KOTBAH

KEHIDUPAN YANG BERBUAH
(Yohanes 15:1-5)

Di kota Napole (Italia) ada dua hal yang menjadi kebanggaan bagi masyarakat setempat, yaitu gunung Nifucius dan pohon cemara yang usianya telah mencapai 100 tahun lebih. Bahkan untuk mengabadikan kedua hal ini mereka membuat uang dengan gambar tersebut. Sampai suatu saat pohon cemara sakit, mati dan akhirnya harus ditebang. Seluruh penduduk merasa kehilangan. Bagi mereka, pohon cemara ini memberikan banyak manfaat yang besar bagi masyarakat. Demikian pula dengan orang percaya. Seberapa besar hidup kita telah berdampak bagi orang lain, sehingga ada rasa kehilangan pada saat kita pergi? Tiga hal untuk menghasilkan kehidupan yang berbuah:

1. Pohon anggur dikenang bukan karena pohonnya yang indah atau menarik tetapi karena buahnya. Seringkali kekristenan kita tampak indah di luar saja, seperti carang-carang yang berdaun lebat. Tetapi yang disayangkan dari hidup kekristenan yang demikian adalah Bapa tidak menemukan buah. Kehidupan kekristenan harus menjadi garam yang bisa dinikmati oleh orang lain. Kalau kekristenan kita tidak berbuah, kita akan dipotong. Kekristenan kita merupakan kekristenan yang tidak berkualitas apabila kita hanya memoles bagian luar saja (tidak berdampak bagi lingkungan sekitar).

2. Proses pengguntingan harus dilakukan untuk menghasilkan buah yang lebat. Setiap hal yang mengganggu proses dalam menghasilkan buah akan Tuhan potong atau cabut dari hidup kita. Terkadang sesuatu yang menyakitkan Tuhan ijinkan terjadi atas hidup kita supaya kita berbuah. Agar hidup kita menjadi berarti dan menghasilkan buah-buah yang berkenan di hadapan-Nya, maka kita harus mengijinkan proses Tuhan itu terjadi atas hidup kita. Kita harus dapat menyelaraskan hidup kita sesuai dengan kehendak Tuhan.

Carang yang melekat ke pokok anggur akan menghasilkan buah yang banyak. Selama carang melekat ke pokok anggur maka buah akan terus mengalir. Bagaimana caranya? Tuhan yang akan melakukannya dalam hidup kita. Sekalipun pelayanan kita dilakukan dengan segenap hati, tetapi jika kita tidak melekat/intim dengan Tuhan maka pelayanan tersebut tidak akan menjadi berkat bagi orang lain. Pelayanan yang dibangun dengan keintiman dengan Tuhan itulah pelayanan yang menyenangkan hati Tuhan. Bila kita melekat pada-Nya apapun yang kita lakukan akan menghasilkan buah. Amin
By: Pdm. Handoko - Minggu, 27 Juli 2008