ARTIKEL

Kepiting

Beberapa tahun yang lalu, kalau tidak salah tahun 2000, saya berkunjung ke kota Pontianak, teman saya disana mengajak saya memancing Kepiting. Bagaimana cara memancing Kepiting? Kami menggunakan sebatang bambu, mengikatkan tali ke batang bambu itu, diujung lain tali itu kami mengikat sebuah batu kecil.

Lalu kami mengayun bambu agar batu di ujung tali terayun menuju Kepiting yang kami incar, kami mengganggu Kepiting itu dengan batu, menyentak dan menyentak agar Kepiting marah, dan kalau itu berhasil maka Kepiting itu akan 'menggigit' tali atau batu itu dengan geram, capitnya akan mencengkeram batu atau tali dengan kuat sehingga kami leluasa mengangkat bambu dengan ujung tali berisi seekor Kepiting gemuk yang sedang marah.

Kami tinggal mengayun perlahan bambu agar ujung talinya menuju sebuah wajan besar yang sudah kami isi dengan air mendidih karena di bawah wajan itu ada sebuah kompor dengan api yang sedang menyala. Kami celupkan Kepiting yang sedang murka itu ke dalam wajan tersebut, seketika Kepiting melepaskan gigitan dan tubuhnya menjadi merah, tak lama kemudian kami bisa menikmati Kepiting Rebus yang sangat lezat.

Kepiting itu menjadi korban santapan kami karena kemarahannya, karena kegeramannya atas gangguan yang kami lakukan melalui sebatang bambu, seutas tali dan sebuah batu kecil. Kita sering sekali melihat banyak orang jatuh dalam kesulitan, menghadapi masalah, kehilangan peluang,kehilangan jabatan, bahkan kehilangan segalanya karena MARAH .

Jadi kalau anda menghadapi gangguan, baik itu batu kecil atau batu besar, hadapilah dengan bijak, redam kemarahan sebisa mungkin, lakukan penundaan dua tiga detik dengan menarik napas panjang, kalau perlu pergilah ke kamar kecil, cuci muka atau basuhlah tangan dengan air dingin, agar murka anda mereda dan anda terlepas dari ancaman wajan panas yang bisa menghancurkan masa depan anda.

Orang yang sabar besar pengertiannya, tetapi siapa cepat marah membesarkan kebodohan.
(Amsal 14:29)

Berdiam dirilah di hadapan TUHAN dan nantikanlah Dia; jangan marah karena orang yang berhasil dalam hidupnya, karena orang yang melakukan tipu daya. Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan marah, itu hanya membawa kepada kejahatan.
(Mazmur 37:7-8 )

Cara Pandang

Bukan berat Beban yang membuat kita Stress, tetapi lamanya kita memikul beban tersebut. Pada saat memberikan kuliah tentang Manajemen Stress, Stephen Covey mengangkat segelas air dan bertanya kepada para siswanya: "Menurut anda kira-kira seberapa berat segelas air ini?" Para siswa menjawab mulai dari 200 gr sampai 500 gr. "Ini bukanlah masalah berat absolutnya, tapi tergantung berapa lama anda memegangnya." kata Covey.

"Jika saya memegangnya selama 1 menit, tidak ada masalah. Jika saya memegangnya selama 1 jam, lengan kanan saya akan sakit. Dan jika saya memegangnya selama 1 hari penuh, mungkin anda harus memanggilkan ambulans untuk saya. Beratnya sebenarnya sama, tapi semakin lama
saya memegangnya, maka bebannya akan semakin berat."

"Jika kita membawa beban kita terus menerus, lambat laun kita tidak akan mampu membawanya lagi. Beban itu akan meningkat beratnya." lanjut Covey. "Apa yang harus kita lakukan adalah meletakkan gelas tersebut, istirahat sejenak sebelum mengangkatnya lagi". Kita harus meninggalkan beban kita secara periodik, agar kita dapat lebih segar dan mampu membawanya lagi.

Jadi sebelum pulang ke rumah dari pekerjaan sore ini, tinggalkan beban pekerjaan. Jangan bawa pulang. Beban itu dapat diambil lagi besok. Apapun beban yang ada dipundak anda hari ini, coba tinggalkan sejenak jika bisa. Setelah beristirahat nanti dapat diambil lagi. Hidup ini singkat, jadi cobalah menikmatinya dan memanfaatkannya...!!! Hal terindah dan terbaik di dunia ini tak dapat dilihat, atau disentuh, tapi dapat dirasakan jauh di relung hati kita.
Start the day with smile
and have a good day...

SIFAT ANAK DOMBA

Tatkala Ia kena nista, Ia tidak membalas dengan nista. Tatkala ia kena sengsara, Ia tidak mengancam. Ia tidak membela diri-Nya atau hak-hak-Nya, pun tidak memukul kembali, tidak mendendam, tidak mengeluh. Alangkah jauh perbedaannya dengan sifat kita. Ketika kehendak Sang Bapa dan kebencian manusia menunjuk pada Golgota yang gelap itu, Sang Anak Domba dengan lemah lembutnya menundukkan kepala dalam ketaatan untuk menjalankan apa pun kehendak Bapa. Sebagai Sang Anak Dombalah, Nabi Yesaya melihat dan menuliskan: "seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya" (Yesaya 53:7). Siksaan, ejekan, ludahan, tamparan, perjalanan terakhir yang meletihkan mendaki bukit Golgota, kemudian paku yang melekatkan tubuh-Nya pada kayu salib, tusukan di lambung-Nya dengan lembing, dan cucuran darah-Nya -- tak satu pun dari hal ini akan pernah ada jika Ia bukan Sang Anak Domba. Dan semua itu Ia terima untuk menebus dosa kita. Jadi di sini kita mengerti, Ia bukan semata-mata Sang Anak Domba karena Ia mati di kayu salib -- Ia mati di kayu salib karena Ia adalah Sang Anak Domba.
Biarlah kita selalu sadar akan sifat dari darah itu. Setiap kali darah disebut biarlah hal itu mengingatkan kita akan kerendahan hati yang sejati dan penyerahan diri Sang Anak Domba, karena sifat inilah yang memberikan kuasa yang ajaib dan sangat indah di hadapan Allah. Kitab Ibrani 9:14 selalu menghubungkan darah Kristus dengan persembahan diri Kristus kepada Allah, "betapa lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal telah mempersembahkan diri-Nya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.". Kenyataan inilah yang menganugerahkan kepada-Nya kuasa di hadapan Allah untuk manusia. Sifat inilah yang dihargai setinggi-tingginya oleh Allah. Kerendahan hati, berpembawaan seperti anak domba, penyerahan kehendak kita kepada Allah, itulah yang terutama dicari oleh Allah dari manusia. Justru untuk menyatakan semuanya itu Allah menciptakan manusia yang pertama. Namun, manusia yang diciptakan-Nya itu menolak. Penolakan untuk menempuh jalan inilah yang merupakan dosa Adam yang pertama (dan telah menjadi inti dosa sejak saat itu). Dengan tujuan untuk mengembalikan sifat ini ke dunia, Allah mengutus Tuhan Yesus untuk datang. Karena Sang Bapa melihat sifat ini di dalam Dia, Allah dapat berkata: "Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan". Penumpahan darah-Nya merupakan hal utama yang menyatakan sifat ini. Darah-Nya itu teramat sangat indah untuk Allah dan sangat berguna bagi seluruh manusia yang berdosa.