ARTIKEL

Artikel
JANGAN LUPA DIRI

C.S. Lewis, dalam bukunya yang berjudul The Screwtape Letters, mengungkapkan, “Kesuksesan dan kemakmuran mengikat manusia kepada dunia. Manusia merasa mengejar kesuksesan dan kemakmuran sebagai suatu proses dalam hidup untuk menemukan tempatnya di dalam dunia. Padahal sebenarnya dunialah yang sedang mencuri tempat di dalam hatinya.”
Di dunia ini, kesuksesan dan kemakmuran seseorang umumnya diukur dengan kemapanan pekerjaan dan besar kecilnya penghasilan. Untuk mencapai hal-hal itu, acap kali kita sudah berencana sejak kecil, dengan belajar rajin dan bekerja keras agar dapat masuk ke sekolah unggulan, universitas favorit, dan akhirnya perusahaan yang bergengsi. Ditambah dengan persaingan yang semakin hari semakin ketat, kita pun belajar lebih rajin lagi dengan mengikuti les ini dan les itu - tiada habisnya, memacu diri dengan bekerja lembur, menghadiri malam-malam networking guna mencari peluang bisnis, dan sebagainya.
Pekerjaan yang mapan dan penghasilan yang besar tentu bukan sesuatu yang buruk. Akan tetapi, kita harus sangat berhati-hati saat berusaha mencapai prestasi dan penghasilan yang mapan. Jangan biarkan diri kita menjadi sangat terikat pada hal-hal tersebut, sebab keberadaan kita di dunia hanya sementara waktu. Seperti kisah orang kaya yang bodoh dalam Lukas 12: 13-21. Pemazmur mengatakan usia manusia mungkin tujuh puluh tahun, dan jika kuat delapan puluh tahun. Jadi, kita tak boleh berusaha terlalu keras atau merasa terlalu nyaman di dunia sampai melupakan kehidupan kekal.
Jangan melekatkan hati kepada harta kekayaan.




TIDAK BISA ATAU TIDAK MAU?

Ketika tiba saatnya untuk mengungkapkan perasaan kita, hanya sedikit dari kita yang lebih jujur dari anak-anak. Seorang ayah mengalami kesulitan untuk membuat anaknya patuh kepadanya. Ketika anak itu ditanya mengapa ia tidak mentaati ayahnya, ia menjawab, "Ayah, saya tidak ingin melakukannya!"

Sebagai orang Kristen, banyak di antara kita tidak sejujur anak itu. Kita sering mengungkapkan banyak alasan saat tidak taat pada kehendak Allah, padahal alasan yang sebenarnya karena kita tidak ingin melakukannya.

Ada seorang teman yang menikah dengan orang Jerman dan harus meninggalkan Indonesia untuk ikut dengan isterinya. Ketika keluarga mereka tinggal di Berlin Barat, teman saya mulai mengabaikan kebiasaan membaca Alkitab dan berdoa. Alasannya ia tidak punya waktu untuk itu. Ketika akhirnya mereka pindah ke Swiss dan pada kenyataannya waktu yang dimilikinya lebih banyak, ternyata untuk membaca Alkitab dan berdoa secara teratur pun tetap tidak dilakukannya.
Pada akhirnya ketika ia membuka Alkitab, ayat yang dibacanya adalah 1 Yohanes 5:3 yang berbunyi, "Inilah Inilah kasih kepada Allah, yaitu, bahwa kita menuruti perintah-perinyah-Nya." Setelah membaca ayat tersebut, ia pun menyesali sikapnya yang telah lama mengabaikan Tuhan. Dia mengatakan bahwa pada saat itu Tuhan memenuhi hatinya yang hampa dengan kasih pengampunan-Nya. Sejak saat itu, membaca Alkitab dan berdoa menjadi kegemarannya. Kasihnya kepada Tuhan yang telah diperbaharui membuat dirinya dan keluarganya ingin melakukan kehendak-Nya lebih daripada melakukan kehendaknya sendiri.

Apakah Anda mengetahui kehendak Allah bagi Anda? Apakah Anda mengasihi-Nya dan ingin melakukan kehendak-Nya? Sikap hati yang mengasihi Allah adalah inti dari ketaatan Anda terhadap segala perintah-Nya.