RH JUM'AT, 23 Mei 2008

Bacaan setahun: 2 Taw. 6,7; Mzm. 135; Rm. 4
Jalan kita dan jalan Allah (Mazmur 127:1-5)
Seorang pria pernah berkata kepada saya, "Herb, saya akan pergi ke gereja dan memberi persembahan. Namun saya tidak pergi untuk terlibat di dalamnya. Saya harus berkonsentrasi pada karir." Laki-laki lain mengaku, "Saya tahu tidak seharusnya saya cerai, tetapi saya pikir saya berhak untuk memperoleh kebahagiaan." Kedua pria ini sesungguhnya ingin berkata, "Saya tidak peduli dengan kehendak Allah. Saya akan menempuh jalan saya sendiri." Salomo banyak mengikuti jalan ini selama satu periode dalam hidupnya. Setelah membangun bait Allah bagi kemuliaanNya, ia terlalu mewah dalam membangun istananya, terlalu asyik memikirkan kuda-kuda dan kereta perang, terlalu dibuai dengan kedudukannya dalam menikahi wanita-wanita penyembah berhala. Akibatnya, kerajaannya dihancurkan melalui perang dan perselisihan (1Raja 10:1-11:43). Beberapa sarjana teologi percaya bahwa beberapa tahun setelah itu Salomo menulis Mazmur 127:1-5 berdasarkan pengalaman pribadinya. Dia akhirnya menyadari bahwa jalan yang ditempuhnya adalah kesia-siaan.
Jalan yang kita tempuh adalah jalan yang didasarkan pada hikmat manusia dan kepercayaan pribadi. Jalan ini menuju ke arah keputusasaan dan kekosongan. Sedangkan jalan Allah melibatkan kepercayaan, ketaatan dan ketergantungan kepadaNya. Jalan ini mengarah pada kepuasan dan kesukacitaan—sebagian di bumi tetapi kepenuhannya kelak di surga. Setiap hari marilah kita memilih untuk berjalan di jalan Allah.