ARTIKEL

Artikel
ADAKAH TUHAN
Adakah Tuhan di dunia ini?
Adakah Tuhan peduli sama manusia?
Adakah Tuhan adil?
Adakah hidup yang indah?
Adakah manusia bisa bertanggung jawab atas tindakan yang telah dilakukannya?

Di saat kita merasa mampu melakukan segala sesuatu sendirian, Tuhan itu tidak ada di dunia ini. "Aku mampu melakukan semuanya sendiri", "aku hebat", aku, aku dan semuanya aku. Seiring waktu berjalan, di saat kesulitan dan badai kehidupan menerpa, lalu kita bertanya "mana Tuhan?", "mana pertolongan-Nya?", "mana tangan-Nya?" mana, mana dan semuanya mana. Kita merasa Tuhan tidak adil, tapi apakah benar Tuhan itu tidak adil? Yang tidak adil itu adalah kita. Di saat senang kita melupakan Tuhan, di saat sedih kita mencari Tuhan tapi kita seakan tidak menemukan-Nya. Kenapa Tuhan?

Di saat ada masalah, di saat ada kesulitan, di saat ada badai kehidupan, apa yang menjadi subjek utama kita? Siapa atau apa? Tuhankah? Masalah kitakah? Atau apa? Masalah, badai, kesulitan, apapun itu, itulah yang menjadi subjek utama dan Tuhan lah objeknya. Mata kita terhalang, hati kita tertutup, pikiran kita terbatasi oleh MASALAH. Tuhan ada? Ya, Dia ada, tapi kenapa tidak ada? Karena dia ada di belakang tembok masalah itu. Kita diselimuti masalah, kita di dalam kotak masalah, kita tertutup rapat dan rapi oleh masalah.

Siapa? Apa? Yang menjadi penyebab datangnya masalah itu? Kita, pikiran kita, tindakan kita, perbuatan kita, dan semuanya bersumber pada diri kita, kita dan kita. Tuhan Maha tahu, Tuhan tahu segala sesuatu tanpa perlu diberitahu dan tanpa hal itu terjadi terlebih dahulu. Tapi kenapa? Kenapa Tuhan mengijinkan kita melakukan kesalahan? Kenapa Tuhan tidak mencegahnya? Kenapa Tuhan tidak menghalanginya? Kenapa Tuhan diam saja dan hanya berpangku tangan saat melihat kita membuat masalah? Kenapa Tuhan tidak peduli sewaktu kita membuat masalah dan Tuhan tahu kalau masalah itu akan membuat kita susah dan sangat-sangat susah? Coba kita kilas balik ke belakang. Coba kita lihat kembali apa yang kita lakukan beberapa hari, beberapa minggu, atau mungkin beberapa bulan sebelum kita merasa "Kenapa masalahnya terasa sangat besar?" Coba kita ingat-ingat kembali, coba kita mengecek kembali.

Adakah Tuhan peduli terhadap kita? Adakah kita menepati komitmen kita? Adakah kita TAAT pada Tuhan? Adakah kita diingatkan Tuhan? Adakah kita ditegur Tuhan? Adakah kita disadarkan Tuhan?

Jawabannya adalah Ya, Tuhan peduli sama kita. Ya, kita TIDAK menepati komitmen kita. Ya, kita TIDAK taat sama Tuhan. Ya, kita diingatkan Tuhan. Ya, kita ditegur Tuhan dan Ya, kita disadarkan Tuhan.

Tapi apa? Apa yang kita lakukan kemudian? Kita mengeraskan hati, kita merasa "Aku mampu melakukan semua ini sendiri, Tuhan minggir aja dulu deh" dan kita menambahkan "Kalau aku cape dan gagal, aku nyerah deh sama Kamu, Tuhan".

Hasilnya apa? Apa yang kita tuai? Apa yang kita rasa kemudian? Apa yang kita alami? Kehancuran, putus asa, kekecewaan, kerugian, TIDAK ADA satupun yang baik yang kita alami.

Kawan-kawanku terkasih, ini adalah pelajaran yang aku alami saat ini. Aku tidak taat, aku tidak memegang komitmenku, aku tidak mempedulikan peringatan Tuhan, aku tidak menghiraukan teguran Tuhan. Hasilnya apa? Aku mengalami kehancuran, tapi Tuhan masih membiarkan aku hidup.

Kawan, terkadang kita merasa "kenapa Tuhan mengijinkan ini semua terjadi?", "kenapa Tuhan ga mencegah saja?", "kenapa Tuhan kok membiarkan kita menderita?", sadarlah, ini semua adalah buah dari KETIDAKTAATAN kita. Bukan Tuhan yang jahat, tapi kita yang jahat. Bukan Tuhan yang tidak adil, tapi kita yang tidak adil. Bukan Tuhan yang tidak peduli, tapi kita yang tidak peduli.

Jangan pernah takut untuk menangis, karena Tuhan menganugerahkan air mata sebagai ungkapan perasaan kita saat kita tidak bisa mengungkapkannya dengan kata-kata.

TIDAK MUNGKIN?
Ketika ketua panitia Nobel, Gunnar John, menyampaikan pidatonya dalam penyerahan Penghargaan Perdamaian tahun 1964 untuk Martin Luther King, ia mengutip perkataan Yesus "Siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu"(Mat. 5:39). John berkata : " Bukan karena memimpin mayoritas untuk berjuang demi kesetaraan yang membuat Martin Luther King menjadi terkenal.... Namanya akan terus dikenang oleh karena caranya memperjuangkan hal itu." Tahun 1955, King memimpin pemboikotan secara damai selama setahun penuh untuk memprotes adanya pemisahan penumpang di dalam bus. Ia membayar tindakannya itu dengan harga yang sangat mahal. Rumahnya di bom, dan ia diserang serta ditahan. Ia tidak pernah membalas perlakuan yang dialaminya. Bahkan ia terbunuh pada akhirnya.

Betapa bertolak belakangnya teladan dari Dr. King dengan sifat kedagingan saya! Saya ingin keadilan sekarang juga. Saya ingin menerima ganti rugi. Saya ingin orang lain menerima balasan atas kesalahan yang mereka lakukan, terutama ketika saya menjadi korbannya. Yang tidak ingin saya lakukan adalah memberikan pipi saya yang lain dan mengijinkan mereka untuk menamparnya lagi.

Haddon Robbinson mengomentari tingginya standard yang diberikan Yesus dalam Khotbah di bukit (Mat. 5-7). Ia menyebutnya sebagai "tujuan....... dan bukan standard yang tidak mungkin tercapai. Yesus menginginkan para murid-Nya berusaha mencapai tujuan ini untuk mengalami suatu jenis kehidupan yang baru." Di tengah ketidakadilan hidup, kiranya kita mempunyai keberanian, iman, dan kekuatan untuk memberikan pipi kita yang lain.

Diperlukan kekuatan sejati guna menghapuskan keinginan untuk membalas dendam.