ARTIKEL

Artikel
CALVIN DAN UANG

Kalau kita ditanya, "Relakah anda memberikan sebagian besar uang hasil kerja keras kepada pekerjaan Tuhan dan hidup seminimal mungkin bagi diri sendiri?" Apakah jawaban anda? Pikir- pikir dulu? Menghitung warisan yang dapat diwariskan untuk anak cucu dulu? Atau kita bisa langsung menjawab, "Ya pasti saya akan memberikan sebagian besar untuk pekerjaan Tuhan dan minimal untuk saya."

Adakah orang seperti ini di dunia ini, yang menyadari bahwa hidupnya bukan bagi dirinya lagi, tapi Kristus di dalam dia. Jawabannya ada: Yohanes Calvin.

Yohanes Calvin dilahirkan di Noyon, Prancis pada 10 Juli 1509 dan meninggal di Jenewa, Swiss 27 Mei 1564. Calvin adalah anak kedua dari lima bersaudara, dimana ketiga saudaranya meninggal ketika masih bayi, hanya dia dan adiknya yang bertahan hidup. Ibunya meninggal ketika Calvin masih kecil, dan ayahnya kawin lagi dengan seorang janda yang melahirkan dua anak perempuan. Ayahnya berambisi anak laki-lakinya harus mendapatkan pendidikan yang tinggi, sehingga pada umur 12 tahun, Calvin sudah mendapatkan posisi di altar La Gesine di katedral Noyon, dimana dia mulai menerima pemasukan uang secara reguler.

Itulah sekilas riwayat hidup Calvin. Calvin menghabiskan sisa hidupnya bersama penyakit yang dideritanya (istrinya meninggal pada 29 Mei 1549) dan dia tidak pernah menikah lagi. Dari catatan-catatan kecil tentang kehidupannya, kita bisa mengetahui bagaimana Calvin menggunakan uangnya. Di Jenewa, Calvin mendapat kehormatan dari pemerintah, diberikan sebuah rumah tinggal, dan mendapatkan gaji sebesar 500 florins, gandum, dan juga 2 gentong anggur. Namun pada akhir hidupnya, Calvin hanya menyisakan 170 dollar ketika dia meninggal. Uangnya dipakai untuk melayani orang lain.

Inilah Calvin yang sebenarnya mempunyai kesempatan hidup nyaman dan enak, tapi memilih untuk tidak melakukannya. Kenyamanan baginya adalah menjalankan kehendak Bapa di surga. Seperti Yesus ketika hidup di dunia, "Makanan-Ku ialah melakukan kehendak Dia yang mengutus Aku dan menyelesaikan pekerjaan-Nya." (Yoh. 4: 34).
Bagaimana dengan kehidupan kita hari ini? Bagaimanakah kita memperlakukan uang yang dipercayakan oleh Tuhn? Apakah kita masih menganggap uang itu adalah milik kita sambil mengatakan bahwa segala sesuatu dalam hidup kita adalah milik Tuhan? Apalagi jika kita anggap uang itu adalah hasil kerja keras kita. Kita anggap kita boleh memakai uang itu untuk apapun yang kita mau.

"Toh saya tidak mencuri uang itu, saya tidak pakai uang itu untuk narkoba, berjudi, dan hal buruk lainnya. Saya pakai itu untuk beli baju baru, apa salahnya? Saya pakai untuk makan di restoran mewah, mengganti hp saya dengan hp terbaru, apa salahnya? Toh hp itu juga dipakai untuk berkomunikasi dalam pelayanan”. Bukankah semua yang kita lakukan itu beserta alasannya tampaknya baik - baik saja dan masuk akal? Kita lupa kalau semua yang dipercayakan Tuhan kepada kita bukan milik kita tetapi milik Tuhan dan Tuhan mau kita memakai semua itu untuk kemuliaan dan kebesaran nama-Nya.

Ironis ketika berkat itu datang kepada kita, kita lalu melupakan Sang Pemberi berkat. Kita hampir tidak pernah menggumulkan dan menanyakan, "Sudahkah uang ini saya pakai sesuai perkenanan Tuhan?" Sadarkah kita bahwa sekalipun kesannya itu "halal" tetapi jika pemakaian uang itu tidak sesuai dengan perkenanan-Nya maka itu adalah dosa.

Lalu bagaimanakah seharusnya kita mempergunakan uang yang ada dalam genggaman kita ini? Bertanyalah pada Tuhan! Ikutilah teladan orang yang mendasari hidup mereka dengan firman Tuhan.

Sampai akhir hidupnya, di dalam penyakit yang dideritanya, Calvin tetap kerja keras untuk Tuhan tanpa istirahat (hanya tidur 1-2 jam sehari), sehingga membuat teman-temannya khawatir. Namun ia menjawab, "Apakah engkau mau Tuhan melihat saya sedang bermalas-malasan ketika Dia datang?" Bahkan ketika mati pun ia tidak ingin dikenang. Ia dikuburkan di Cimetiere des Rois, tempatnya tepat dimana, tidak ada yang tahu. Untuk mengenangnya dibuat sebuah nisan dengan inisial J.C, tanpa saksi maupun upacara.

Bagaimana dengan kita? Marilah kita tunjukkan dalam hidup kita bahwa uang bukan yang terpenting, dan segala sesuatu yang ada pada kita sesungguhnya bukan milik kita. Marilah ketika kita hidup, kita hidup untuk Tuhan, ketika kita mati, kita mati untuk Tuhan (Rm. 14: 7-9).




TIDAK BISA ATAU TIDAK MAU?

Ketika tiba saatnya untuk mengungkapkan perasaan kita, hanya sedikit dari kita yang lebih jujur dari anak-anak. Seorang ayah mengalami kesulitan untuk membuat anaknya patuh kepadanya. Ketika anak itu ditanya mengapa ia tidak mentaati ayahnya, ia menjawab, "Ayah, saya tidak ingin melakukannya!"

Sebagai orang Kristen, banyak di antara kita tidak sejujur anak itu. Kita sering mengungkapkan banyak alasan saat tidak taat pada kehendak Allah, padahal alasan yang sebenarnya karena kita tidak ingin melakukannya.

Ada seorang teman yang menikah dengan orang Jerman dan harus meninggalkan Indonesia untuk ikut dengan isterinya. Ketika keluarga mereka tinggal di Berlin Barat, teman saya mulai mengabaikan kebiasaan membaca Alkitab dan berdoa. Alasannya ia tidak punya waktu untuk itu. Ketika akhirnya mereka pindah ke Swiss dan pada kenyataannya waktu yang dimilikinya lebih banyak, ternyata untuk membaca Alkitab dan berdoa secara teratur pun tetap tidak dilakukannya.
Pada akhirnya ketika ia membuka Alkitab, ayat yang dibacanya adalah 1 Yohanes 5:3 yang berbunyi, "Inilah Inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perinyah-Nya." Setelah membaca ayat tersebut, ia pun menyesali sikapnya yang telah lama mengabaikan Tuhan. Dia mengatakan bahwa pada saat itu Tuhan memenuhi hatinya yang hampa dengan kasih pengampunan-Nya. Sejak saat itu, membaca Alkitab dan berdoa menjadi kegemarannya. Kasihnya kepada Tuhan yang telah diperbaharui membuat dirinya dan keluarganya ingin melakukan kehendak-Nya lebih daripada melakukan kehendaknya sendiri.

Apakah Anda mengetahui kehendak Allah bagi Anda? Apakah Anda mengasihi-Nya dan ingin melakukan kehendak-Nya? Sikap hati yang mengasihi Allah adalah inti dari ketaatan Anda terhadap segala perintah-Nya.