RH Kamis 3 Desember 2009

Kamis, 03 Desember 2009
ACARA UTAMA (Lukas 1:26-38) Ketika "depresi berat" melanda Amerika sekitar tahun 1930-an, sebuah keluarga di Midwest harus berusaha keras untuk mencari makan. Mereka tak punya cukup uang untuk menikmati hal-hal yang mewah. Pada suatu hari, tersebarlah poster-poster yang mengumumkan kedatangan sebuah kelompok sirkus ke kota itu. Harga karcis masuk ke pertunjukkan itu Rp 2000,00. Anak laki-laki dari keluarga itu ingin sekali menonton sirkus, tetapi ayahnya berkata bahwa ia harus mencari uang sendiri untuk membeli karcis. Si anak ini lalu bekerja keras sampai akhirnya ia dapat membeli 1 karcis masuk. Pada hari kedatangan kelompok sirkus itu, ia pun pergi melihat arak-arakan rombongan hewan dan pemain sirkus yang memasuki kota. Ketika ia sedang menonton pawai itu, seorang badut menari-nari di dekatnya dan si anak menyerahkan karcisnya kepada badut itu. Lalu ia berdiri di tepi jalan dan berteriak-teriak gembira sampai seluruh arak-arakan itu lewat. Si anak segera pulang dan bercerita kepada orangtuanya betapa hebat pertunjukan sirkus yang ditontonnya. Ayahnya yang mendengar cerita sang anak terdiam, lalu ia merangkul anaknya dan berkata, "Anakku, yang kaulihat itu bukanlah pertunjukan sirkus, itu baru arak-arakannya." Kisah ini seumpama Natal. Banyak orang demikian antusias dengan kemeriahan Natal, tetapi melupakan makna Natal itu sendiri. Mari kita hayati kembali arti kelahiran Yesus bagi kita.