RH SABTU, 21 Feb 2009

Bacaan Setahun: Bil. 8,9; Kis. 28
BILA AKHIR ADALAH PERMULAAN (1 Korintus 15:50-58)

Hidup kita dalam Yesus Kristus seharusnya tampak melalui perbedaan dalam cara kita hidup juga dalam cara kita mati. Allah menghendaki kita hidup dengan penuh semangat dan sukacita. Oleh karena itu, kita tidak dapat mengingkari fakta bahwa hari-hari kita di bumi ini dihitung. Sesuatu yang bijaksana untuk merenungkan perjanjian kita yang tak terelakkan dengan maut (Ibr. 9:27). Apakah sikap kita saat kita meninggalkan dunia ini sama seperti sikap ilmuwan terkenal Marie Curie? Pada saat suaminya meninggal karena suatu kecelakaan, ia meratap, "Ini adalah akhir dari segalanya, dari segalanya, dari segalanya!" Sikap kita seharusnya sangatlah berbeda. Oleh karena iman kita pada Sang Juruselamat yang telah menaklukkan maut, kita dapat berkata seperti perkataan seorang teolog muda Jerman pada malam sebelum Nazi menggantungnya pada tahun 1945, "Bagiku, ini adalah permulaan." Bagi orang percaya, kematian merupakan akhir dari segala kesakitan, kesepian dan penderitaan. Ini merupakan akhir dari segala sesuatu yang membuat hidup ini kurang berlimpah, dan permulaan dari berkat yang tidak terbayangkan (Wah. 21:1-6). Pengharapan ini memungkinkan kita untuk berseru, "Hai maut, di mana sengatmu?"