ARTIKEL

PENGARUH BURUK TRAUMA

Trauma adalah Keadaan jiwa atau tingkah laku yang tidak normal sebagai akibat dari tekanan jiwa atau cedera jasmani. Tidak banyak dari kita yang menyadari dampak buruk trauma. Bahkan hal itu bisa mengubah kepribadian seseorang. Akibat gempa bumi yang menimpa Jogja setahun lalu, jumlah orang stress dan gila meningkat drastis. Hal ini karena trauma yang sudah melumpuhkan akal sehat dan memenjarakan pikiran mereka. Ada beberapa dampak buruk akibat trauma, antara lain:

1. Secara Fisik
Tidak banyak dampak buruk akibat trauma secara fisik. Yang paling parah adalah kematian. Misalkan jika mengalami peristiwa perampokan, pembunuhan ataupun penganiayaan. Atau kalau tidak mengalami kematian, biasanya ada beberapa yang mengalami cacat tubuh. Pengaruh fisik lain yang ditimbulkan trauma adalah orang bisa mogok bicara atau bisa jadi gila.

2. Secara Psikis
- Berubahnya kepribadian seseorang
- Menjadi liar, pemberontak dan biang masalah.
- Menjadi sangat tertutup dan antisocial.
- Suka melakukan hal-hal yang nekad dan di luar nalar.



Karena menyimpan trauma terus-menerus, tidak jarang mereka kerap melakukan tindakan nekad yang membahayakan diri sendiri. Atau memberi respon berlebihan. Trauma kadang membuat logika seseorang tidak lagi mampu menalar dengan sehat.

Kita memang tidak bisa mengubah masa lalu. Tapi kita bisa meminimalkan pengaruh buruknya. Trauma hanya bisa disembuhkan dengan metanoia. Pembaharuan pikiran setiap hari dengan firman Tuhan akan membuat kita mampu menerima masa-masa kelam kehidupan di masa lalu, dan melangkah dengan penuh keberanian di masa depan. Trauma hanya akan memenjarakan masa depan kita dan menghacurkan hidup kita. Jadi, bebas dari trauma adalah langkah untuk kehidupan indah di masa depan.

LANGKAH PEMULIHAN TRAUMA

Bagi Penyintas (Orang yang mengalami trauma)
(1). Mengakui bahwa kejadian luar biasa telah terjadi pada Anda, sehingga Anda perlu bantuan dan dukungan orang lain. Mencari yang layak dipercayai.
(2). Menyampaikan kisah pengalaman Anda.
(3). Menggunakan sumber-sumber dukungan yang Anda miliki di masa silam, yang memampukan Anda tabah menghadapi kesulitan. Ingatlah orang-orang yang siap membantu dan mendukung Anda. Jalin kembali hubungan dengan sanak-kerabat, sahabat, organisasi, keagamaan dan kebudayaan Anda. yang terpenting adalah memperbaiki hubungan keimanan Anda kepada Tuhan agar mendapat kekuatan menghadapi peristiwa ini.
(4). Mengingat kembali peristiwa yang sudah lewat. Sebutkan nama pelaku dan urut-urutan kejadian. Jelaskan dengan tepat kapan, di mana, siapa, dan bagaimana terjadinya, seperti apa yang Anda lihat; Apa yang Anda lakukan, rasakan, dan pikirkan. Sampaikan semua itu sebagai bagian dari cerita Anda. (5). Menggunakan metode pemecahan masalah (Problem solving method).
(6). Meneguhkan martabat Anda sebagai manusia dan umat Tuhan. Tegaskan nilai-nilai terdalam dan temukan makna dari setiap kejadian.
(7). Menjalin hubungan kembali dengan keluarga dan masyarakat.

Bagi Pendamping (Konselor)
(1). Menyediakan ruang dan tempat yang nyaman bagi penyintas agar dia dapat menyampaikan kisahnya. Ciptakan rasa aman dan tumbuhkan kepercayaan penyintas kepada Anda.
(2). Mendengarkan pengalaman penyintas. Terimalah mereka dengan tulus dan hormatilah pengalaman penyintas.
(3). Membantu penyintas mengingat sumber-sumber dukungan. Periksalah mereka tentang pengalaman diri sendiri, keluarga, masyarkat dan kebudayaan dalam mengatasi kesukaran. Doronglah mereka untuk mengucap syukur atas keberhasilan yang diraih.
(4). Memampukan penyintas untuk memisahkan antara diri sendiri dengan peristiwa yang traumatik. Biarkan penyintas meratapi orang-orang yang telah hilang atau tiada.
(5). Memampukan penyintas untuk menanggung beban hidup. Bantulah mereka membuang identitas diri sebagai “korban”. Mereka tidak lagi mengizinkan pelaku kejahatan terus membelenggu mereka secara emosional.
(6). Meneguhkan martabat penyintas. Bantu mereka untuk mengakui dan memantapkan martabat dirinya dan keluarga. Semangati mereka untuk menemukan nilai-nilai terdalam selepas peristiwa traumatik.
(7). Mengokohkan dan memantapkan jalur hubungan yang sehat. Bantulah penyintas menciptakan hubungan baru jika hubungan lama terganggu. Sedapat mungkin doronglah supaya terjadi rekonsiliasi, pengampunan dan pertobatan. Semua itu dilakukan dalam landasan harga diri yang kokoh dan penghargaan terhadap martabat orang lain.
Sumber: “Yang terluka, yang menyembuhkan” - Karl dan Evelyn bartsch)