ARTIKEL

Kasih Itu Lingkaran

Sebuah cerita indah yang ditulis oleh Willi Hoffsuemer. Kita manusia ingin tahu bagaimana caranya dia bisa mengasihi Tuhannya. Bagaimana seorang manusia bisa memberikan kasihnya kepada Tuhan. Cerita ini mengingatkan pada kisah seorang Raja yag akan datang dan memberikan KerajaanNya (Matius 25 : 34-40). Pada minggu ini Conrad, pembuat sepatu, bangun sangat awal, membersihkan tokonya, kemudian kembali ke dalam rumahnya, menyalakan api di tungku dan menyiapkan meja. Dia tidak akan bekerja. Dia sedang menanti teman, seorang tamu khusus: Tuhan sendiri. Kemarin malam Tuhan datang padanya dalam suatu mimpi dan memberitahukan bahwa Dia akan datang bertamu besok. Jadi Conrad duduk di ruangan yang nyaman dan menunggu, hatinya penuh dengan kegembiraan. Kemudian dia mendengar langkah kaki di luar dan ketukan pada pintu ”itu DIA,” pikir Conrad, sambil lari ke arah pintu dan membukanya. Ternyata itu hanyalah tukang pengantar surat. Wajahnya merah dan jari-jarinya biru kedinginan. Dia menatap sambil menelan ludah ke arah cerek teh di tungku. Conrad mempersilahkan dia duduk menghangatkan diri di dekat tungku. Kata pegantar surat itu, ”Terima kasih, teh ini enak sekali.” Kemudian dia menghilang di tengah hawa dingin di luar.

Ketika pengantar surat itu pergi, Conrad membersihkan meja lagi. Lalu dia duduk di dekat jendela untuk menanti kedatangan tamunya. Dia merasa yakin bahwa tamu itu akan datang. Tiba-tiba dia melihat seorang anak laki-laki kecil yang sedang menangis. Conrad memanggilnya dan mengetahui bahwa anak itu kehilangan jejak ibunya di kota dan tidak tahu jalan untuk pulang. Kemudian, Conrad menulis pada secarik kertas dan meletakkanya di atas meja. Tulisan itu berbunyi, ”Tunggulah saya. Saya akan kembali segera.” Kemudian dia membiarkan pintu terbuka sedikit dan menggandeng anak kecil itu serta membawanya pulang. Ternyata perjalanan itu lebih lama dari perkiraanya, bahkan hari sudah mulai agak gelap ketika dia kembali ke rumah. Dia terkejut mendapati seseorang ada di rumahnya sambil memandang keluar jendela. Tapi lalu hatinya berdebar. Orang itu pastilah Tuhan, yang sudah berjanji untuk datang. Namun Conrad mengenali bahwa orang itu adalah perempuan yang tinggal di tingkat atas dari flatnya. Perempuan itu tampak sedih dan lelah. Dia memberi tahu bahwa dia tak bisa tidur sama sekali sebab anak laki-lakinya Peter sedang sakit parah. Dia tidak tahu mau berbuat apa. Anak itu diam terbaring di sana, demamnya tinggi, dan dia tidak bisa lagi mengenali ibunya. Conrad merasa ikut sedih. Perempuan itu hidup sendiri dengan anaknya di sana sejak suaminya meninggal dalam kecelakaan. Jadi dia ikut wanita itu. Mereka bersama-sama menyelimuti Peter dengan kain basah. Conrad duduk di tepi tempat tidur anak laki-laki itu, sementara ibunya beristirahat sejenak.

Ketika dia kembali ke ruangannya, hari sudah larut malam. Conrad sangat lelah dan sungguh kecewa ketika membaringkan tubuhnya di tempat tidur, hari sudah larut. Tuhan belum juga datang. Tiba-tiba dia mendengar suara. Ternyata suara Tuhan berkata, ”Terim kasih, karena menghangatkan tubuh saya di rumahmu hari ini. Terima kasih karena menunjukkan jalan ke rumah. Dan terima kasih atas dukungan dan bantuanmu. Conrad, saya berterima kasih karena hari ini saya bisa menjadi tamumu.”

Membeli Cinta

Di sebuah daerah tinggal seorang saudagar kaya raya. Dia mempunyai seorang batur (baca: hamba sahaja) yang sangat lugu – begitu lugu, hingga orang-orang menyebutnya si bodoh. Suatu kali sang tuan menyuruh si bodoh pergi ke sebuah perkampungan miskin untuk menagih hutang para penduduk di sana. “Hutang mereka sudah jatuh tempo,” kata sang tuan. “Baik, Tuan,” sahut si bodoh. “Tetapi nanti uangnya mau diapakan?” “Belikan sesuatu yang aku belum punyai,” jawab sang tuan. Pergilah si bodoh ke perkampungan yang dimaksud. Cukup kerepotan juga si bodoh menjalankan tugasnya; mengumpulkan receh demi receh uang hutang dari pada penduduk kampung. Para penduduk itu memang sangat miskin, dan ketika itu tengah terjadi kemarau panjang. Akhirnya si bodoh berhasil juga menyelesaikan tugasnya. Dalam perjalanan pulang ia teringat pesan tuannya. “Belikan sesuatu yang belum aku miliki.” “Apa, ya?” tanya si bodoh dalam hati. “Tuanku sangat kaya, apa lagi yang belum dia punyai?” Setelah berpikir agak lama, si bodoh pun menemukan jawabannya. Dia kembali ke perkampungan miskin tadi. Lalu dia bagikan lagi uang yang sudah dikumpulkannya tadi kepada para penduduk. “Tuanku, memberikan uang ini kepada kalian,” katanya.

Para penduduk sangat gembira. Mereka memuji kemurahan hati sang tuan. Ketika si bodoh pulang dan melaporkan apa yang telah dilakukannya, sang tuan geleng-geleng kepala. “Benar-benar bodoh,” omelnya. Waktu berlalu. Terjadilah hal yang tidak disangka-sangka; pergantian pemimpin karena pemberontakan membuat usaha sang tuan tidak semulus dulu. Belum lagi bencana banjir yang menghabiskan semua harta bendanya. Pendek kata sang tuan jatuh bangkrut dan melarat. Dia terlunta meninggalkan rumahnya. Hanya si bodoh yang ikut serta. Ketika tiba di sebuah kampung, entah mengapa para penduduknya menyambut mereka dengan riang dan hangat; mereka menyediakan tumpangan dan makanan buat sang tuan. “Siapakah para penduduk kampung itu, dan mengapa mereka sampai mau berbaik hati menolongku?” tanya sang tuan. “Dulu tuan pernah menyuruh saya menagih hutang kepada para penduduk miskin ini,” jawab si bodoh. “Tuan berpesan agar uang yang terkumpul saya belikan sesuatu yang belum tuan punyai. Ketika itu saya berpikir, tuan sudah memiliki segala sesuatu. Satu-satunya hal yang belum tuanku punyai adalah cinta di hati mereka. Maka saya membagikan uang itu kepada mereka atas nama tuan. Sekarang tuan menuai cinta mereka.”

Dari kisah di atas kita dapat belajar bahwa kekayaan dan pengaruh baru akan sangat berguna kalau dipergunakan untuk menebar cinta kasih. Sebab, seperti kata penulis Amsal “Nama baik lebih berharga dari pada kekayaan besar, dan dikasihi orang lebih baik dari pada perak dan emas.” “Let’s take our opportunity to ‘buy love’ before it becomes too late, because everybody needs each other; in laugh and in sadness”.

Anak Domba

TuhanTebal Yesus adalah penetapan Ilahi dari semua anak-anak domba yang telah dikorbankan manusia -- Sang Anak Domba Allah yang mengangkut dosa isi dunia (Yoh. 1:29). Tetapi gelar Sang Anak Domba itu mempunyai arti yang lebih dalam. Gelar itu melukiskan sifat-Nya. Ia adalah Sang Anak Domba karena Ia lemah lembut dan rendah hati (Mat. 11:29), halus budi, tidak melawan, dan selalu menyerahkan kehendak-Nya sendiri kepada kehendak Sang Bapa bagi pemberkatan dan penyelamatan manusia.

Tiap orang, siapa pun dia, kecuali Sang Anak Domba, akan mendendam dan melawan perlakuan yang telah diberikan oleh manusia kepada-Nya. Tetapi dalam ketaatan-Nya kepada Sang Bapa (Flp. 2:8) dan karena cinta kasih-Nya kepada kita, Ia tidak mendendam, pun tidak melawan. Manusia berbuat sesukanya kepada-Nya dan oleh karena kita, Ia berserah secara total.