan Tuhan meninggalkan mereka, karakter Tuhan tidak ada dalam hidup mereka.

2. Takut adalah akibat hilangnya kemuliaan Allah dalam hidup manusia. Seringkali manusia takut masa depan, takut tidak bisa makan, takut tidak punya uang, takut tidak memiliki apa-apa, takut tidak bisa ke luar negeri, takut tidak bisa jalan-jalan dan takut-takut yang lainnya lagi. Manusia lupa bahwa ketakutan yang paling prinsip adalah hilangnya hubungan manusia dengan Allah.

3. Sembunyi adalah reaksi manusia untuk menyembunyikan ketelanjangannya. Cara manusia memulihkan kemuliaan yang telah hilang itu dengan daun ara. Daun Ara adalah simbol kemakmuran dan kekayaan (Mat 6:31-34). Manusia menutupi ketelanjangannya dengan kekayaan. Ini salah. Kemuliaan kita tidak datang dari kekayaan, harus ada binatang yang dikorbankan untuk memulihkan kemuliaan kita (Kej. 3: 21). Tuhan memulihkan kemuliaan kita melalui korban darah Kristus. Kemuliaan dipulihkan ketika manusia menerima Yesus Kristus ke dalam kehidupan-Nya (1 Ptr. 1:18-19).

Pdt. Henoch Wilianto - 07 Februari 2010

RH Minggu 21 Februari 2010

Minggu, 21 Februari 2010

TIDAK AMBIL PUSING (2 Samuel 16: 5-14) Dalam bukunya Don't Sweat the Small Stuff (Jangan memusingkan hal-hal sepele), Richard Carlson menulis, "Dalam hidup kita setiap hari, banyak hal kecil terjadi ... kendaraan kita disalip dengan sembrono, dikritik secara tidak fair, kita memikul lebih banyak tugas dari yang lain, dan sebagainya ... semua itu akan membebani hati dan pikiran kita, apabila kita tidak belajar untuk tidak memusingkan hal-hal kecil tersebut."

Mungkin sekarang ini kita pun tengah mengalami situasi tidak menyenangkan akibat sikap atau perilaku buruk orang-orang di sekitar kita; entah itu kelakuan rekan sekerja yang tidak pada tempatnya, sikap tetangga yang tidak bersahabat, atau gosip-gosip tidak benar. Daripada kita terus memikirkan dan memasukkannya ke dalam hati, malah bikin susah sendiri, lebih baik kita tidak ambil pusing. Sayang waktu dan tenaga kita. Apalagi kita juga jadi tidak bisa menikmati hidup ini. Serahkan saja semuanya itu kepada Tuhan. Biarkan Tuhan yang menjadi "hakim". Seperti kata Daud, siapa tahu hal-hal itu justru Tuhan pakai sebagai sarana untuk mencurahkan kebaikan-Nya kepada kita.

RH Sabtu 20 Februari 2010

Sabtu, 20 Februari 2010

PENGGANTI ALLAH? (Kejadian 50: 15-21) Dari segi kepentingan, Yusuf "paling pantas untuk membalas". Tanpa berbuat salah, ia dijual demi kepuasan hati kakak-kakak yang iri kepadanya. Ia harus berpisah dari bapa yang sangat dikasihinya. Dari seorang anak yang sangat dilindungi, secepat kilat ia harus menyesuaikan diri untuk bekerja keras menaati peraturan bagi budak. Yusuf mengalami semua itu di Mesir. Kini, kakak-kakaknya sudah tak memiliki "tempat berlindung". Ayah mereka telah meninggal. Dalam ketakutan, mereka memohon agar Yusuf sudi mengampuni. Sebenarnya, itulah saat paling mudah bagi Yusuf untuk membalas dendam. Namun, Yusuf mengerti, pembalasan adalah hak Tuhan -- bukan haknya. Maka, ia tidak membalas kejahatan saudara-saudaranya itu. Sebaliknya, ia justru mengingatkan mereka bahwa semuanya itu ada dalam rencana Tuhan yang indah! Bagaimana pandangan kita tentang "pembalasan"? Belajar dari Yusuf, kita disadarkan bahwa kita tidak layak mengambil alih hak Tuhan. Bagian yang harus kita kerjakan adalah menyatakan pengampunan bagi sesama. Selebihnya adalah bagian Tuhan. Biarlah melalui pengampunan yang tulus, kita menyatakan kebaikan Tuhan terhadap orang yang telah berbuat salah kepada kita.

RH Jumat 19 Februari 2010

Jumat, 19 Februari 2010

SELALU BARU (Kisah 17: 10-21) Anda sempat terkena demam Facebook? Melalui situs jaringan sosial ini, kita dapat saling berbagi informasi dan aktivitas dengan teman-teman kita melalui komentar, tulisan, foto, atau video. Para pengguna Fb rata-rata rajin memperbarui informasi tentang diri mereka, sehingga setiap kali menilik situs ini biasanya ada saja kabar yang baru.

Gaya hidup yang selalu menginginkan hal-hal yang baru selalu ada dalam kehidupan kita, termasuk dalam hal pemahaman Alkitab. Kita menyukai dan menginginkan topik khotbah atau ajaran yang baru. Kita juga sudah merasa puas dengan mendengarkan dan membicarakan firman Tuhan. Akibatnya, kita bisa tahu banyak hal seputar firman Tuhan, tetapi hanya secara dangkal. Untuk menghindari sindrom orang Atena ini, kita dapat mengikuti jejak orang Berea. Mereka tidak begitu saja terpukau pada suatu ajaran baru, tetapi meneliti apakah hal itu benar-benar baik dan selaras dengan firman Tuhan. Kita juga bukan hanya menjadikan firman Tuhan sebagai bahan pembicaraan, melainkan menghayati dan mempraktikkannya dalam keseharian. Dengan demikian, pemahaman kita akan semakin kuat dan mendalam.

RH Kamis 18 Februari 2010

Kamis, 18 Februari 2010

MENABUR KEBAIKAN (Ams. 11: 24-25) Di desa Arjasari, Bandung Selatan, terdapat sebuah gedung berlantai dua bergaya minimalis. Gedung megah menurut ukuran desa itu adalah perpustakaan. Bermula dari keinginan sederhana seorang tukang gorden keliling bernama Ayi Rohman untuk mendirikan perpustakaan bagi anak-anak di desanya. Mang Ayi, begitu ia biasa disapa, percaya bahwa sumber kemiskinan adalah kebodohan. Dan kebodohan bisa dientaskan dengan meningkatkan budaya baca masyarakat sekitar. Berawal dari 70 buah buku, berdirilah perpustakaan seadanya di ruang tamu rumahnya. Untuk menambah koleksi bukunya, Mang Ayi biasa menyisihkan hasil jualan gordennya. Sekarang, bantuan donatur telah mengalir; gedung permanen, koleksi buku yang terbilang lengkap, dan terutama minat baca anak-anak di desanya meningkat pesat. Mang Ayi tidak lagi berjualan gorden, ia total mengurus perpustakaannya. Dan yang tidak pernah ia bayangkan adalah kesejahteraannya justru meningkat. Tentu bukan berarti kita kemudian berbuat baik kepada sesama dengan prinsip memancing. Sebaliknya, yang ditekankan adalah jangan pelit berbuat kebaikan kepada orang lain. Sebab hukum Tuhan berkata bahwa dengan memberi, kita bukannya habis, melainkan justru akan mendapat.

RH Rabu 17 Februari 2010

Rabu, 17 Februari 2010

KESADARAN (Yunus 2) ”Terlambat jika engkau menyadari kesalahanmu sekarang, harusnya kamu dengarkan saya sejak dulu!" Mungkin kalimat tersebut pernah kita dengar. Semua orang tahu penyesalan selalu datang terlambat. Jika datangnya di awal, itu namanya kewaspadaan. Namun, ironisnya dunia selalu mencibir orang-orang yang menyesal setelah "benjol terbentur tembok". Sangat berbeda dengan Tuhan. Bagi-Nya, tidak ada kata terlambat untuk sebuah kesadaran dan pertobatan.
Kapan Yunus sungguh-sungguh menyadari kesalahannya? Tatkala ia ada di perut ikan; dalam situasi yang seolah-olah ia tidak mungkin lagi selamat. Dalam kondisi seperti itulah Yunus mengingat Tuhan dan sadar bahwa tidak ada gunanya lari meninggalkan Tuhan. Dia mendengar dan menerima seruan pertobatan Yunus dan merespons doa Yunus. Ada baiknya sadar sebelum berbuat dosa. Namun, jika sudah telanjur berdosa, ingatlah bahwa kesadaran itu tidak mengenal kata terlambat. Cepat bangkit, jangan berdiam terus dalam dosa, dan bertobatlah. Selain itu, sebagai sesama kita pun harus mau menjadi saudara bagi mereka yang mau menyesali kesalahan dan sungguh-sungguh bertobat.

RH Selasa 16 Februari 2010

Selasa, 16 Februari 2010

NIKMATNYA MENUNDA (Kolose 3: 22 – 4: 6) Suatu sore saya berniat mengerjakan tugas untuk esok hari, dengan segera. Namun, ketika melihat sebungkus kacang kulit, saya menyempatkan diri untuk duduk menikmatinya. Setelah itu saya menonton film bagus di televisi. Ketika melihat jam, sudah waktunya makan malam. Selesai makan malam, seorang teman datang bertamu! Selanjutnya saya mengantuk. Maka, saya memutuskan untuk tidur dan mengerjakan tugas itu dengan setengah mati pada dini hari. Sebenarnya tugas itu tidak berat, tetapi terasa begitu berat karena saya menundanya!
Firman Tuhan mengingatkan bahwa apa pun yang menjadi tugas kita, harus dilakukan dengan segenap hati. Dalam kata ini terkandung sikap melakukan sesuatu dengan segera, bersemangat, serius, tekun, tidak main-main, dan tidak menunda-nunda. Ketika Tuhan memercayakan pekerjaan dan memberi waktu bagi kita untuk menyelesaikannya, Dia ingin kita melakukannya dengan sungguh-sungguh. Jika kita tidak menunda, kita dapat mengerjakannya tanpa terburu-buru. Mari manfaatkan setiap waktu dengan maksimal. Dan kita percaya, Tuhan akan menyempurnakan karya kita.

RH Senin 15 Februari 2010

Senin, 15 Februari 2010

PENGARUH LINGKUNGAN (Ams. 23: 20,21; 24: 1,2) Ada sebuah kelakar mengenai orang Indonesia dan Singapura. Katanya, orang Indonesia yang tadinya suka buang sampah sembarangan dan kurang tertib berlalu lintas akan menjadi tertib dan buang sampah di tempatnya ketika hidup di Singapura. Sebaliknya, orang Singapura akan berubah menjadi suka buang sampah sembarangan dan tidak tertib ketika tinggal di Indonesia. Entah benar atau tidak hal ini dan juga bukan bermaksud menjelekkan bangsa kita, tetapi kelakar ini menggambarkan bahwa pengaruh sebuah lingkungan begitu kuat. Ketika lingkungan tempat kita tinggal baik, kita akan berperilaku baik. Namun jika buruk, kita akan berperilaku buruk pula.

Lingkungan yang buruk akan selalu ada di sekitar kita. Sekarang, tergantung kepada kita untuk memilihnya. Apakah mau bergaul di tengah lingkungan buruk atau tidak. Jika pada kenyataannya kita sulit untuk menghindar, kitalah yang harus menciptakan lingkungan yang baik. Minimal dalam keluarga kita sendiri. Jadikanlah keluarga kita sebagai lingkungan yang baik.