JADWAL IBADAH

Kebaktian Doa Malam
Pembicara: Pdp. Rubbyanto K.
Jumat, 18 Juli 2008 - Pk. 19.00 WIB

Kebaktian Wanita
Pembicara: Ibu Hosiana Yunus
Sabtu, 19 Juli 2008 - Pk. 10.00 WIB

Kebaktian Pemuda
Pembicara: Bapak Danny
Sabtu, 19 Juli 2008 - Pk. 17.30 WIB

Kebaktian Umum
Minggu, 20 Juli 2008
Pagi (Pk. 08.00) & Sore (Pk. 17.00)
Pembicara: Gembala Sidang

Kebaktian Anak
Minggu, 20 Juli 2008
Pagi (Pk. 08.00) & Sore (Pk. 17.00)


“Jangan puas hanya
dengan memberikan uang,
uang tidaklah cukup,
uang mudah didapatkan,
tetapi
yang mereka butuhkan
adalah hati anda untuk mencintai,
jadi sebarkan cinta anda
kemanapun anda pergi”

KOTBAH

PROSES PEMBENTUKAN
(Yesaya 28:24-29)

Setiap orang pasti mengalami proses dari Tuhan. Setiap proses yang dilalui seseorang berbeda satu dengan yang lainnya. Tujuan dari proses tersebut ialah untuk membentuk seseorang menjadi sesuai dengan kehendak-Nya. Tiga hal yang diperhatikan Tuhan dalam proses pembentukan tersebut, ialah:

1. Lamanya Proses Pembentukan (ay. 24–25)
Tuhan itu tahu batas waktu setiap proses dan semuanya ada waktunya. Lamanya proses tergantung dengan tanahnya; keras atau gembur. Demikian dengan setiap kita, proses pembentukan tergantung dengan hati kita. Dalam proses pembentukan dari Tuhan, Tuhan memperhatikan lamanya proses tersebut dan hal ini tergantung dengan diri kita sendiri.

2. Caranya Proses yang diberikan kepada kita (ay. 26–27)
Hidup setiap orang seperti jintan hitam dan jintan putih. Setiap orang memiliki perbedaan. Karakter setiap orang tidaklah sama, berbeda satu dengan yang lain. Jangan pernah membandingkan diri kita dengan orang lain. Cara Tuhan memperlakukan dan membentuk kita tidaklah sama. Biasanya Tuhan membentuk kita melalui tiga cara, yaitu: Pertama, melalui masalah; kerap kali kita dihajar dengan berbagai-bagai masalah dan setelah kita menang dari masalah tersebut, kita menjadi orang yang lebih taat. Kedua, melalui orang-orang yang di sekitar kita dan ketiga adalah melalui berkat.

3. Bobotnya (ay. 28–29)
Bobot dari proses pembentukan Tuhan sudah diukur. Proses tersebut bukan untuk menghancurkan kita dan masa depan kita. Tetapi untuk mengeluarkan yang baik dari kita.

Masalah yang kita hadapi adalah masalah-masalah yang biasa dan tidak akan melebihi kekuatan kita (I Korintus 10:13). Amin

By: Pdt. Henoch Wilianto - Minggu, 6 Juli 2008

ARTIKEL

MENGENDALIKAN EMOSI

Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk mengungkapkan emosi. Ada yang diam dan memendam emosinya, ada yang menangis, tetapi ada pula yang meluapkannya dengan tindakan-tindakan yang kasar, misalnya marah-marah, memukul, mengumpat, merusak, atau tindakan lain yang bisa merugikan diri sendiri, bahkan orang lain. Sebenarnya mengungkapkan emosi bukanlah tindakan yang buruk. Emosi memang perlu diungkapkan, namun hendaknya kita bisa mengungkapkannya di tempat yang tepat dan dengan cara yang tepat pula. Karena kegagalan mengendalikan emosi tidak hanya akan merugikan diri sendiri, tetapi juga dapat melukai orang lain. Saat ini ada banyak orang yang gagal dalam mengendalikan emosi mereka.

Kita perlu mengakui bahwa emosi itu tidak apa-apa; sebetulnya, Emosi dapat sangat bermanfaat. Kadang-kadang, terutama jika kita Menjadi marah atau frustrasi, kita berpikir bahwa emosi itu buruk. Kita berpikir bahwa seorang Kristen seharusnya tidak merasa tidak berbahagia. Tetapi Tuhan menciptakan emosi-emosi. Emosi adalah bagian dari wujud manusia. Emosi mendorong kita untuk bertindak. Namun, emosi dapat menimbulkan masalah bila kita tidak mengendalikannya. Emosi yang tidak terkendali dapat menimbulkan tekanan darah tinggi, ketegangan otot, infeksi, berbagai macam penyakit, atau menjadi marah terhadap anak-anak dan pasangan kita. Akibat-akibat negatif itu tidak banyak disebabkan oleh emosi itu sendiri, tetapi lebih banyak karena ketidakmampuan kita untuk mengendalikannya dan memanfaatkannya secara konstruktif. Adalah penting untuk mengetahui bahwa emosi berkaitan erat dengan pikiran dan perbuatan. Emosi berhubungan dengan pikiran.

Di dalam Filipi 4:4-7, Paulus menulis waktu ia di penjara. Ia memunyai alasan kuat untuk berkecil hati, tetapi ia berkata, "Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: Bersukacitalah! ... Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apa pun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan ucapan syukur. Damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiranmu dalam Kristus Yesus." Pikiran Paulus jelas menguasai emosinya. Kedengarannya bagus, tetapi sebetulnya sulit menyuruh diri kita sendiri untuk tidak cemas, tidak marah, atau tidak kuatir. Dalam sebagian besar kasus, hal itu tidak berhasil. Jika saya sedih dan seseorang mengatakan, "Anda tidak perlu sedih," saya tidak akan mulai merasa gembira seberapa kerasnya pun saya berusaha. Kita dapat saja berdiri dan bernyanyi di gereja, "Meski banyaklah gelisah, lagi hati gemetar. Lari saja pada Yesus, Sobat kita yang benar," tetapi kita pulang tetap dengan rasa kecil hati. Lalu dari situlah muncul perbuatan.

Emosi berkaitan dengan perbuatan. Kita perlu menyadari bahwa Pikiran dan perbuatan berjalan bersama-sama. Sewaktu Rasul Paulus Menyuruh orang-orang Filipi untuk bersukacita dan tidak usah kuatir, ia memberi tahu apa yang perlu mereka kerjakan. "Hendaklah kebaikan hatimu diketahui semua orang." (ayat 5) Berdoalah. Naikkanlah ucapan syukur. Maka akan timbul damai sejahtera. Ada saatnya ketika kasih lebih merupakan perbuatan daripada emosi. Kadang-kadang perasaan kasih itu menghilang, dan untuk mengembalikannya, Saudara harus melakukan perbuatan-perbuatan kasih.

Saya mengenal seorang ibu yang benar-benar menjadi benci kepada Anak laki-lakinya. Ibu itu selalu mengeluh kepada anaknya, selalu memarahinya, selalu meledak amarahnya melihat anak itu. Suatu hari si ibu berubah dan berkata, "Tuhan, tolonglah aku untuk melihat apa yang baik pada anakku. Tolonglah aku untuk mengatakan apa yang baik dan bukan mengomel setiap saat." Ibu itu tidak langsung merasakan adanya perubahan pada diri anaknya, tetapi dia sendiri mengubah tindakannya. Dan pada waktu ia mulai mengatakan hal-hal yang positif kepada anaknya, anaknya pun mulai menanggapi secara lebih positif. Maka tidak perlu lagi si ibu marah-marah, karena tabiat anaknya berubah. Perbuatan yang penuh kasih dari si ibu membangkitkan emosi yang penuh kasih pula pada kedua belah pihak. Tindakan lain yang akan menolong mengatur emosi adalah membicarakan masalah-masalah dengan seseorang yang kiranya dapat membantu kita memandang berbagai hal dari sudut yang benar. Kita juga dapat berbicara dengan Tuhan, mengendalikan emosi-emosi kita dengan doa. Kita bisa meminta Tuhan menolong kita, atau -- dan hal ini justru lebih efektif -- kita dapat mencari sesuatu yang baik di tengah situasi itu dan mengucap syukur atasnya. Humor juga sangat bermanfaat. Lihatlah segi yang lucu dari Persoalan yang Saudara hadapi. Cobalah untuk tidak bersifat sinis. Penyelidikan menunjukkan bahwa sifat sinis dapat berakibat fatal.

Terus-menerus memusatkan perhatian pada hal yang negatif dapat mengganggu fisik Saudara dan bahkan dapat menimbulkan serangan jantung dan penyakit-penyakit lainnya. Tetapi "hati yang gembira adalah obat yang manjur." (Amsal 17:22) Kunci yang paling efektif untuk mengendalikan emosi kita adalah dengan pikiran maupun perbuatan. Hal ini merupakan kesadaran kita tentang betapa besarnya kita telah diberkati, disatukan dengan perbuatan mengucap syukur atas berkat-berkat yang kita terima itu. Rasa syukur adalah sikap yang hendaknya kita miliki, baik terhadap Tuhan maupun terhadap sesama kita. Rasa syukur dapat mengubah sudut pandangan kita pada situasi apa pun. Bila kita bersyukur, kita berhenti melihat pada persoalan-persoalan kita semata-mata dan akan mulai memerhatikan berkat-berkat yang telah Tuhan berikan kepada kita. Bila kita bersyukur, semua emosi kita terkendali.

RH MINGGU, 20 Juli 2008

Bacaan Setahun: 2 Taw. 29-31; Yak. 4
BATU ATAU ROTI? (Matius 7:7-11)

Yesus menggunakan perumpamaan dalam Matius 7:7-11 ini untuk menegaskan kesanggupan Allah memberi segala sesuatu yang baik kepada murid-murid-Nya pada waktu mereka meminta kepada-Nya. Memang kadang-kadang terlihat seolah-olah Tuhan memberi sebuah "batu" sebagai pengganti "roti." Namun dalam kebijaksanaan-Nya, sebenarnya Dia sedang bekerja melalui kita untuk memberi sesuatu yang jauh lebih baik daripada yang kita minta.

Seorang penulis mengungkapkan: “Saya meminta kesehatan sehingga saya boleh mengerjakan sesuatu yang lebih besar; Namun saya diberi kelemahan sehingga saya boleh mengerjakan sesuatu lebih baik. Saya meminta kekuatan sehingga saya boleh sukses; Namun saya dibuat lemah sehingga saya boleh belajar taat; Saya meminta kekayaan sehingga saya boleh berbahagia; Namun saya diberi kemiskinan sehingga saya boleh bijaksana; Saya meminta kekuasaan dan pujian manusia; Namun saya diberi kelemahan untuk mengetahui kebutuhan saya akan Allah; Saya meminta segala sesuatu sehingga saya dapat hidup senang; Namun saya diberi hidup sehingga saya boleh menikmati segala sesuatu. Saya tidak mendapatkan apa yang saya minta, tetapi apa yang saya harapkan; Namun bagi saya sendiri, doa saya telah dijawab—Saya orang yang paling kaya dan diberkati di antara orang lain.

RH SABTU, 19 Juli 2008

Bacaan Setahun: 2 Raj. 17; 2 Taw. 28; Mzm. 46; Yak. 3
NAIK DAN BERTAKHTA (Kisah 1:1-11)

Sebutkan beberapa negarawan dan diktator yang untuk waktu yang singkat mendominasi pentas dunia di abad ini: Woodrow Wilson, Franklin D. Roosevelt, Winston Churchill, Kaisar Wilhelm II, Adolf Hitler, Joseph Stalin. Di mana mereka sekarang? Mati dan dikubur! Namun di mana Yesus Kristus, yang ditolak dan disalibkan pada abad pertama di Galilea? Dia hidup untuk selama-lamanya, bertakhta di kemuliaan surga.

Setelah mati di atas kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita, Yesus bangkit dari kubur. Empat puluh hari kemudian, Dia terangkat ke surga. Meskipun kita jarang berpikir tentang kenaikan Yesus ke surga, tetapi hal ini adalah peristiwa yang sangat penting dalam pelayanan-Nya. Peristiwa ini menandai dimulainya pelayanan-Nya sebagai Imam Agung yang mulia. Tidak ada lagi batas untuk hadir hanya di satu tempat pada suatu waktu. Dia dapat hadir di setiap tempat sebagai penolong yang kita yang tidak kelihatan, yang terus menerus berdoa untuk kita (Ibrani 7:25). Dia mengendalikan segala sesuatu dan membuat hidup yang buruk sekalipun menjadi kemuliaan bagi-Nya dan untuk kebaikan kita.

RH JUM'AT, 18 Juli 2008

Bacaan Setahun: Yes. 32-35; Yak. 2
MEMANCINGLAH SEPUASNYA (Markus 1:14-20)

Saya benar-benar menikmati memancing untuk kesenangan di dekat bendungan pada musim panas atau menangkap ikan di bawah danau-danau yang membeku airnya di wilayah Michigan pada musim dingin. Oleh karena itu saya tertegun ketika membaca sebuah stiker yang tertempel di bumper belakang sebuah truk tua seperti berikut: “ HIDUP ITU PENDEK—MEMANCINGLAH SEPUASNYA” Semakin saya memikirkan tulisan itu, semakin jelas pemikiran yang timbul, yakni: Sebagai pengikut Yesus Kristus, saya adalah seorang "penjala manusia." Saya telah diperintah oleh Yesus untuk menyatakan berita dari Injil (Matius 28:19-20) dan menceritakannya kepada setiap orang, yakni berita tentang kasih yang menyelamatkan dari Allah untuk semua umat manusia.

Saya berpikir juga dengan pernyataan, "Hidup itu pendek." Benar! Betapa cepatnya 10, 20, 30 tahun berlalu. Demikian pula dengan rekan-rekan dan anggota-anggota keluarga yang ingin kita beritahu tentang keselamatan dari Yesus Kristus, tidak akan lama bersama-sama dengan kita. Sebagai pengikut Yesus yang taat, marilah kita "memancing sepuasnya" untuk membawa orang lain kepada Dia.

RH KAMIS, 17 Juli 2008

Bacaan Setahun: Yes. 29-31; Yak. 1
PERCIKAN IMAN (Kisah 24:10-26)
Kita semua memiliki naluri untuk menangkap keberadaan Allah (Roma 1:18-21). Namun sebagian orang mengabaikan kesadaran akan Allah dan percaya bahwa Allah itu tidak nyata. Novelis Eric Ambler sedang menulis sebuah dokumen tentang Perang Dunia II di Itali berjudul The Battle of San Pietro, ketika ledakan granat menghantamnya ke tanah dan berpikir bahwa ia telah mati. Dalam otobiografinya ia menulis, "Pikiran bawah sadarku memilih untuk bertanding dengan tipuan yang licik. Aku mendengar diriku berkata, ‘Ke dalam Tangan Tuhan aku menyerahkan jiwaku.’" Ia selamat, tetapi mengeraskan hati sehingga tidak mau mengakui peristiwa sesaat itu sebagai ungkapan dari sikap tidak percayanya kepada Allah.

Feliks, Gubernur Yudea, menunda keputusan untuk menerima Kristus sampai "ada kesempatan baik". Namun kesempatan yang baik adalah sebuah cara untuk mengelak. Kita semua perlu menyerahkan diri ke dalam tangan Allah, tidak hanya pada saat menghadapi kematian tetapi juga dalam hidup. Hal itu dimulai dengan menerima anugerah keselamatan dengan cara beriman kepada Anak-Nya.

RH RABU, 16 Juli 2008

Bacaan Setahun: Yes. 25-28; Ibr. 13
TUHAN DAN KITA (2Timotius 4:9-22)

Dalam bukunya yang berjudul Lincol’s Daughters of Mercy, Majorie Greenbie menceritakan tentang Mother Bickerdyke, yang bekerja pada Jenderal Sherman selama berlangsungnya Perang Sipil. Suatu hari, ketika Mother Bickerdyke memberikan perhatian khusus kepada seorang lelaki yang merasa tidak diperhatikan kawan-kawannya, ia menerima pertanyaan, "Mengapa engkau membuang waktumu dalam kesia-siaan seperti ini?" "Karena," jawabnya, "walaupun ada banyak manusia disekitar sini, sayangnya tidak seorang pun yang peduli padanya. Namun dengan demikian ia masih punya sahabat di angkatan darat ini, satu adalah Allah, dan lainnya adalah saya."

Paulus sebenarnya tidak diabaikan oleh sahabat-sahabatnya, tetapi pada saat itu ia merasa kesepian. Demas telah meninggalkannya; Kreskes, Titus dan Tikhikus telah pergi untuk melayani. Hanya Allah dan satu orang, yakni Lukas, yang tetap mendukungnya ketika ia berada pada pengadilan akhir di Roma. Renungkan: Banyak orang yang berjuang di sekitar kita saat ini mungkin membutuhkan Tuhan—dan kita!

RH SELASA, 15 Juli 2008

Bacaan Setahun: Yes. 22-24; Ibr. 12
PERTOLONGAN YANG NYATA (2Korintus 2:1-11)

Ketika seorang gadis yang hamil di luar nikah berjalan menuju podium untuk menerima ijazah diplomanya, para hadirin memberikan sambutan dengan berdiri. Seorang penulis sekuler yang hadir pada acara pelepasan itu berkomentar bahwa hal ini tidak mungkin terjadi pada beberapa generasi yang lalu. Ia berkata bahwa jika gadis itu mengakui apa yang dilakukannya, mungkin ia akan dimaafkan. Namun, tepuk tangan bagi lulusan yang hamil diluar nikah tidak akan memberikan pertolongan yang berarti. Mereka hanya menawarkan restu yang dangkal.

Jika seseorang yang tidak percaya kepada Kristus dapat melihat hal ini, kita sebagai seorang Kristen seharusnya memiliki pandangan yang demikian pula. Rasul Paulus tidak ragu-ragu untuk memuji orang-orang Kristen di Korintus yang menegur orang lain karena perbuatannya yang tidak bermoral. Dan ketika orang tersebut menyesali dosa-dosanya, Paulus mendesak mereka untuk mengampuni dengan tulus.

RH SENIN, 14 Juli 2008

Bacaan Setahun: Yes. 19-21; Ibr. 11
BERITA TERBAIK YANG PERNAH ADA (Mazmur 130:1-8)

Orang yang menelpon saya sedang mengalami keputusasaan. Ia menceritakan bahwa sebuah ayat Alkitab telah menyusahkan dirinya. Setelah mengutip kalimat, "Apa gunanya seseorang memperoleh seluruh dunia, tetapi ia kehilangan nyawanya?" (Mrk 8:36), ia merasa ayat itu menggambarkan tentang keberadaan dirinya. Ia merasa yakin telah kehilangan nyawanya sekalipun ia seorang Kristen. "Saya telah melakukan banyak kesalahan," ungkapnya, "karena itu Allah tidak mungkin akan mengampuni saya." Kemudian, tanpa menutupi keadaannya, dengan lembut saya berusaha menguatkan imannya, bahwa tidak semua hal hilang darinya. Yesus telah mati di kayu salib untuk menebus dosa-dosa kita. Dan ketika percaya pada-Nya sebagai Juruselamat, kita dibenarkan Allah dan tidak perlu merasa takut lagi terhadap hukuman kekal (Rm 5:8-9). Renungkan: Sebab pada TUHAN ada kasih setia (Mzm 130:7). Sama seperti Allah mengampuni bangsa Israel walaupun mereka seringkali berbuat kejahatan, Dia juga mau mengampuni kita.