ARTIKEL

TULUSNYA PERTOBATAN

Kehilangan adalah suatu hal yang menyedihkan, hilang itu tidak perlu selalu diiringi dengan perasaan sedih, karena hilang hanya berpindah tempat, yakni hanya sebuah proses dimana keberadaan dari sesuatu yang kita tahu dan kita miliki sebelumnya menjadi suatu misteri antah berantah. Sudah seyogyanya kehilangan ditanggapi dengan berbesar hati. Berusaha untuk mengibur diri sendiri dengan berbagai justifikasi-justifikasi sederhana seperti "ya sudahlah besok cari yang baru lagi, atau lain kali saja dicari lagi..tidak penting-penting amat toh?". Bagaimana dengan anak yang hilang?

Sekilas Kisah Anak Hilang (Luk 15:11-32)
Kisah anak yang hilang menjelaskan dengan sangat baik mengenai ketulusan hati, dimana seseorang itu tidak lagi hanya dinilai berdasarkan perbuatan baik yakni, apa saja hal-hal mulia dan berkenan secara hukum dan etika yang telah ia perbuat dalam hidupnya. Terlihat jelas mengenai kekecewaan hati si sulung melihat "kebodohan" Ayahnya yang berpesta ria menyambut kedatangan sang anak. Anak bungsu ini sadar dengan sesadar-sadarnya apa yang telah dia lakukan, semua kebejatan dan kekerasan hati yang ia punya luluh lantah karena kondisi dirinya sudah sedemikian menderita dan miris sekali. Dengan segenap keberanian akhirnya ia pulang dan berharap minimal menjadi orang upahan Ayahnya sendiri. Hal yang pertama dilakukan oleh sang anak adalah menyadari kesalahannya dan tidak berdalih lagi. Suatu pengakuan yang tulus..jujur dari hati yang paling dalam.
Ayah sang anak memiliki 100% hak untuk marah, bahkan secara extreme mungkin mengusir sang anak. Tetapi hanya satu yang membuat sang Ayah ini tidak melakukan hal tersebut. BELAS KASIHAN!!!..suatu perasaan kasihan dari kasih seorang Ayah kepada anaknya jauh lebih besar dari semua rasa marah..kesal..dan jengkel atas perbuatan sang anak. Disamping itu sang anak juga sudah PASRAH akan nasibnya..modal yang ia punya hanyalah harapan, sebuah harapan agar paling tidak ia bisa mendapat sedikit uang dan tempat tinggal yang seadanya untuk terus menjalankan babak baru hidupnya yang sudah morat-marit tidak karuan.

Perkara Ketulusan Hati
Akhirnya sang anak melangkah dalam keberanian dan iman untuk menghadap sang Ayah. Ternyata..belum sampai ia ke rumah sang Ayah, Ayahnya sudah melihatnya dari kejauhan, tak lama kemudian sang Ayah mendatangi sang anak dan menciuminya dengan perasaan bahagia, karena sang Anak telah didapatinya kembali. Diterima kembali tetapi dianggap sepi?? Tidak bukan itu, justru sang Ayah langsung memakaikannya jubah yang TERBAIK dan menjamunya sedemikian rupa.

Seorang anak hilang ditemukan kembali, seorang yang mati mata hati spiritualnya akhirnya hidup kembali dan bertobat. Seorang anak durhaka yang menginginkan warisan sebelum waktunya mendapatkan pesta dan jubah terbaik. Sang Ayah menggambarkan bagaimana cara pandang Bapa sorgawi dalam melihat anak-anak-Nya yang sempat "mati". Bukan dengan perbuatan baik, bukan dengan pelayanan yang hebat seperti yang di umbar oleh si Sulung, tetapi dengan pengakuan dan kerelaan hati untuk merendahkan diri di hadapan Allah. Maka sang anak bungsu beroleh belas kasihan SEMATA oleh sang Ayah.

Reflexi
Sang Sulung marah dan merasa mendapat perlakuan tidak adil dari sang Ayah, ia bahkan merasa iri, karena usahanya yang begitu baik dalam melayani sang Ayah mati-matian. Adakah sang Sulung melayani dengan hatinya? hati yang tertuju kepada Bapanya. Apa yang ia harapkan dari sang Ayah?? menikmati jamuan layaknya si bungsu. Menyesal?? sang Sulung atas jerih payah dan usahanya untuk tetap berjuang dalam kebenaran. Sekali-kali tidak!!! Karena sang Sulung lupa kalau apa yang Ayahnya miliki semuanya adalah miliknya juga. Anak sulung tersebut lupa mengenai apa yang di miliki, sedangkan anak Bungsu ingat kembali apa yang sudah pernah ia miliki sebelumnya. Kadang rasa syukur itu datang terlambat, bahkan sangking dekatnya segala kelimpahan itu membuat rasa syukur itu menjadi hambar dan mungkin hilang sama sekali. Sama seperi lidah yang berada di dalam mulut, seringkali tidak terasa sangking kemelekatannya.

Terkadang kondisi-kondisi tertentu dalam kehidupan ini ada dan tercipta sedemikian rupa sebagai bentuk kasih sayang TUHAN kepada anak-Nya, keinginan manusia untuk melepaskan diri dan merasa diri mampu menanggung segala sesuatunya secara egois dan penuh iman dan keyakinan terhadap diri sendiri memang cukup menggoda. Menggoda yang bahkan memicu tindakan-tindakan lanjutan sebagai respon perwujudannya. TUHAN terlihat diam dan pasrah melihat kenakalan anak-Nya ini, tetapi selalu sedia menunggunya untuk kembali. Entah sudah berapa kali saya mendengar kisah Anak Hilang ini yang erat hubungannya dengan nuansa pertobatan, tetap menjadi sebuah kisah klasik yang abadi dan pada momen-momen tertentu menusuk dan menembus mahligai nurani yang terdalam mengenai hubungan kemesraan TUHAN dengan manusia.

Intinya terdapat sebuah bentuk pertobatan yang tulus yang bisa dikatakan bertobat dengan seluruh hati, seluruh jiwa dan segenap kekuatan. Hikmah dari si Sulung adalah bagaimana menjalani hidup ini dengan senantiasa bersyukur dan menikmati kehidupan yang penuh cinta kepada TUHAN, bukan hanya sekedar perbuatan baik dan pelayanan yang wah. (Gbu)