ARTIKEL

Artikel
TEORI DAN PRAKTEK

Epiktetus, seorang guru filsafat Stoa, pernah berkata, “Domba tidak memuntahkan makanan untuk menunjukkan kepada gembalanya seberapa banyak rumput yang telah ia makan. Sebaliknya, mereka mengunyah dan memanfaatkannya untuk menghasilkan wol dan susu.” Saat membaca kalimat itu, saya berpikir tentang hal yang seharusnya terjadi terhadap “sesuatu yang baik” yang masuk dalam diri seseorang. Faktanya, berbagai pengetahuan yang baik tidak selalu menghasilkan penerapan yang baik. Bahkan, setiap firman Tuhan yang diberitakan tak selalu menghasilkan tindakan nyata. Ada orang-orang yang sudah tahu isi Alkitab, tetapi dengan sadar enggan melakukan karena sulit. Lalu, tidakkah kita tergelitik dengan perkataan Epiktetus? Untuk apa semua hal baik itu masuk dalam diri kita: sekadar teori, atau sudah dipraktekkan?

Paulus dalam suratnya kepada jemaat Filipi mengingatkan bahwa segala sesuatu yang telah mereka pelajari, terima, dengar, dan lihat harus bermuara pada satu hal: lakukanlah semua itu (Flp. 4: 9). Paulus tidak ingin jemaat Filipi hanya sekadar tahu atau mengerti firman Tuhan. Adalah baik untuk tahu dan mengerti, tetapi itu belum cukup. Semua pengertian itu harus dilakukan. Teori yang baik harus disertai dengan praktek yang baik. Dan, ada sesuatu yang indah menyertai perbuatan nyata tersebut: maka Allah sumber damai sejahtera akan menyertai kamu.

Di mana pun, dalam keadaan apa pun, kita diajak menerapkan pengetahuan iman kita. Jangan berhenti pada tataran pengetahuan. Kita diajak masuk lebih dalam, menerapkan, mengalami sendiri; melakukan firman itu meski di saat paling sulit sekalipun.


BOLA DI DALAM KERTAS

Seorang pemain profesional bertanding dalam sebuah turnamen golf. Ia baru saja membuat pukulan yang bagus sekali yang jatuh di dekat lapangan hijau. Ketika ia berjalan di fairway, ia mendapati bolanya masuk ke dalam sebuah kantong kertas pembungkus makanan yang mungkin dibuang sembarangan oleh salah seorang penonton. Bagaimana ia bisa memukul bola itu dengan baik? Sesuai dengan peraturan turnamen, jika ia mengeluarkan bola dari kantong kertas itu, ia terkena pukulan hukuman. Tetapi kalau ia memukul bola bersama-sama dengan kantong kertas itu, ia tidak akan bisa memukul dengan baik. Salah-salah, ia mendapatkan skor yang lebih buruk lagi. Apa yang harus dilakukannya?

Banyak pemain mengalami hal serupa. Hampir seluruhnya memilih untuk mengeluarkan bola dari kantong kertas itu dan menerima hukuman. Setelah itu mereka bekerja keras sampai ke akhir turnamen untuk menutup hukuman tadi. Hanya sedikit, bahkan mungkin hampir tidak ada, pemain yang memukul bola bersama kantong kertas itu. Resikonya terlalu besar.

Namun, pemain profesional kita kali ini tidak memilih satu di antara dua kemungkinan itu. Tiba-tiba ia merogoh sesuatu dari saku celananya dan mengeluarkan sekotak korek api. Lalu ia menyalakan satu batang korek api dan membakar kantong kertas itu. Ketika kantong kertas itu habis terbakar, ia memilih tongkat yang tepat, membidik sejenak, mengayunkan tongkat, wusss…, bola terpukul dan jatuh persis di dekat lobang di lapangan hijau. Bravo! Dia tidak terkena hukuman dan tetap bisa mempertahankan posisinya.

Ada orang yang menganggap kesulitan sebagai hukuman dan memilih untuk menerima hukuman itu. Ada yang mengambil resiko untuk melakukan kesalahan bersama kesulitan itu. Namun, sedikit sekali yang bisa berpikir kreatif untuk menghilangkan kesulitan itu dan menggapai kemenangan.