RH Senin, 11 Oktober 2010

SEDAPAT-DAPATNYA (Roma 12: 9-21)

Tidak ada manusia yang sempurna, siapa pun orang tersebut. Sepandai-pandainya tupai melompat, sekali waktu ia akan jatuh juga. Di atas bintang masih ada langit. Semua prestasi yang dicapai manusia, pasti ada batasnya. Daya jangkau manusia selalu terbatas. Selalu saja masih di bawah standar "kesempurnaan". Paulus sadar akan hal itu. Itulah sebabnya tatkala ia memberi nasihat kepada jemaat, ia tidak menuntut kesempurnaan. Ia tidak menunjuk kepada anjuran yang muluk-muluk. Bahkan, dalam hal menerapkan kebaikan pun, kita harus tetap realistis. Melakukannya sebisa mungkin, sejauh yang dapat kita upayakan. Oleh karena itu, ia menambahkan kalimat "sedapat-dapatnya". Di ruang praktik seorang dokter kenalan saya, terpasang tulisan di dinding yang menjadi prinsipnya dalam bekerja. Bunyinya begini: Sedapat-dapatnya lakukanlah semua yang baik -- Sedapat-dapatnya dengan segala macam cara dan upaya -- Sedapat-dapatnya di segala waktu yang ada -- Sedapat-dapatnya kepada siapa saja yang kamu temui -- Sedapat-dapatnya selama mungkin kamu bisa melakukannya. Saya rasa ia benar. Begitulah semangat yang seharusnya merasuki orang kristiani. Tak terlalu muluk hingga tak terlaksana apa-apa, tetapi tidak juga menjadi malas. Melakukan kehendak Tuhan dengan tekad "sedapat-dapatnya". Tak lebih dan tak kurang dari itu.